20) Berputar-putar

125 15 1
                                    

*Author's Note:

WHOOP WHOOP! HUAI KALIAN! Part ini pake author's pov ya, biar ga repot bolak-balik pov nyahahah

Maafkan updatenya lama, abis uas dan sedang dilema dari kemaren kemaren dan tak dapat feel untuk menulis T_T gila loh ini cerita udah mau setahun tapi partnya masih segini-segini aja... maafkan sekali.

Btw sudahlah. Selamat membaca dan apapun yang terjadi kusayang kalian!

P.S: sesungguhnya aku pun tak tahu apakah judul part ini cocok dengan isinya atau tidak namun baca sajalah yha.

P.P.S: btw pilih Putra-Putri Dimas-Dinda, Putra-Dinda Dimas-Putri, atau.. Putra-Dimas? wakakak

**********

*Author's POV*

Putra mengecek kembali barang bawaannya. Takutnya, karena masih jam 5 pagi seperti ini, matanya masih siwer dan ada barang penting yang tertinggal.

Setelah ia yakin semuanya lengkap, ia buru-buru turun ke bawah. Jam segini, makanan di meja masih belum siap, makanya Putra mengambil roti tawar dan mengoleskannya dengan selai yang ada. Untuk manusia berperut karet seperti Putra, makanan ini memang sangat tidak cukup. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak memiliki bakat memasak untuk memenuhi panggilan perutnya ini. Terpaksa, dirinya hanya makan roti.

"Loh, Kak Putra ngapain jam segini udah makan aja?" tanya Amani yang baru keluar dari kamar mandi. "Wih, mana rapi gitu bajunya. Mau pergi?"

"Berisik. Salat aja, sono," balas Putra pada adiknya itu.

"Dih, gitu. Ya udahlah terserah." Kemudian Amani berbalik, menaiki tangga. Mungkin menuju ke kamarnya.

Putra lalu sarapan dengan tenang. Beberapa saat kemudian, beberapa lembar roti lain pun menjadi 'korban keganasan' perut Putra. Setelah merasa cukup kenyang, Putra pun pergi dengan motornya di pagi yang masih dingin itu.

~~~~~~~~~~

Meskipun jauh, hanya membutuhkan waktu 20 menit, Putra pun sampai ke tempat tujuannya. Maklum, hari Sabtu dan masih sangat pagi.

Ia mengecek lagi alamat rumah yang ia catat di HP-nya. Tidak salah lagi, ini alamat rumah yang tertera di buku tahunan. Putra juga yakin, orang itu belum pindah rumah sejak bertahun-tahun yang lalu.

Ia melihat ke atas, ke arah jendela bergorden ungu yang tertutup. Mungkin itu kamar orang itu. Kalau benar, itu akan memudahkan urusan Putra di sini.

Langsung saja Putra mengambil HP di kantongnya dan menelpon orang itu. Setiap bunyi nada sambung, rasanya denyut jantung Putra semakin naik saat itu juga. Dan saat orang itu mengangkat teleponnya, jantung Putra rasanya pindah ke perut. Aneh sekali rasanya.

"Halo, Putra? Ngapain nelpon pagi-pagi?" tanya orang itu di seberang sana. Atau di atas sana, mungkin?

Putra sampai lupa telepon sudah terhubung dan ia tidak mengatakan apa-apa. "Eh, itu, Din. Gue di depan rumah lo."

"Hah? Serius?" Terdengar suara grasak-grusuk dari sana. Kemudian, gorden ungu di jendela lantai 2 itu tersibak, memunculkan Dinda yang kaget di baliknya. "Ngapain ke sini pagi-pagi?"

"Ngg.. itu, ada yang mau gue omongin. Bisa turun nggak?" tanya Putra. "Oh iya, gue ganggu nggak sih? Apa lo baru bangun tidur jangan-jangan?"

"Ah, enggak. Gue udah bangun daritadi, abis dari toilet aja," jawab Dinda. "Ya udah, tunggu bentar ya."

"Sip," kata Putra, lalu mematikan sambungan telepon.

Wah, di hari libur begini, Dinda rajin sekali, sudah bangun sepagi ini, pikir Putra. Tidak seperti seseorang di dekat rumahnya itu. Sahabat, tapi, sifat mereka sungguh bertolak belakang.

Similarities of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang