14) Menjauh

174 16 0
                                    

*Author's Note:

HAIHAIHAI! AKU BOSAN MENARUH AN DI BAWAH JADI SEKALI-SEKALI DI SINI GAPAPA YA. HEHE HE hE He he he h e...

Oke oke cukup ini mulai tak jelas.

Hanya sekedar mengingatkan, mulai dari part sebelumnya kan drama ya, jadi, ya, ke depannya agak mampus ya ngeheheheh. RASAKAN KALIAN SEMUA APA KALIAN PIKIR SEMUA AKAN BERJALAN LANCAR? TIDAK! SEKALI-KALI TIDAK! MUAHAHAHAHAH.

Oke, oke. Ini makin parah.

Yasudahlah aku pun tak yakin pada baca ini jadi kita sudahi saja. BUHBAY HAPPY (ga happy sih, mampus lu) READING!

**********

*Putra's POV*

Gue masuk ke kelas dengan santai. Langkah biasa. Ya, ngapain nggak biasa? Gara-gara gosip itu? Kurang kerjaan.

Emang, pas ngelewatin pintu depan, orang-orang masih pada ngomongin gosip nggak jelas itu. Tapi ya udahlah. Masih agak gue maklumin, gosipnya baru nyebar kemaren. Besok atau lusa paling udah ilang. Seenggaknya sih, omongan orang-orang tadi udah mereda.

Pas gue masuk ke kelas pun, anak kelas udah biasa aja. Paling cewek-cewek penggosip lagi pada di luar, ngoceh-ngoceh dulu sebelum bel.

Tapi, pas pandangan gue mengarah ke meja Dinda yang cuma berjarak dua meja dari meja gue, gue ngeliat dia nggak kayak biasa. Biasanya, dia kalo nggak ke kelasnya Putri, bakal sibuk ngobrol sama Fira.

Tapi hari ini, dia diem di tempatnya. Duduk sambil nyoret-nyoret kertas. Satu hal yang bukan.. Dinda.

Efek gosip itu terlalu parah kayaknya.

~~~~~~~~~~

KRIIING!!!

Akhirnya! Setelah pelajaran Geografi yang isinya cuma perkembangan tugas dan blablabla bebatuan yang gue nggak peduli, suara yang ditunggu-tunggu hadir juga. Bel istirahat.

Gue buru-buru ke kantin. Udah kelaperan.

Tapi, baru setengah jalan, gue udah tabrakan sama orang. Et dah ada aja, siapa coba?

Eh, Dinda.

"Dinda?" tanya gue.

"Eh, Putra? Sori, gue nggak liat." kata Dinda, megang kepalanya.

"Lo kenapa? Pusing?" tanya gue.

Dinda mengangguk pelan. "Ya, gitu."

"Lo mau gue anter ke UKS?" tanya gue.

"Boleh deh," jawab Dinda. "Sebenernya gue dari tadi pengen ke UKS, tapi pusingnya makin parah, jadi gini. Mungkin gara-gara gue belom sarapan."

Gue mulai berjalan beriringan sama Dinda. "Lo kalo biasa sarapan, jangan berhenti makanya. Langsung pusing kan."

"Iya nih, gue jadi nyesel. Tau gitu gue ngambil roti atau apa dulu sebelum ke mobil," kata Dinda. "Gue takut telat sih tadi."

Gue ketawa. "Tadi aja gue datengnya lebih lama dari lo dan gue merasa bodo amat."

Sebenernya gue yakin, Dinda bukan takut telat, tapi dia lupa beneran. Dan ada hubungannya sama.. ya, Putri-Dimas. Tapi nggak mungkin juga gue bilang gitu, ntar Dinda malah makin-makin.

Dinda ikut ketawa. Mulutnya kebuka, mau ngomong sesuatu, tapi dia menutupnya lagi. Senyumannya pun ikut hilang. Matanya fokus di satu titik.

Gue ngikutin arah pandangan Dinda. Nggak susah nyarinya, berhubung orang-orang udah banyak yang ke kantin, koridor agak sepi. Isinya paling anak-anak kelas IPA yang baru keluar karena gurunya yang ngasih penjelasan berlebihan.

Similarities of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang