7.twin of bullies

88 10 2
                                    

please vote & comments for appreciation
—and enjoy the story!!!

Empat hari yang damai bagi Minho, ia sudah tak bertemu lagi dengan dua preman yang selalu membuat nya gelisah. Namun kegelisahan nya ini berganti pada makhluk menjengkelkan yang sedang berdiri dihadapan nya.

Perempuan yang ia temui di halte.
Kalimat terakhir yang perempuan itu lontarkan menghantui pikiran nya siang dan malam.

Dan malam ini juga Minho memutuskan untuk menemui nya.

"Akhirnya lu tetep dateng juga" nada yang ia gunakan cukup mengejek "jadi lu bakal bantuin gue, gimana caranya?" ucap Minho langsung pada topik yang akan dibahas, menghiraukan ejekan perempuan dihadapannya.

"Easy, sama kaya Han yang bawa lu kesana. Tapi gue udah susun secara matang, gak kaya Han ceroboh Jisung itu. Gue juga udah atur semua yang lu butuhin disana"

Perempuan itu mengeluarkan sesuatu dari saku jaket nya, dengan tiba-tiba ia menarik kerah Minho, menempel kan benda tumpul nan panas pada dada kiri nya.

"Goddamn it!" Minho mendorong perempuan itu menjauh dari nya "maksud lu apa?!" gertak Minho sembari menahan perih yang dihasilkan dari benda tadi.

Bukannya meminta maaf perempuan tersebut malah tersenyum miring melihat Minho kesakitan. "Tanda pengenal Teetranium, gue juga udah bikin identitas palsu" ucap nya santai.

"Ini" ia melemparkan batu kecil berwarna merah, sebuah ruby? "Itu jimat keberuntungan gue, gue udah gak butuh itu lagi"

"Disana lu bakal ketemu Jeongin, cowo itu bakal bantuin lu juga" perempuan itu menggenggam tangan Minho, semua hal yang pernah ia rasakan terjadi lagi.

"Misi gue udah selesai, mengantarkan Minho ke tempat yang bakal buat dia bahagia. Entah ending nya akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, atau akan membuat sejarah baru. Setidaknya dia dikelilingi oleh orang-orang baik—gue pamit"

Minho membuka matanya perlahan, sedikit demi sedikit ia menangkap cahaya matahari masuk ke dalam penglihatannya.

Penampakan sebuah taman kecil yang dipenuhi anak kecil yang sedang bermain dan bersenda gurau berhasil membuat Minho bahagia, lagi.

"Udah puas liatin anak-anak?"

Ia melirik kesamping kirinya, seorang pria yang lebih tinggi menatap dengan tajam menggunakan mata rubah nya itu. Minho sama sekali tidak menyadari keberadaan nya.

"Jeongin, ya?" yang di sebut mengangguk malas.

"Ahh, gue sebenernya gak mau nyebut lu kak— tapi daripada gue di geprek kak Chan mending gue turutin" keluh Jeongin tepat di samping orang yang di maksud, aura dingin nya menguar bagaikan ada tembok baja yang tak bisa ditembus.

"Ayo Ho—Kak"

Minho yang mendengar itu sedikit tertawa "santai aja, lu bisa panggil gue Minho" ucap nya santai agar tidak ada kecanggungan diantara mereka "emang lu umurnya berapa?" tanya Minho tiba-tiba.

Jeongin berjalan meninggalkan Minho dengan tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana "enam belas, disini panas ayo balik" Minho mengikuti nya, berjalan sejajar dengan anak yang lebih muda dua tahun.

"Cuma beda dua tahun ya"

Semoga dengan adanya lu, bisa menghapus luka lama, batin Jeongin yang semakin berharap.

Setelah nya hening, hanya ada suara gesekan antara sepatu dengan daun-daun kering yang berguguran.

゚+*:ꔫ:*﹤happiness﹥*:ꔫ:*+゚

Han, pria dengan pipi chubby yang hanya sibuk mengubah posisi badannya di atas sofa sejak dua jam lalu. Salah satu teman nya yang tak kalah bosan juga hanya berguling-guling di lantai, Chan sebagai yang tertua dan terwaras memilih untuk membaca komik di pojok ruangan.

"Aaaa, si bocil kapan balik si"

Plak!

Sebuah botol minuman meluncur kencang mengenai kepala Han "headshot!" ucap nya girang— itu adalah suara seseorang yang melempar botol.

"Anjing! Jeongin"

"Gue gak punya anjing"

"Jeong" ucap Chan dingin, "sorry" Chan meletakkan kembali buku komik nya ke dalam rak. Han berlari-lari kecil keluar ruangan dan langsung memeluk Minho hingga yang dipeluk limbung ke belakang.

Mereka tertawa bersama.

"Lima hari gak ketemu lu, hampa banget rasanya"

"Dua Minggu nih" timpal Han "adu nasib lu?" canda Minho.

"Lu pada mau saling tindih kaya gitu terus sampe malem? diliatin tetangga noh" itu bukan suara Chan apalagi Jeongin, melainkan suara pria asing dengan wajah familiar.

"Sky, lu masih hidup?!" Minho tak percaya, ia langsung menghampiri Sky "gue Seungmin, Kim Seungmin"

"Seungmin?" Ulang Minho, Han yang tau ini akan terjadi langsung mendorong masuk Minho kedalam rumahnya.

Mereka duduk melingkar di dalam perpustakaan pribadi Chan, Minho berkali-kali menghindari kontak mata dengan tiga pria yang memiliki wajah familiar.  Menyebalkan sekaligus menyeramkan.

"Oke, jadi disetiap universe kita punya kembaran?" itu Minho yang bertanya pada Chan yang telah menjelaskan panjang kali lebar hingga bibirnya kering, yang ditanya mengangguk.

"Kaya Changbin yang mirip Lewis, Hyunjin mirip Sam dan Seungmin yang mirip Sky?"

"Tapi kita beda, di bumi peran mereka jadi antagonis. Tapi disini gue yakin punya peran protagonis" ucap Changbin yakin, Minho mengangguk kikuk mencoba untuk menerima kenyataan.

Dia tahu kalau mereka manusia yang berbeda tapi tetap saja— oh ayolah siapa yang tidak kesal jika bertemu dengan wajah-wajah yang mirip dengan manusia yang pernah merundung nya habis-habisan.

"Gue minta maaf, gue denger dari Han kalau gue yang paling kejam" ucap Hyunjin, hawa di dalam ruangan kini tak mengenakan, dingin, canggung dan keheningan diantara mereka.

"Lu gak perlu minta maaf, lagian itu bukan lu— gue kedepan dulu ya" balas Minho lalu berjalan kearah teras, baru saja Hyunjin mau menghampiri Minho tapi tangannya ditahan oleh Chan.

"Biarin dia tenangin diri dulu, nerima kenyataan gak segampang itu"

"Gue ngerasa kita ngundang dia kesini cuma buat nyakitin hatinya, bukan buat dia bahagia" ucap seseorang dengan suara bergetar yang sedari tadi diam, dia Seungmin.

"Hati kita juga, haaa" Jeongin menimpali "yakin sekarang bisa berhasil?" lanjutnya yang menjadi pusat perhatian.

Mereka yang mendengar kalimat Seungmin dan Jeongin tersenyum kecut, apa yang dia katakan tidaklah salah sepenuhnya.

Matahari sudah terbenam sepenuhnya, cahanya kini digantikan oleh bulan purnama yang terang. Namun Minho masih saja duduk sendirian di teras, tak melakukan apa-apa sejak jam tiga petang.

"Minum, kalau lu masuk angin repot" Felix menaruh secangkir teh hangat di meja.

"Makasih" Minho langsung mengambil cangkir teh dan meminumnya, Felix memperhatikan wajah Minho dengan lekat dari samping.

Memori beberapa bulan lalu yang terekam jelas di dalam otaknya kini kembali muncul, menimbulkan rasa sakit di dadanya—rasa sesak dan sebuah penyesalan menjadi satu.

"Kenapa?" suara Minho menyadarkan, Felix langsung mencari objek lain yang lebih menarik "gak apa-apa"

"Felix" panggil Minho "mereka gak akan jahat ke gue kan?" lanjutnya, Felix tau siapa yang dimaksud. Ia dengan sigap langsung menggeleng kuat "mereka baik kok, walaupun kadang bikin jengkel" balas Felix dengan tawa agar tak canggung.

"Masuk yu, makan malem nya pasti udah siap" ajak Felix yang disetujui Minho.

HAPPINESS, Lee KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang