Gevano terbatuk hebat. Dadanya terasa sangat sesak, kemungkinan karena pukulan dari orang-orang yang menyiksanya. Beruntung suara batuk Gevano tersamarkan oleh suara air terjun dari Alvano yang mandi, jadinya ia tidak terlalu membuat Anandika khawatir.
"Nan, kalau kamu dikembalikan lebih dulu daripada aku, tolong sampaikan ini."
Anandika yang tengah mengusap luka di tubuhnya terhenti. "Sampaikan apa? Kepada siapa?"
"Kepada Adikmu, Andara. Sampaikan padanya, bahwa aku sangat mencintainya." Gevan terkekeh pelan. "Sori, aku udah mencintai Adikmu tanpa izin."
Anandika menggeserkan tubuh supaya lebih dekat dengan dinding yang bersebelahan dengan Gevano, agar ia dapat lebih jelas menangkap suara sahabatnya.
"Van, kita bakal keluar bareng. Kamu tenang aja. Kita—"
Perkataan Anandika terhenti ketika seseorang terdengar masuk ke lorong penjara yang sangat pengap itu.
"Tiga di antara empat orang yang Anda sebutkan ada di sini, Tuan."
Pintu jeruji dibuka oleh lelaki seibo, sesuai perintah atasannya. Mereka ingin membawa Gevano, Anandika yang kala itu baru menghiruo udara dengan tenang, dan Alvano yang tengah membersihkan badannya.
"Bentar, Pak. Saya lagi mandi, loh."
"Tidak ada alasan apa pun! Ayo, ikut kami," sentak lelaki itu.
Alvano buru-buru memakai bajunya yang peluh oleh darah serta keringat. Mungkin sudah waktunya Alvano mengganti pakaian, begitu pula dengan ketiga sahabat ya.
Mereka bertiga digiring ke ruang introgasi, lagi. Ruangan kali ini berdinding marmer putih. Cahaya cukup pas menerangi sekitaran. Ada satu meja dan empat kursi, tiga diantaranya saling berhimpitan. Gevano duga empat kursi itu akan diduduki oleh mereka, syukur tidak harus berdiri.
Setelah diamati lebih dalam kondisi ruangan tersebut, tidak ada senjata yang mungkin bisa digunakan orang-orang ini untuk menyiksa mereka. Mungkin kali ini mereka hanya diintrogasi saja tanpa ada siksaan jika tidak atau salah menjawab.
Gevano, Anandika, dan Alvano didudukkan serta diikat pada kursi lipat yang sejajar berendengan. Sementara kursi di seberangnya masih kosong dan mereka pikir salah seorang dari manusia itu akan duduk di sana. Rupanya tidak, mereka malah mendorong meja yang membatasi dan seolah menunggu kedatangan seseorang.
"Ini gadisnya, Pak."
Kompak ketiga orang yang terduduk itu menoleh ke arah pintu. Mata mereka terbelalak, apalagi Alvano sudah ingin bangkit dan segera menghampiri adiknya, namun ikatan pada tubuh yang menempel dengan kursi membuat pergerakan Alvano sia-sia.
"Diam di tempatmu!" Salah satu lelaki seibo memukul kepala Alvano.
Alvani didudukan pada kursi yang berhadapan dengan mereka bertiga. Tatapannya lemah seolah sudah lama tidak tertidur. Akan tetapi dilihat dari kondisi tubuhnya, Alvani tidak menerima siksaan secara fisik. Memar dan luka sayat tidak ada. Hanya area bawah mata menghitam serta rambut berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confinement : Perjuangan Melawan Kesepian [TERBIT]
Mystery / ThrillerHal yang semua orang takuti akhirnya terjadi. Ketika ribuan mahasiswa turun ke jalan‐-konon katanya mereka mengaku sedang "menyembuhkan negara"--para aktivis banyak yang dinyatakan menghilang dari peradaban. Disiasati akan ditanya siapa penggerak d...