7) Tugas

195 16 0
                                    

*Putri's POV*

drrrt.. drrrt..

Aku mengucek mataku. Uh, masih terang banget. Siapa coba, pagi-pagi nelpon? Diemin aja deh, ntar juga mati sendiri.

drrrt.. drrrt..

Ternyata nggak bisa didiemin.

Dengan nyawa yang masih terkumpul seperempat, aku mengangkat telpon. Nggak repot-repot liat namanya juga.

"Ya?" kataku, suaraku masih serak.

"Woi, gue butuh bantuan lo," jawab orang itu.

Nggak minta maaf apa ya, udah bangunin orang seenaknya.

"Ini siapa coba?" tanyaku, sekarang nyawaku udah hampir terkumpul semua.

"Tetangga lo. Jendela sebrangan," jawab orang itu lagi.

Oalah, Putra.

Eh? Lah, kok dia pake acara nelpon segala ya? Tinggal ngetok, padahal.

Aku menuju ke jendela kamar, membukanya. Di seberang, keliatan Putra udah buka jendela duluan.

Sebelum aku matiin telponnya, Putra udah ngelakuin duluan. Emang bener-bener itu orang.

"Lo ngapain nelpon segala?" tanyaku. "Waktu itu lo ngelempar batu, kenapa sekarang lain lagi? Buang-buang pulsa aja."

"Gue nelpon karena udah 15 menit gue ngelempar batu tapi hasilnya nihil," ujar Putra. "Parah ya, lo, makin hari makin kebo."

Aku mengepalkan tangan, kesal. "Gue nggak kebo. Cuma abis begadang semalem."

"Begadang dari mana? Gue liat, lampu kamar lo udah mati duluan semalem," ujar Putra. "Padahal, baru jam setengah 11. Begadang apaan cuma sampe jam segitu?"

"Nggak usah ngomel terus deh, pagi-pagi," balasku. "Ada masalah apaan, manggil-manggil gue?"

"Dinda mau dateng ke rumah gue," jawab Putra.

"Hah? Dinda ngapain ke rumah lo? Lo apain temen gue sampe bisa begitu?" tanyaku.

Putra memutar bola mata. "Tugas kelompok, elah. Bukan Dinda doang juga."

"Oh, kirain," kataku polos. "Terus masalahnya apa?"

Putra memutar bola mata, lagi. "Menurut lo, kalo Dimas dateng ke rumah lo gimana?"

"Ya.. gue pasti kalang kabut sih," jawabku. "Oh, jadi lo kalang kabut?"

Putra cuma menaikkan sebelah alis.

"Iya, iya, sori. Masih pagi, ya otak gue belom terlalu jalan," ujarku. "Terus, mau dibantuin apaan?"

"Untungnya, lo lumayan cepet peka," kata Putra. "Baju yang harus gue pake?"

Aku menatap Putra. Sedetik. Dua detik.

Dan aku pun ngakak. Sumpah, geli banget. Cowok ternyata gini ya.

Karena sadar dipelototin Putra, aku cepet-cepet berdeham. "Erm, sori. Tapi, kenapa lo nanya gitu dah?"

Putra memutar bola matanya, lagi. Apa nggak pusing dia? "Nggak usah ketawa dan banyak nanya. Jawab aja kek."

"Hmm.. pake baju lo kalo biasa di rumah doang, elah. Baju warna.. abu-abu kali ya, kan Dinda suka warna itu. Celana lo juga, pake yang biasa buat di rumah, yang selutut atau 3/4 aja," jawabku. "Oke, good luck dan nggak usah ganggu tidur gue lagi. Bye."

Dan aku pun menutup jendela kamar beserta gordennya.

--------------------------

*Putra's POV*

Similarities of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang