Prolog

99 22 40
                                    

Tangan seorang lelaki terikat kuat di belakang tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan seorang lelaki terikat kuat di belakang tubuhnya. Terduduk di atas kursi lipat yang berkarat dan hampir terbilang rapuh.

Napas lelaki itu terengah kencang setelah mendapat puluhan cambukan dari pria besar di hadapannya. Tak hanya cambukan, pria itu juga meninju wajah Gevano Bumi Pradika—lelaki yang diperkirakan sudah lebih dari satu tahun tertahan di tempat tersebut.

Tempat yang begitu pengap, tidak ada sirkulasi udara dan hanya terdapat satu lampu yang menerangi sedikitnya daerah ruangan itu. Walau sesekali lampu berwarna kuning tersebut sempat mati-nyala tanpa sebab.

Gevan mengembuskan napas panjang. Tak lama pukulan kembali mendarat di pipinya, membuat wajah yang telah bengkak itu tertoleh untuk kesekian kali.

Darah segar langsung mengalir dari hidung dan mulut Gevan. Entah berapa liter ia telah kehilangan darahnya, yang jelas kepala Gevan sudah pening berat. Kepalanya terasa tidak dapat terkondisikan kembali, pandangan Gevan semakin memburam.

Pria besar itu mencengkeram rahang tirus Gevan secara kuat, memaksa agar dirinya menatap wajah seram pria itu.

"Saya tanya sekali lagi, siapa yang telah menyuruh Anda untuk membunuh Degana?"

Gevan menggeleng pelan. Matanya terlihat begitu sayu dan lelah. Ia ingin segera keluar dari tempat itu, atau mati saja ketimbang harus menerima siksaan yang pedih.

Tenggorokan lelaki itu sudah kering, bahkan terasa sakit ketika Gevan menelan ludahnya sendiri.

"Saya tidak membunuh siapa pun," tutur pelan Gevan.

Rahang Gevan dipukul oleh tangan besar pria itu. Mungkin ada beberapa tulang yang retak, sebab terdengar bunyi gesekan tulang saat kepala Gevan terdongkak ke atas.

"Tidak akan ada korban jika tidak ada pelaku."

Gevan berdecih pelan. Dengan hati-hati, Gevan menegakan kembali kepalanya agar rasa sakit tidak terlaku dirasakan.

"Saya sudah bosan mendengar kalimat itu."

Gevan benar-benar muak. Kegiatannya selama satu tahun ini hanya dipenuhi oleh siksaan, juga kalimat dan pertanyaan yang sama setiap harinya.

Ia ditahan atas tuduhan pembunuhan terhadap salah seorang pria berusia 30 tahun yang mereka anggap 'orang berpengaruh' di dalam suatu kelompok penting.

Gevan sendiri bahkan tidak mengetahui kelompok penting yang dimaksudkan, namun Gevan mengenal pria bernama Degana itu. Apa karena ia mengenal sehingga membuat dirinya dituduh sebagai pelaku?

Gevan hanyalah lelaki culun nan polos, tidak mau ikut campur urusan orang lain dan selalu menyendiri.

Tetapi suatu hari Gevan ditangkap oleh orang tak dikenalnya. Penangkapan terjadi ketika Gevan bersama kawan-kawannya tengah melakukan aksi pemberontakan.

Awalnya Gevan pikir, dirinya diculik karena atas dasar mempertanyakan siapakah dalang yang menyuruh para mahasiswa turun ke jalan. Rupanya selama ini Gevan hanya dituduh sebagai pembunuh Degana–orang berpengaruh yang mereka maksudkan.

Jika menggunakan logika, kalau memang Gevan sebagai tersangka pembunuh, mengapa mereka menahannya di sini dan bukan membawa ke polisi atau pengadilan?

Gevan sendiri tidak merasa masalah jika dirinya diasingkan. Toh sedari dulu Gevan memang selalu menjauhi kerumunan, bedanya di sini ada tambahan penyiksaan dari orang-orang yang mengawasinya.

"Mengapa Anda tidak langsung membunuh saya saja? Ketimbang bersusah payah untuk menyiksa saya selama berbulan-bulan." Gevan memberanikan diri untuk bertanya.

Rasa penasaran selalu muncul dan bertahan di dalam benaknya. Sebelumnya, ia belum begitu berani untuk mempertanyakan segala rasa penasarannya.

Aneh sekali. Biasanya setiap Gevan berbicara, pria besar itu selalu langsung memukul tubuh Gevan supaya mulutnya dapat bungkam. Tetapi sekarang, pria itu membiarkan Gevan meneruskan omongannya.

"Kalian sudah menganggap saya sebagai pelaku. Dengan segala macam bukti yang kalian tunjukan kepada saya, dan saya sendiri sangat tidak paham dengan bukti-bukti tersebut." Gevan menundukan kepala untuk menghindari tatapan kejam pria itu.

"Sebagai anak prodi hukum, saya paham betul akan hukuman yang didapatkan setelah membunuh orang berpengaruh. Yaitu hukuman mati atau penjara seumur hidup. Lalu, mengapa kalian tidak membunuh saya?"

Lelaki itu menaikan pandangan. Ia penasaran dan ingin menangkap ekspresi pria besar tersebut.

Pria itu melangkah mendekati Gevan. Dengan sebuah tongkat yang sebelumnya ia bawa dari sudut ruangan. Tak perlu waktu lama, pria itu langsung menghantam kepala Gevan begitu kencang, hingga tubuh Gevan terpelanting jatuh dari kursi lipat yang turut terguling.

Pria itu mendengkus. "Kami hanya ingin melihat belatung sepertimu tersiksa."

😼🐾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

😼🐾

Ekhem, ini baru prolog... kalemm

Jangan lupa vote sama komen, yakk

Luvvv u semuaaa ♡♡♡

Semangat menjalani harinyaaa

Confinement : Perjuangan Melawan Kesepian [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang