5.jinxed

98 10 3
                                    

please vote & comments for appreciation
—and enjoy the story!!!

Minho tidak bisa tidur malam ini, ia lebih memilih memandangi langit malam dari teras yang tak pernah bisa ia dapatkan. Terlalu indah untuk ditinggal tidur, begitu pikirnya.

Cahaya rembulan, hamparan bintang, kunang-kunang, dan udara yang tidak begitu dingin membuatnya merasa tenang.

Minho membenarkan duduknya, ia melihat sekeliling. Rumah-rumah disini sangat unik, mereka semua memiliki patung kucing putih di halaman depan.

Han bilang, ini tradisi mereka yang tidak boleh dihilangkan. Kucing putih melambangkan keberuntungan dan kesejahteraan.

Han menghampiri Minho, ia membawa dua gelas teh hangat. Han duduk di sampingnya, meneguk teh yang ia bawa. "Jadi lu sama Chan adik kaka?" yang ditanya mengangguk.

"Kaka angkat" sanggah Han.

"Kenapa lu gak pernah bilang, soal dunia ini juga"

"Karena ini rahasia, yang sebenarnya gak boleh diungkapin"

"Tapi—"

"Tapi adanya aturan itu untuk dilanggar" ucap Han yang memotong ucapan Minho.

Plak!

Kepala Han dipukul dari belakang, itu Chan, memukul Han dari jendela kamar yang terbuka. "Makanya dia dibuang ke bumi buat sementara waktu, kalo sekarang mungkin bakal di blacklist" terangnya.

"Kalo gitu gue harus balik ke bumi sekarang" ucap Minho dengan raut wajah yang khawatir. Han menggeleng kan kepalanya.

"Gak perlu, gue yakin sekarang gak ketahuan" Han tersenyum "tidur, besok gue ajak keliling sekalian gue kenalin ke yang lain" lanjutnya dan masuk kedalam rumah.

゚+*:ꔫ:*﹤happiness﹥*:ꔫ:*+゚

"Han Jisung"

Yang disebut menatap sang hakim dari bangku terdakwa dengan tatapan pasrah.

"Anda telah melanggar undang-undang nomor 3 ayat 7 sebanyak tiga kali, maka akan dijatuhi hukuman penghilangan kekuatan secara permanen"

Tok! Tok!

Palu hakim diketuk dua kali, menandakan keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat. Han membenturkan kepalanya ke meja, ia menghembuskan nafas kasarnya.

"Han?" Panggil seseorang, Han mendongak. Itu suara Chan yang berdiri di sebelah wanita tinggi dengan jubah hitam, ia adalah seorang power controller. Han berdiri mengikuti arahan nya, ia berlutut di hadapan meja hakim.

Han memejamkan matanya dengan kedua tangan yang memegang dada kanan.

Sang power controller menaruh lilin-lilin hingga membentuk lingkaran, hanya dia dan Han yang ada didalam lingkaran.

Lampu ruangan dipadamkan, gelap. Karena hanya itu penerangan yang ada. Sang power controller berdiri di belakang Han, ia menautkan kedua tangannya.

Dengan bersamaan semua lilin yang melingkari mereka menyala, dia mulai merapalkan sebuah mantra-mantra.

"Akh!" Han meringis, ia menekan dadanya kuat-kuat, berharap agar rasa sakitnya menghilang. Namun hal yang ia lakukan itu sia-sia, yang ada rasa sakitnya semakin menjadi dan menjalar ke seluruh tubuh nya.

Cahaya biru dari dadanya memancar keluar. Tangan sang controller bergetar hebat, darah segar dari hidungnya mengalir deras hingga mengotori lantai.

Lilin-lilin mulai padam dengan sendirinya.

Brak!

Ia tumbang, tapi Han masih dengan rasa sakitnya yang luar biasa. Chan yang merasa sudah diluar kendali langsung menyalakan kembali lampu ruangan, ia tersentak ketika melihat darah yang terus mengalir membanjiri lantai. Dan Han yang terus menerus meringis kesakitan.

Para penjaga yang ada langsung membawa sang power controller dan memanggil yang lain untuk membantu Han.

"AKHH!" Teriak Han seperkian detik lalu pingsan.

゚+*:ꔫ:*﹤happiness﹥*:ꔫ:*+゚

Han tersadar diatas ranjang rumah sakit, bau obat-obatan yang khas menyeruak masuk kedalam indera penciuman nya.

Han menatap dokter paruh baya yang berdiri disampingnya bersama dengan dua suster lainnya, mereka nampak sedang memeriksa keadaan nya.

"Han Jisung" suara serak mengenterupsi telinganya.

"Kau akan dirawat dua hari, gunakan waktu itu untuk istirahat" ucap sang dokter lalu pergi.

Ruangan yang hanya diisi olehnya seketika hening, hanya ada hembusan angin sore dari jendela yang terbuka. Sedikit beruntung karena jendelanya langsung menghadap pada taman rumah sakit.

Han menyandarkan tubuhnya pada headboard kasur. Ia membolak-balikan telapak tangannya, merasa sedikit aneh karena kekuatan nya sudah hilang, sepenuhnya.

Pintu kamar terbuka, Han melirik dan mendapatkan dua orang yang sangat ia kenal. Mereka membawa beberapa bingkisan, Minho dan Chan, siapa lagi jika bukan mereka.

"Gimana keadaan lu? Udah baikan?" tanya Minho yang berniat menaruh cheesecake diatas meja. Bukannya menjawab pertanyaan Minho, ia lebih memilih untuk memakan cheesecake yang Minho bawa.

"Kayanya gak apa-apa ya, haha" gumam Minho dengan kekehan kecil diakhir kalimat, Chan yang melihat sikap sang adik lantas mengusap surai coklat tua milik Han dengan lembut.

"Sorry ya Han, gara-gara gue lu jadi kehilangan kekuatan lu" ucap Minho dengan nada menyesal.

"Harusnya gue yang minta maaf, gue tau resikonya tapi tetep gue lakuin" balas Han "masih mau diulang?" Chan menimpali, Han menggeleng penuh penyesalan.

Ketika mereka diliputi dengan aura tak mengenakan pintu kamar kembali terbuka, menampakkan seorang pria dengan setelan rapih memasuki ruangan.

"Minho Lee?" tanya salah nya, Minho mengangguk "ada apa?"

"Sebelum itu saya perkenalkan diri terlebih dahulu, saya Kim dari pengadilan"

"Hari ini anda harus kembali ke bumi, disini bukan tempat anda" lanjutnya, mendengar hal itu Minho merasa sedih.

"Ta-tapi, apa saya tidak bisa tinggal disini saja?" tanya Minho dengan penuh harap, Kim menggeleng "maaf tuan Lee, tapi tempat mu bukan disini— ayo" kemudian Kim menarik Minho keluar, Han dan Chan hanya diam, mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

"Kita bakal kehilangan dia lagi?"

"Never!" jawab Chan final.

"Kita akan ke laboratorium" ucap Kim yang berjalan selangkah didepan Minho, koridor rumah sakit nampak sedang sepi, hanya ada suara derap langkah mereka yang jalan lurus kearah lift khusus.

Kim menekan tombol dengan lambang L, hanya ada mereka di dalam lift. Hawa nya terasa cukup canggung untuk beberapa menit sebelum pintu lift kembali terbuka.

Sebuah koridor putih polos dan pintu baja menyambut mereka. Minho mengikuti langkah Kim dan sesaat kemudian asap putih keluar dari sudut-sudut ruangan.

Kim menengok kearah belakang "ini disinfektan" mendengar ucapan itu Minho membulatkan bibirnya. Ia sempat berpikir jika ini adalah asap yang bisa membuatnya pingsan.

Pintu baja didepan mereka terbuka, menampilkan beberapa orang dengan jas putih, pelindung mata, serta sarung tangan medis yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Kim menghampiri pria paruh baya yang sedang mengamati empat pria yang berkerja dengan cairan berwarna, mereka berbincang-bincang dan sesekali melirik kearah Minho.

HAPPINESS, Lee KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang