Sebuah mobil baru saja parkir di tempat parkir rumah sakit. Setelah mendapat kabar dari Eksha bahwa Kara sudah sadar, Monela dan Fajar segera menyusul ke rumah sakit.
Keduanya berjalan berdampingan memasuki gedung besar serba putih itu. "Pasien atas nama Karamela Nasreen Calasy dirawat di kamar berapa, Sus?" tanya Fajar kepada resepsionis.
Mereka lupa menanyakan kamar rawat inap Kara pada Eksha tadi. "Kamar Aster nomor 19A ada di lantai 3."
Setelah mengucapkan terima kasih Fajar menggandeng telapak tangan Monela agar berjalan lebih cepat untuk menaiki lift. Setibanya di lantai tiga mereka melihat ada Arsen yang baru saja sampai dan hendak masuk ke dalam kamar.
"Kak Arsen!" panggil Monela membuat Arsen menengok ke kebelakang.
"Monela, baru sampai kalian?" Fajar mengangguk.
"Ya udah ayo masuk bareng." Ajak Arsen lalu mereka berdua mengetuk pintu dan masuk.
Di dalam kamar ternyata terdapat banyak orang. Ada papa Wijaya, mama Valen, bunda Olive, Eksha, dokter Hanaya dan satu asistennya. Ketambah Arsen, Monela dan Fajar.
Dokter Hanaya sedang memeriksa keadaan Kara yang masih lemas. Gadis itu beberapa kali menutup matanya lebih lama untuk menyesuaikan cahaya dan lingkungan sekelilingnya.
"Hallo Nona Kara, bisa dengar suara saya?" tanya dokter Hanaya pada Kara. Dokter Hanaya melontarkan pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali, dan pertanyaan ketiganya baru mendapat respon anggukan lemah dari gadis itu.
Tangan Kara bergerak menelusuri alat bantu oksigen, mencoba untuk melepasnya. "Se--sesak." Ucapnya tersengal.
"Maaf, untuk keluarga mohon tunggu di luar terlebih dahulu Pak, Bu. Dokter butuh ruang untuk memeriksa kembali keadaan Nona Kara." Kata sang perawat meminta agar mereka yang berada di sana untuk menunggu di luar kamar.
Arsen keluar paling akhir. Pemuda itu menatap Kara penuh harap. Ia berharap tidak terjadi apa-apa pada gadisnya.
Setelah keluarga Kara keluar kamar, dokter Hananya segera memeriksa keadaan Kara. Mengatur beberapa alat yang terpasang pada tubuh gadis itu.
Semua orang yang berada di luar kamar rawat inap tengah merapalkan berbagai doa. Memohon pada sang maha pencipta agar membuat semuanya baik-baik saja.
"Bunda, bisa ngobrol sebentar?" tanya Arsen pada bundanya.
Bunda Olive menatap putranya, mengerti ke mana arah pembicaraan yang akan Arsen bicarakan. Mereka lantas pergi dan meminta izin terlebih dahulu pada Wijaya.
Arsen dan bunda Olive berdiri pada depan pintu tangga darurat. Tempat yang sepi ini menjadi saksi betapa marahnya seorang ibu pada sang anak.
"Sekali lagi Bunda bilang," bunda Olive menjeda kalimatnya, "sampai kapan pun Bunda nggak akan setuju. Berhenti bahas hal-hal konyol, Sen. Jangan pernah ambil keputusan seperti ini tanpa persetujuan Bunda. Dokter bukan Tuhan!"
Bunda Olive pergi setelah menyelesaikan kalimatnya. Meninggalkan Arsen yang hanya diam membisu.
Arsen kembali untuk menuju kamar inap Kara. Ketika ia sampai di koridor ternyata sudah tidak ada satu orang pun di depan kamar inap Kara. Arsen masuk dan melihat Kara yang sedang disuapi bubur oleh papanya. Sejak kemarin malam gadis itu belum makan sama sekali.
Arsen mengalihkan pandangannya pada bundanya yang sedang duduk dengan mama Valen. Bundanya mengalihkan tatapan ketika kedua mata mereka bertemu.
Monela dan Fajar duduk di kursi dekat jendela bersama Eksha. Mengobrol beberapa hal seputar kegiatan yang Eksha lakukan di hari libur.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul, Karamela
Teen FictionSempurna itu tidak pernah ada. Jika itu ada, mungkin hanya judul sebuah lagu. Sejauh manapun kamu mencari kehidupan yang sempurna, kamu tidak akan menemukannya. Carilah kehidupan yang mampu membuatmu merasa utuh. Bagi seorang Karamela Nareen Calasy...