VA 21 - Dimas dan Rio POV

31 1 0
                                    

---Dimas Pov---

Kini aku lari menyusuri lorong rumah sakit, aku mendengar kabar bahwa Laura sudah meninggal. Syok tentu saja rasanya baru beberapa bulan yang lalu kami masih bercanda gurau, ingin rasanya aku menjaganya tapi karena sudah ada Ken aku jadi tak terlalu khawatir.

Laura, jika diingat-ingat harusnya aku membunuh saja si Bella itu bukan malah memperkosanya dan melahirkan seorang anak hanya karena aku ingin membalas dendamku padanya karena telah membuat hubunganku dan Laura berakhir.

Harusnya dulu aku nekat menyusul Laura keluar negri jika saja papa tak memintaku untuk berhenti kuliah kedokteran dan melanjutkan bisnisnya. Mungkin aku dan Laura akan bahagia tapi nyatanya malah sebaliknya.

Kulihat dari kejauhan seseorang tengah duduk dipojok ruang operasi, ia menundukan kepalanya sekilas kudengar dia sesegukan mungkin ada salah satu kerabanya yang meninggal juga. Aku tak menghiraukannya, aku bergegas menuju ruangan yang dibilang Reza.

Rei sengaja aku titipkan pada ibuku, ia memaksa ikut bahkan dia menangis paling keras saat mengetahui keadaan Laura begitupun dengan ibuku. Beruntung ibuku bisa menahan Rei, sehingga aku bisa bebas berlari tanpa memikirkan anakku itu.

Reza berdiri disudut ruangan, menundukkan kepalanya di tembok.

"Reza!' ia menoleh kearahku, kulihat air matanya telah bercucuran membasahi pipinya. Aku menghampirinya, mengusap bahunya.

"Gue gk kuat Dim liat keadaan Laura"

"Ikhlasin dia gue yakin sekarang dia udah bahagia tanpa ngerasa sakit lagi"

"Gue jujur gak ikhlas Dim, ingin rasanya membalas perbuatan mereka"

"Ck tenang karma itu ada Za, gue yakin mereka bakalan dapat ganjarannya"

Reza tiba-tiba memelukku menangis keras dalam pelukanku, aku tak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya.

"Hiks lu tau gk Dim, tadi gue berusaha nenangin Bang Rio eh ini malah gue yang paling kejer nangisnya dari dia"

"Za, lu laki kan?"

"Iyalah, masa iya gue cewek"

'Ya udah lepasin pelukannya! Ini orang-orang pada ngeliatin kita bego"

"Gak mau! Gue masih butuh pelukan"

"Ihhh minggir gk!? Geli kampret ! gue masih normal ya"

Aku berusaha melepaskan pelukannya dan untungnya pelukan kami berhasil terlepas, Reza mengusap wajahnya dan menatapku tajam. Bodo amat dengan tatapnya itu.

"Yang bilang lu gak normal siapa si Dim, kalo lu ngga normal juga bahagia lu dipeluk gue"

"Ihh! Jijik aku mas" ucapku mengikuti suara wanita, sengaja ku bikin suasana hangat padanya agar hilang kesedihnya.

"Ck geli, yuk dek ikut mas masuk" dia membalas godaanku, tentu saja hal itu membuat bulu kudukku merinding.

"Sarap! hahaha ngerasa lebih tenang gue Za"

"Hahaha gue juga, thanks Dim udah ngehibur gue"

"Oke, yuk masuk gue pengen liat keadaan Laura"

Kami pun masuk dan melihat Bang Rio sedang menggengam tangan Laura, sedangkan Ken menggendong seorang bayi yang gue yakin itu anak Laura. Reza berjalan ke samping bang Rio, sedangkan gue kearah Ken.

"Ken, gue mau gendong bayinya Laura"

Ken pun tanpa kata memberikan bayi itu padaku, ku perhatikan wajahnya bayi ini dengan seksama.

"Ken, "

"Dia perempuan Dim, tapi sayangnya wajah si baby mirip bapaknya"

Ya, Ken sepemikirian sama denganku. Aku mengusap bayi itu dia yang semula tenang kini mulai menangis.

"Sayang, tenang ya. Ada om disini kamu gak kesepian sayang."

"Bang! Liat tangan kanan Laura bergerak!"

Mendengar itu spontan kami semua menatap tangan Laura dan benar saja tangannya kembali bergerak. Ken langsung mendekat kearah Laura dan kembali memasang alat ditubuh Laura. Keajaiban sepertinya datang mana kala bayi Laura tak ingin ditinggalkannya, bahkan bayinya Laura kini mulai terdiam saat aku ikut mendekat kesamping Laura.

"Kamu pasti tak ingin kehilangan ibumu, sama seperti kami ya sayang. Terimakasih telah hadir dikehidupan wanita sekuat ibumu sayang" bisikku pada bayi nya Laura.

--- Rio Pov---

"Bang! alhamdulilah Laura hidup kembali, ini adalah keajaiban dari tuhan. Ini juga kali pertama aku melihat secara langsung orang yang mati suri" ucap Ken yang begitu bahagia melihat Laura kembali hidup.

Tentu akupun bahagia mendengar kabar ini tapi mengingat kejadian dimana Laura berjuang antara hidup dan mati, tentu saja membuatku ingin menjauhkannya dari zona nyamannya Laura.

"Ken cepat urusin Laura, kita bawa dia Amerika. Tolong jangan sampe siapapun tau keadaan Laura. Termasuk Bagus dan keluarganya, aku tau bagaimana buruknya mereka!"

"Lo yakin bang?" tanya Reza padaku

"Iya bang, gimana nanti keluarga lo?"

"Kita semua akan pindah, tenang kalian gak perlu khawatir gue akan ngurus semuanya"

Merekapun terdiam tapi tidak dengan Ken dia terus memeriksa kondisi Laura. Aku mendengar teriakan dari luar, teriakkan itu membuatku dan yang lain saling menoleh satu sama lain.

"Gue yakin itu teriakan Bagus"

"Cek sono Za"

"Ck gue lagi? Dimas napa noh"

"Ett gak! Dia kalo udah liat gue yang ada gue dipukulin terus. Dia benci banget sama gue njir"

Aku mendengarkan keduanya yang terus berdebat tak ingin bertemu dengan Bagus ataupun melihat kondisinya.

"Biar gue yang liat, gue sekalian mau ngecek beberapa pasien lainnya"

"Nah dari tadi ke Ken, gue sama Dimas jadi gak usah cape-cape ribut"

"Hehehehe"

"Ketawa lagi lo!"

"Udah sana Ken"

Ken pun pergi meninggalkan kami, setelahnya aku mendekat ke ranjang Laura. Kubisikan kata-kata untuk membuatnya nyaman. Kulihat Reza dan Dimas tengah gemas melihat keponakanku.

Aku memang belum menggendongnya, kareana terlalu sedih kehilangan Laura tadi. Tapi kini aku begitu senang, setidaknya semua akan baik-baik saja.

"Bang! bengong aja si!"

Aku tersentak saat bahuku disentuh oleh, Reza bahkan kini mereka berdua menatapku serius.

"Maaf, kenapa? apa dia rewel?"

"Ngga bang, anteng banget malah"

"Gini bang, kita mau bicara serius"

"Tentang?"

"Bagaimana menghancurkan Bagus, gue juga pengen ikut didalamnya bang"

"Lo yakin?"

Keduanya menganggukan kepalanya, lalu aku terdiam sesaat. Memikirkan langkah-langkah yang akan aku lakukan pada Bagus.

"Apa perlu kita hancurin perusahaan mereka?"

Aku menoleh kearah Dimas, belum sempat membalas Reza sudah lebih dulu berbicara.

"Ngga! gimana kalo kita mulai dari yang paling dekat?"

"Maksud lo?" tanya Dimas

"Dia udah hancur karena kehilangan Laura, kita buat dia makin hancur"

"Apa gak kejam?"

"Gue setuju sama Reza, seenggaknya dia harus ngerasain dulu apa yang udah dirasain adek gue rasain. Gak perlu perusahaannya tapi gue perlu dia sadar dan mental dia down"

"Bang! mental orang loh itu gue gk yakin deh"

"Ck, tanpa kita senggol sebenernya dia pasti bakalan gila sendiri Dim"

Reza benar, tapi aku benar-benar ingin membuatnya terluka begitu dalam. Dia saja bisa membuat adekku begini maka kini gantian buka adekku yang membalasnya tapi diriku sendiri. Seperti apa yang sudah aku lakukan pada Dimas dulu, maafkan aku Dimas kamu harus merasakan kehilangan Laura sebesar itu. Aku hanya ingin melindungi berlian kedua setelah kepergian ibu.

Vero Amore ( REVISI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang