Bagian 17: SURVIVING IS GREAT

5 1 0
                                    

"Kak Arsen jalan di samping aku dong. Masa di belakang kaya gitu," protes Kara. Sedari tadi Arsen berjalan di belakangnya.

"Memangnya kenapa kalau jalan di belakang kaya gini?" tanya Arsen tetap berjalan di belakang gadis itu.

"Nggak enak, Kak." Jawab Kara.

Gadis itu tiba-tiba berhenti berjalan membuat Arsen yang di belakangnya kaget dan menabrak Kara.

"Ihh, malah nabrak-nabrak!"

"Nggak sengaja, Kar. Kamu tiba-tiba berhenti mana Kakak tau,"

Kara menghembuskan napas kasar lalu mensejajarkan dirinya di samping Arsen. Kara mengeluarkan tangan kiri Arsen yang masuk ke dalam saku celana dan menggenggam telapak tangan besar itu.

"Gini kan enak." Ucap Kara kemudian kembali berjalan.

Sementara Arsen meneguk ludah dengan kasar. Jantungnya berdebar kencang ketika tangannya digenggamnya oleh telapak tangan kecil yang begitu hangat.

"Kak, kok kamu sekarang lebih banyak diem sih? Nggak banyak bicara kaya dulu," tanya Kara. Gadis itu melihat ada sedikit perubahan pada Arsen.

"Nanti kalau banyak bicara dituduh gombal terus. Diem gini salah juga. Serba salah laki-laki itu, ya?"

"Ya maksud aku bicara random gitu. Kaya cerita-cerita keseharian Kakak ngapain aja. Di kampus gimana, kuliah itu enak atau enggak, temen-temennya baik atau bermuka dua, dosennya ganteng apa enggak-"

"Cerewet banget anaknya Wijaya." Potong Arsen membuat Kara mengerucutkan bibirnya.

"Aku aduin ke papa lho," ancam gadis itu.

"Aduin aja nggak apa-apa. Papa kamu nggak akan apa-apain Kakak juga,"

"Nyenyenyenye..."

"Pertama, di kampus biasa-biasa aja, karena nggak ada yang menarik. Yang menarik itu cuma Karamela. Kedua, kuliah itu enak. Yang bikin nggak enak adalah tugas-tugas dan lapraknya. Ketiga, kalau untuk masalah pertemanan itu relatif. Ada yang baik ada yang nggak juga. Makanya pinter-pinter cari temen kalau di kuliahan. Pertemanan di kuliah sama masa-masa SMA itu beda. Keempat, dosen Kakak udah tua-tua. Kalaupun ada yang muda ya buat apa? Udah puas, peri kecil?"

"Jadi takut buat cari temen baru lagi. Apalagi besok pisah sama Monela dan Fajar."

"Takut kenapa? Nggak semuanya jahat, Kar. Kalau kamu tulus berteman pasti nanti yang tulus-tulus juga yang kamu dapat. Apa yang kamu tanam, itu yang akan kamu petik. " Jelas Arsen. Telapak tangannya semakin erat untuk menggenggam tangan Kara.

"Monela sama Fajar ambil jurusan apa?" tanya Arsen.

"Monela ambil Hukum, kalau Fajar Psikologi kaya Kakak."

"Wih, keren. Tapi kalian daftarnya di kampus yang sama atau beda?"

"Sama kok. Daftar di kampus Kakak hehe, kampus favorit,"

"Semoga kalian bertiga nanti memperoleh hasil yang terbaik,"

"Aamiin, makasih, Kak."

"Sama-sama."

Setelah berjalan cukup jauh mereka memilih untuk duduk di depan minimarket. Ditemani dengan satu cup panas dan hot chocolate, keduanya berbincang-bincang mengenai banyak hal.

"Mau beli jajan nggak, Kar?" tanya Arsen.

Kara menimang-nimang apa yang ingin ia beli. Masalahnya di sini banyak kedai makanan. "Seblak boleh nggak?"

"Rendaman kerupuk?"

"Seblak Kak bukan rendaman kerupuk. Boleh ya? Sama telur gulung enak deh."

"Nggak boleh. Harus dijaga pola makannya. Mending beli cake aja kalau nggak salad buah di minimarket."

My Soul, KaramelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang