Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
(Pict from pinterest)
"Apa kalian bertengkar?" Shikamaru merasa heran pada sahabatnya yang diam sepanjang perjalanan.
"Tidak," jawab Naruto singkat tanpa menatap sahabatnya. Matanya menatap ke luar jendela. "Kenapa?"
"Kau tampak sangat senang saat kita berangkat tadi, tapi kemudian murung saat pulang. Tadi kalian juga terlihat, hm, canggung?" Shikamaru mengutarakan pikirannya. Dia tidak suka menebak-nebak dan lebih suka bertanya langsung.
Naruto diam, tampak enggan menjawab. Hal itu membuat Shikamaru mengurungkan niat untuk bertanya lebih jauh. Sahabatnya tidak sedang dalam suasana hati yang baik.
Mobil hampir sampai di istana dan Naruto masih belum bicara sepatah kata pun. Tidak bisa menahan kekhawatirannya, Shikamaru akhirnya memilih berhenti di bahu jalan. Keduanya tidak akan leluasa bicara di istana.
"Kau baik-baik saja?" Kapten muda itu menoleh setelah mematikan mesin mobil. Dia semakin khawatir karena melihat mata sahabatnya yang memerah.
Kali ini Naruto menggeleng.
"Ada apa?" tanyanya dengan suara yang melembut.
Naruto kembali menggeleng.
"Naru, kau tahu aku khawatir padamu."
Mendengar ucapan sang sahabat membuat Naruto akhirnya menatapnya. "Shika, bagaimana rasanya jatuh cinta?"
"Hah?" Shikamaru terkejut dengan mulut terbuka.
Naruto menghela napas lalu kembali menatap ke luar jendela. "Aku hanya bingung dengan perasaanku," lirihnya kemudian.
Shikamaru dengan bijak tidak menyela. Dia juga tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan sahabatnya. Perasaan bukanlah hal yang mudah untuk diutarakan.
"Apa kau tahu kalau Sasuke pernah menginap di Nami Café?" tanya Naruto yang dijawab dengan sebuah anggukan.
"Fuu mengatakannya padaku tadi," tambahnya kemudian.
Naruto mengangguk mengerti. "Malam itu aku tahu dia berasal dari keluarga Uchiha. Tapi bahkan di pertemuan pertama kami, aku menyadari kalau dia berbeda dengan banyak pria yang kukenal, terlebih dengan keluarga Uchiha lainnya." Wanita itu menatap kedepan dan bertukar pandang dengan sang sahabat melalui kaca spion tengah.
"Dia menemuiku di hari berikutnya untuk mengucapkan terima kasih dan mengembalikan pakaian yang kupinjamkan. Malam itu dia basah kuyup karena badai." Kini Naruto menghela napas. "Aku tidak tertarik padanya, bahkan saat kami bertemu secara tidak sengaja di toko bunga, aku masih berniat untuk menjauhinya."
"Sampai kemudian dia datang ke istana bersama Madara Ojii-sama. Dia menyatakan keterkejutannya saat tahu identitasku. Meski begitu, dia bersikeras untuk menjadi temanku. Aku hampir menertawakannya karena jelas melihat kebingungan di wajahnya, mungkin karena merasa dilema dengan statusku. Aku tahu dia tidak menyukai kehidupan bangsawan, alasan kenapa dia memilih tinggal di Oto bersama pamannya."
"Ojii-sama dan Obaa-sama mengatakan padaku kalau dia sudah menyatakan perasaannya pada Madara Ojii-sama. Mereka hanya tersenyum padaku saat menyampaikan semua itu. Katanya semua tetap terserah padaku. Jujur saja, sejak saat itu aku beberapa kali memikirkannya."
Naruto lalu terdiam untuk beberapa saat dan Shikamaru tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. "Dan kalian bertemu kembali di pesta ulang tahun Perdana Menteri?"
Wanita itu mengangguk. "Tapi malam itu dia sudah berbeda."
"Berbeda?" tanya Shikamaru tidak mengerti.
"Kami sempat bertukar pandang saat dia meminta maaf. Saat itu aku tidak lagi melihat keraguan di matanya. Aku tidak heran saat Ku-nii kemudian marah karena merasa Sasuke ingin membawaku pergi. Karena aku pun merasa demikian." Naruto tersenyum. Masih terasa lucu baginya saat membayangkan kejadian malam itu.
Shikamaru dengan bijak tetap diam dan mendengarkan.
"Aku meminta ijin keluar aula bukan hanya untuk menghimdari Ku-nii, tapi juga untuk menghindarinya. Tidak kusangka dia berani meminta ijin pada Ojii-sama untuk bicara denganku." Lagi-lagi wanita itu menghela napas. "Dan malam itu dia dengan jelas menyatakan perasaannya dan bertanya apa aku keberatan dengan itu? Entah karena apa, malam itu akhirnya aku memberikan nomor teleponku padanya."
Naruto tiba-tiba tertawa. "Apakah aku konyol Shika? Aku belum pernah memiliki perasan seperti ini dan ini ... membuatku takut juga bingung."
Shikamaru menghela napas panjang saat melihat Naruto menutup wajahnya dengan telapak tangan. Kini dia mengerti apa yang tengah di rasakan oleh sahabatnya. Shikamaru keluar dari mobil lalu membuka pintu belakang dan duduk di sebelah Naruto.
"Naru."
"Shika aku takut," gumam Naruto dari balik telapak tangannya.
"Naru, lihat aku." Shikmaru menarik tangan yang menutupi wajah sahabatnya. "Kau jatuh cinta padanya?"
Naruto menatap sahabatnya dalam diam.
"Jawab aku, Naru."
Perlahan Naruto mengangguk. "Aku-," dia menghela napas panjang. "Aku merasa nyaman berbicara padanya. Terkadang tiba-tiba ingin melihat wajahnya. Apa seperti itu rasanya jatuh cinta?"
Shikamaru tersenyum lembut lalu mengusap pipi sahabatnya yang memerah. "Ya," jawabnya singkat. Hatinya masih merasa tersengat tapi jika ini yang akan membuat Naruto bahagia, maka Shikamaru akan merelakannya.
"Tapi ... bagaimana jika kemudian dia menyesal? Bagaimana jika Sasuke kemudian tidak tahan bersamaku dan ... dan meninggalkanku?" Suara Naruto terdengar putus asa.
"Itukah yang kau takutkan?" tanya Shikamaru.
Naruto mengangguk. "Apa dia akan bertahan denganku?" lirihnya, masih dengan nada putus asa.
Shikamaru mengangguk.
"Kau yakin? Dia tidak pernah suka terikat dengan peraturan dan tradisi, juga-,"
"Cobalah percaya padanya," Shikamaru menyela. "Jangan terburu-buru, siapkan hatimu untuk menerimanya dan menjalani hubungan kalian."
"Begitukah?" Naruto memiringkan kepala menatap sahabatnya, tatapannya lebih cerah. Dan Shikamaru yakin hati wanita itu sedikit lebih ringan sekarang. Dia pun kembali mengangguk untuk meyakinkan Naruto dengan ucapannya.
"Apa aku terlihat konyol sekarang?" Naruto kembali menanyakan hal yang sama. Pipinya memerah.
Tiba-tiba Shikamaru tertawa. "Tujuh tahun lalu, aku lebih konyol darimu." Tangannya menggenggam erat jemari Naruto.
Naruto termenung tapi kemudian mengerti apa maksud Shikamaru. "Tujuh tahun," lirihnya sembari tersenyum.
"Hm, tujuh tahun." Shikamaru pun melepas tangan Naruto lalu menghela napas untuk mengurangi rasa panas di dalam hatinya. "Kau tahu, mungkin Sekarang aku mulai paham dengan apa yang dirasakan oleh Namikaze-shinno." Kerutan di kening Naruto membuat Shikamaru melanjutkan perkataannya. "Aku akan membuat Sasuke menyesal sudah lahir ke dunia kalau berani meninggalkanmu setelah apa yang sudah dilakukannya."
Naruto akhirnya tertawa.
"Dan aku tidak bercanda, Naru."
Naruto tersenyum. "Aku tahu, terima kasih Shika."
***
***
>>Bersambung<<
Yuhuuuu, serial ini akan tetap tamat di wattpad meski slow update. Bagi yang minat, PDF Nami Cafe masih tersedia. Silakan langsung PM ya. Terima kasih untuk yang sudah support melalui trakteer.id. Love you all.
YOU ARE READING
Nami Cafe
FanfictionSasuke terjebak badai. Ditolong oleh seorang wanita hingga akhirnya bermalam di Nami Cafe. Pertemuan itu terus berlanjut hingga banyak hal membuat Sasuke terkejut. Nami, wanita yang membuatnya jatuh hati tapi sulit untuk didekati. Akankah perjuangan...