Chapter 4

67 7 0
                                    

Chapter 4
What The Heck?

Aku sudah terduduk santai, menunggu di kantor Samantha ketika jam yang melingkar di tangan kananku menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Awalnya, aku berniat untuk membuatnya terkesan. Namun aku tak bisa menggambarkan betapa menyesalnya aku melakukan hal ini.

Harus kuakui, bagiku untuk datang sepagi ini adalah sebuah keajaiban. Bukannya aku orang yang pemalas, namun aku hanya lebih suka memulai hariku lebih siang. Dan datang sepagi ini, aku harus jujur, butuh kerja keras.

Mulai dari Jacob yang sudah datang ke tempatku pukul setengah lima pagi untuk membangunkanku. Sebenarnya tidak butuh dua jam untukku bersiap-siap. Namun untuk berjaga-jaga apabila aku tidak mau bangun. Panggil aku kekanak-kanakan. Tak apa, memang itulah diriku yang sebenarnya. Kau tidak akan melihatku berpakaian rapi dan bertingkah profesional sebelum jam sepuluh pagi. Namun hari ini? Seperti yang kukatakan tadi. Keajaiban.

Namun sepertinya jam setengah tujuh pagi adalah 'jam untuk mulai bekerja yang normal' untuk Samantha. Benar saja. Tak lama setelah aku duduk, ia masuk ke kantornya dengan wajah yang berseri-seri. Dan yang membuatku heran adalah ia sama sekali tidak terkejut ketika melihatku datang lebih awal.

"Selamat pagi, tuan West." Katanya profesional. "Awal yang cukup mengesankan. Kau tahu aku tidak suka partner bisnis yang datang terlambat."

"Santai, Samantha." Kataku sambil berdiri membenahi kemejaku. "Kau terdengar menakutkan."

"Aku lebih memilih miss Wolff." Katanya membenarkan pernyataanku sebelumnya. "Atau, bos."

Ia berhasil membuatku tertawa di tengah-tengah peningnya kepalaku. Sungguh, bangun pukul setengah lima pagi adalah suatu kesalahan besar.

"Jadi, apa yang akan ku kerjakan hari ini?" Aku menghampiri dirinya yang sedang duduk di meja kerjanya yang membelakangi jendela besar. Dari situ nampak langit pagi kota Manhattan yang masih agak gelap, malas untuk memulai hari ini. High five, Manhattan.

"Mari lihat agenda kita hari ini." Katanya pelan. Lebih tepatnya, terhadap dirinya sendiri. Ia mulai mengambil satu buku agenda berwarna hitam dengan namanya tercetak di bagian sampul. Astaga, kru majalah dengan perlengkapannya yang terlihat sangat eksklusif.

Aku berjalan ke arah kaca besar di belakang Samantha, meninggalkan dirinya yang masih sibuk mencari tanggal hari ini di jadwal kerjanya. Pemandangan yang menakjubkan. Sebenarnya aku sudah tinggal disini sejak aku berusia 7 tahun. Sudah hampir 18 tahun. Namun entah kenapa aku tidak pernah melihat langit Manhattan yang seperti ini.

Lalu aku teringat sesuatu; benar, karena aku tidak pernah bangun sepagi ini.

Bukannya aku tidak bangun pagi untuk pergi ke sekolah. Namun percayalah, sekolah adalah hal yang menyebalkan. Dan hal terakhir yang ingin kulihat adalah langit Manhattan yang indah dan tidak berpihak kepadaku. Kontras dengan sekolahku yang, entahlah, suram.

"Kau hari ini akan bertemu dengan rekan-rekan kerjamu yang akan bekerja bersamamu selama dua bulan ke depan. Lalu.." Ia berdeham pelan. "Sebastian West, apakah kau mendengarkanku?"

"Ya. Tentu saja." Aku berputar dan kembali berjalan ke arahnya. "Tolong lanjutkan."

"Lalu, uh, kau akan mulai bertemu dengan bagian desain runway." Katanya gugup.

Aku mendengar kegugupan di dalam suaranya. Ini tidak lazim bagi seorang Samantha Wolff. Pribadi yang sangat terkendali dan tidak pernah kehilangan kepercayaan diri. "Hei, ada apa?"

"Tidak, tidak." Ia menggelengkan kepalanya cepat, terlalu cepat. Rambutnya yang diikat kencang menjadi satu menjadi agak longgar. "Maaf."

"Baiklah. Bukankah aku seharusnya memiliki salinan jadwal kerja untuk diriku sendiri?" Aku berjalan mendekat. Ia hanya menunduk.

Dear, LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang