Pagi yang cerah siap menyambut semua makhluk hidup di seluruh penjuru alam semesta, bumi lebih tepatnya. Sinar sang surya dengan cantiknya mengendap-endap masuk melewati celah jendela. Mengusik tidur nyenyak gadis bernetra hitam legam. Kedua bola matanya berusaha untuk menetralkan pantulan sinar sang surya, mengerjap-ngerjap dengan cantiknya. Satu bulu mata lentiknya jatuh. Pertanda ada seseorang yang merindukannya. Bullshit!
"Anak gadisnya Mama Valen ayo bangun," ucap seorang pemuda. Tersangka dari terbukanya tirai di kamar Kara.
"Kak Arsen ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya Kara. Gadis itu melirik jam di atas nakas, pukul 07:05.
"Mumpung sekarang hari minggu, Kakak mau ngajak kamu joging. Udah satu bulan kita nggak joging. Keburu malesnya naik level nanti." Jawab Arsen. Menarik selimut yang melilit pada tubuh Kara lalu membantu gadis itu bangun dari tempat tidur.
"Ihh, aku males banget sumpah. Mau tidur lagi aja deh, Kak." Balas Kara hendak menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.
Arsen dengan cepat menahan tubuh gadis itu. "Udah cepetan jangan males-males. Habis joging nanti Kakak beliin apapun yang kamu mau. Sekalian mau ngetes kamu udah belajar buat UTBK sampai mana keahliannya."
"Janji ya apapun yang aku mau?"katanya sambil menjulurkan jari kelingking. Meminta untuk bertaut sebagai tanda menyetujui sebuah perjanjian.
"Janji, asal jangan yang aneh-aneh aja,"
Kara tersenyum senang, "Oke. Tunggu di bawah Kak, aku mau siap-siap ganti baju dulu." Arsen mengangguk lalu turun ke bawah.
Di bawah, pemuda itu bertemu dengan adik kesayangan Kara, Eksha Danadipta. Bocah berusia 9 tahun yang sedang sangat usil-usilnya.
"Pagi Om Arsen," sapanya meledek.
"Heh, kok manggilnya Om? Kakak masih mudah lho, Sha." Jawabnya tidak terima.
"Suka-suka aku sih. Kok Om yang ngatur? Kan hidup-hidup aku!" jawab Eksha lebih tidak terima.
Lah bocah!
"Dek, jangan teriak-teriak gitu," tegur Mama Valen.
"Om Arsen yang mulai duluan, Ma..."
"Lah malah ngadu. Kakak nggak ngapa-ngapain perasaan. Kamu yang mulai duluan manggil Kakak pake sebutan Om. Dikira Kakak udah setua itu apa?" cerocos Arsen.
"Ma, liat tuh, Ma. Masa Eksha Danadipta dimarahin sama Om-Om?"
"Eksha udah deh jangan mulai. Kak Arsen baru dateng jangan diajak gelut dulu." Jawab Kara yang baru turun dari kamarnya.
"Diem, Kak. Kamu nggak tau apa-apa!" jawab Eksha lalu lari ke belakang rumahnya.
"Kenapa sih, Ma?" tanya Kara pada Mama Valen.
"Minta beli mainan robot-robotan tapi nggak dibolehin sama Papa." Jawab Mamanya.
"Lah kok malah emosinya ke kita? Bocah aneh emang," kata Kara ikut sebal. Eksha memang seperti itu anaknya. Jika ingin sesuatu namun tidak dituruti, pasti memusuhi semua orang. Meskipun orang tersebut tidak tau apa-apa.
"Namanya juga anak kecil, Kara." Kata Arsen. "Kamu juga kalau nggak diturutin suka ngambek gitu," lanjut Arsen diangguki Mama Valen.
"Malah jadi disama-samain sama aku. Udah lah males, nggak mood, nggak jadi jogingnya," katanya merajuk.
"Tuh kan. Baru digituin aja udah emosi," goda Arsen.
"KAK ARSENN!!" teriak Kara kesal.
"Bercanda Kara bercanda. Ayo berangkat joging. Tante Valen, Arsen pinjam dulu anak gadisnya boleh?" izin Naren pada mama Valen.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul, Karamela
Teen FictionSempurna itu tidak pernah ada. Jika itu ada, mungkin hanya judul sebuah lagu. Sejauh manapun kamu mencari kehidupan yang sempurna, kamu tidak akan menemukannya. Carilah kehidupan yang mampu membuatmu merasa utuh. Bagi seorang Karamela Nareen Calasy...