*Putri's POV*
"Demi apa? Dinda sama Putra?"
"Tuh, kan! Gue udah nebak, pasti ujung-ujungnya jadian."
"Gue masih lebih nge-ship Dinda sama Dimas sih, tapi sama Putra lucu juga."
"Ya, nggak papa, lah, Putra sama Dinda. Daripada sama itu tuh, Putri. Ih, cewek nyeremin gitu."
"Oh, iya! Bener, bener. Denger namanya aja gue udah merinding, hih."
Lah, merinding? Dikata aku setan apa? Aneh-aneh amat sih, orang.
Aku nungguin para cewek penggosip itu keluar dari kamar mandi. Setelah pintu luar tertutup, aku pun keluar dari bilik kamar mandi yang dari tadi kutempatin. Bukannya apa-apa, males aja ketemu mereka. Apalagi ntar kalo sok takut apa gimana, terus kabur, terus tambah ngomongin lagi
Aku pun menyalakan keran wastafel dan membasuh wajahku. Aku menarik napas pelan. Sabar, Putri, sabar. Bentar lagi, mungkin, orang udah pada lupa.
Ya, meskipun (mungkin) cuma sebentar, tetep aja aku tersiksa. Selain orang-orang pada ngeliatin aku pas baru sampe berapa detik di sekolah, aku juga sering banget denger namaku, hampir di tiap obrolan orang, malah. Apalagi kalo orangnya nggak bisa bisik-bisik, noh.
Eh, ya ampun beberapa menit lagi masuk. Aku langsung buru-buru ke kelas. Ya, selain takut telat karena abis ini pelajarannya Pak Brata, aku juga pengen cepet-cepet pergi dari keramaian. Uh, kalo nggak kebelet banget-bangetan tadi, aku pasti masih di kelas dengan damai sentosa. Ya, ada sih, anak kelas yang ngomongin, tapi kan nggak sebanyak dan sefrontal yang di luar.
Sampe kelas aku langsung menuju kursiku dan duduk di sana. Baru juga nempel, bel udah bunyi. Ya, seenggaknya nggak telat, lah, ya.
"Gimana, Put? Lo selamet kan? Nggak diapa-apain kan?" tanya Alya tiba-tiba.
"Ya, liat aja sendiri, gue masih ada di sini. Bisa balik ke kelas dengan baik," jawabku. "Lagian ya, kalo lo emang khawatir aturan lo temenin gue ke toilet tadi."
"Ngapain? Ntar gue kayak orang cengo, terus pasti banyak haters fanatik lo itu. Dih, gue sih ogah," kata Alya.
"Dasar teman."
"Ih, gitu. Sebenernya tadi gue juga ada urusan lain, makanya gue nggak bisa nemenin lo."
"Apaan?" Aku diam sebentar. "Oh! kayaknya gue tau."
"Sotak, deh."
"Enggak sih, gue mah tau banget muka-muka kesemsem najong gini."
"Dih! Paansi."
"Yaelah, nggak jauh-jauh dari Kak Rafa si mantan ketos itu."
"Bacot."
Aku mulai bersenandung nggak jelas, biar bikin Alya makin sebel.
"Iya, iyaa, gue abis ngobrol tadi sama dia. Berisik lu, tong minyak," kata Alya sebal.
"Yeu, ngaku mah ngaku aja, nggak usah pake ngatain," balasku. "Ngiri aja lo denger suara gue."
"Iyain aja biar cepet," ucap Alya. "Btw, Pak Brata hari ini nggak masuk, izin dia tadi. Dikasih soal latihan, tapi. Fotonya ada di grup."
Et, udah buru-buru taunya nggak ada gurunya. Ah ya sudahlah.
Aku ngeluarin HP-ku dari tas. Eh, batrenya tinggal 3 persen...
"Yah, gue lupa ngecas HP semalem. Bareng dong, Al," kataku cengengesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Similarities of Us
Teen FictionKata orang, kalau banyak kemiripan itu jodoh. Kita lihat cewek-cowok satu ini. Nama? Mirip. Sifat? Mirip. Dan masih banyak kemiripan mereka yang sudah tak bisa diragukan lagi. Tapi, apa hal itu berlaku bagi mereka? Malah, sepertinya, opposite attrac...