15. Faktanya

7 4 5
                                    

Saat tak tahu, aku ingin mengetahuinya, tapi saat sudah tahu, aku justru tak ingin mengetahuinya.
Jadi, bagaimana dengan faktanya?

Rafika Deraya

➖➖➖

Sudah 3 hari sejak pertengkaran Papa dan Mama. Mereka tampak biasa aja, tapi sorot matanya jelas ada apa-apa. Sepertinya hanya aku yang menyadari itu, sementara kak Fisha, ah, dia terlalu sibuk untuk menyadari hal ini.

Aku berjalan gontai ke meja makan, dengan pakaian tidur masih melekat di tubuh tinggiku.

"Ma, Pa," panggilku pelan.

"Kenapa, Fika?" Mama segera bangkit dari duduknya, ia menuntunku duduk di kursiku.

"Fika demam?" tanya Papa setelah meraba dahiku.

"Aku izin nggak sekolah ya."

"Iya, sayang, nanti Mama telpon wali kelas kamu, ya."

"Sekarang istirahat lagi, yuk, kakak anter." Kak Fisha meraih lenganku, membawaku kembali ke kamar.

Aku kembali berbaring di tempat tidur, rasanya tidak enak, aku seperti tak punya tenaga sedikit pun.

"Fika." Mama masuk dengan sebuah nampan di tangannya.

"Ini ada bubur, sama obat penurun panas, mau Mama suapin?" tanyanya lembut.

Aku menggeleng, teringat pertengkaran 3 hari lalu. "Nanti aku makan, Ma."

"Maaf, ya sayang, Mama harus pergi sama Papa. Nanti sore kita pulang ya, kalo ada apa-apa hubungi Mama, ya."

Aku hanya mengangguk lemah, berbicara saja rasanya sulit.

"Pintu Mama kunci, ya. Kalau ada yang datang, pintu belakang bisa Fika buka."

"Iya, Ma."

Setelahnya aku benar-benar sendiri. Bahkan disaat aku seperti ini pun, mereka tega meninggalkanku. Aku jadi semakin yakin aku bukan anak kandung di keluarga ini.

Abang is calling ...

Aku berdecak saat melihat siapa yang menelepon. Sudah 3 hari kak Rama terus menerus menelepon dan mengirimiku pesan. Entahlah, aku masih sedikit marah padanya.

Mengingat hari ini ada rapat bersama anggota MPK, aku menghubungi kak Maya.

Kak May

Kak, Raya izin ya hari ini
Raya nggak enak badan

Setelah dirasa cukup, aku duduk untuk memakan bubur yang dibawakan Mama.

"Hambar."

Aku meletakkan kembali mangkuk berisi bubur itu, rasanya hambar, aku tak suka.

Daripada tambah parah, aku memutuskan untuk minum obat penurun panas, berharap demamku segera sembuh.

Bukannya merasa lebih baik, aku malah merasa mengantuk, sepertinya aku akan tertidur.

➖➖➖

Abang is calling ...

Aku terbangun karena dering ponsel yang entah sudah berapa kali berbunyi.

Dengan kesal, aku tekan tombol merah untuk menolak.

"Rasain tuh!"

Esok dan SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang