Chapter 6
Date NightEntah berapa jam sudah kulalui dengan berusaha menyibukkan diri, karena tidak ada lagi pekerjaan yang dapat kuselesaikan hari ini. Sedangkan malam ini, aku akan pergi berkeliling kota dengan gadis itu.
Sungguh, aku bisa gila kalau tidak mengerjakan hal lain dan tetap memikirkan dirinya dan apa yang akan terjadi.
Harus kuakui, tidak kusangka hal seperti ini akan membuatku berdebar-debar. Padahal aku sungguh percaya terhadap diriku sendiri.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima ketika aku membereskan segala barang dan perlengkapanku. Kebersihan, kerapian, dan ketepatan waktu memang prioritas utama dalam bekerja dengan seorang Samantha Wolff.
Aku keluar dari gedung tempatku bekerja dan seketika udara dingin musim gugur menerpa wajahku. Aku secara refleks melangkah mundur ke dalam lobby bangunan. Tingkahku barusan sungguh kekanak-kanakan. Kusadari bahwa beberapa wanita di sebelah kananku yang sedaritadi memperhatikanku, setelah melihat refleksku yang cukup memalukan, mereka memalingkan muka seolah aku tidak pernah ada.
Apa-apaan? Mereka mentertawakanku?
Sebelum aku berpindah tempat tinggal di New York, harus kuakui, aku tidak tahu bahwa musim gugur ternyata juga berhawa dingin. Aku selalu berpikir bahwa udara dingin hanya ada di musim dingin, dan di puncak pegunungan. Sepertinya masa-masa sekolahku tidak berhasil membuatku memahami kondisi geografis.
Hey, setidaknya aku tahu bahwa ada jaringan tiang dan bunga karang dalam satu helai daun!
Dan sepertinya, sepuluh tahun tinggal di sini tidak membuatku berhasil menyesuaikan diri dengan udara dingin benua Amerika.
***
Aku menelepon Cory ketika ujung gedung apartemennya sudah tampak di tengah-tengah gemilang lampu kota. Ia mengangkat telepon dan tak lama kemudian, BMW tak beratap ku sudah terparkir sempurna di depan pintu lobby bangunan itu.
Aku melihat diriku sendiri di kaca spion. Aku memang tidak mengenakan pakaian yang formal dan berkesan mahal, bukankah hari ini kami hanya akan berkeliling?
Aku mengenakan kaos biru tua dan celana jeans panjang. Aku memang seorang pria, namun aku tau cara berpakaian.
Ide mobil tanpa atap yang tadi sempat terlintas di benakku untuk memunculkan suasana romantis memang sangat brilian. Hingga udara dingin mulai menerpa kencang ketika arah laju mobilku berlawanan dengan arah angin.
Dan aku mulai menyadari bahwa itu adalah ide yang buruk. Dan aku tidak membawa jaket!
Tak apa, segala sesuatu butuh pengorbanan.
Tak lama kemudian aku samar-samar mendengar langkah kaki mendekati mobilku. Karena mobilku tak sepenuhnya tertutup, selain udara, bisingnya kota dan jalanan pun juga terdengar dari dalam. Begitu juga suara sepelan apapun.
Aku spontan menoleh ke arah datangnya suara itu; dimana kutemukan Cory berdiri mengenakan jaket cokelat khas New-York-er dan skinny jeans.
Bagus, sepertinya aku tidak underdressed.
Aku lekas berdiri keluar dari dalam mobil, dan membukakan pintu kursi penumpang seperti layaknya seorang gentleman.
Ia lalu tersenyum. Astaga, berhentilah tersenyum atau aku akan pingsan di tempat!
"Selamat malam," aku tersenyum ke arahnya.
"Selamat malam." Ia kembali tersenyum dan masuk ke dalam mobil. Kututup pintu mobil lalu berjalan ke arah kursi pengemudi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Life
Novela Juvenil— Andai waktu dapat terulang kembali, bolehkah aku merubah pikiranku dan belajar untuk mencintaimu? Andai waktu dapat terulang kembali, maukah kau memaafkan semua kesalahanku dan kembali hadir di sisiku? — Hidup memang penuh kejutan. Baik dan buruk...