'Sial! Sial!'
Sembari melontarkan kekesalannya, Jisoo menghampiri wanita yang sedang terduduk di tengah-tengah barang yang berserakan. Otaknya seketika tahu siapa yang melakukan hal ini kepada keluarganya. "Eomma baik-baik saja?" Sembari memeriksa tubuh ibunya, Jisoo terus menanyakan hal tersebut kepadanya.
Hanya anggukan lemah yang bisa diberikan wanita itu. Matanya menyapu seluruh ruangan dengan nanar. Lalu, terhenti untuk menatap pilu ke arah anak sulungnya. "Maaf, maafkan Eomma."
Jisoo menggelengkan kepalanya. Ia lalu membantu perlahan ibunya untuk berdiri. "Kita bicara di kamar ya."
Mereka pun berjalan ke ruangan lain di rumah itu. Dengan pelan dan hati-hati, Jisoo membantu ibunya untuk duduk. Bukan tidak mungkin ada luka lain yang tidak terlihat yang bisa membuat ibunya merasa sakit.
"Ini... perbuatan mereka, lagi?"
Seakan tahu siapa yang dimaksudkan 'mereka' oleh Jisoo, ibunya mengangguk. Park Dara meraih perlahan tangan Jisoo dan menggenggamnya. "Tapi, tidak usah dipikirkan ya? Eomma akan cari jalan keluarnya."
Jisoo mendengus kesal. Perasaan marah dan kecewa merundungnya kembali hari itu. "Kalau begitu, Eomma harus membiarkanku mencari kerja. Kita tidak bisa mengandalkan restauran Eomma. Minjeong sebentar lagi akan kuliah. Butuh biaya yang besar."
"Tidak usah. Biar Eomma saja. Kamu bantu Eomma saja." Dara pun mengelus pelan tangan Jisoo dengan telunjuknya. "Bereskan saja rumah kita. Lalu cari Minjeong."
Jisoo tidak bisa menolak. Gadis itu mengangguk patuh. Ia lalu bangkit dan meninggalkan ibunya sendirian di kamar. Ia tidak perlu khawatir karena orang-orang itu tidak akan mengganggu dalam waktu dekat setelah membuat kekacauan. Sambil membereskan rumahnya, Jisoo menunjukkan seringai kecil. Seolah hapal apa yang akan terjadi selanjutnya karena ia sudah beberapa kali mengalaminya. Dan, sekali lagi, ia ucapkan terima kasih kepada pria tua yang tertidur panjang di balik peti itu.
Namun, ia tiba-tiba teringat dengan unknown number yang menyebabkan kekalahan pertamanya kala bermain game tadi. Jisoo cepat menonaktifkan fitur 'jangan ganggu'. Jaga-jaga kalau nomor tersebut masih kekeuh menghubunginya hingga sekarang.
Benar saja, tidak lama, ponsel dalam saku celananya itu, bergetar beberapa kali. Sepertinya pesan masuk yang tertahan akibat mode jangan ganggu itu. Jisoo membiarkan ponselnya bergetar sampai berhenti, baru ia merogohnya dan mengecek pesan masuknya. Tanpa terkejut, pesan tersebut kebanyakan dari nomor yang tak dikenali tersebut.
Pesannya, dari atas sampai mendekati akhir, hanya berusaha mengkonfirmasi kalau nomor ini adalah miliknya. Tidak ada kepentingan yang tertulis di sana sehingga Jisoo merasa aneh dibuatnya. Pesan itu kontan memberikannya rasa penasaran untuk mencari tahu. Pesan itu tidak membeberkan kepentingannya, tapi dari frekuensi pesan yang dikirim, orang tersebut pasti punya hal penting dengan Jisoo.
"Eomma! Aku keluar ya mencari Minjeong!"
Ia langsung bergegas keluar dari rumahnya. Sebelum ia menekan tulisan call di layar, Jisoo memastikan dulu jika tidak ada orang di sekitarnya. Ia benci sekali kalau ada yang suka ikut campur dengan urusannya, sekalipun itu ibunya sendiri.
"Halo?"
"Kim Jisoo?"
"Ya, saya sendiri. Ini siapa?"
"Kita bisa bertemu? Saya dari GM Grup. Ada yang perlu saya bicarakan."
"GM Grup?" Jisoo jadi kebingungan sendiri. Ada urusan apa sampai salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan, menelponnya berkali-kali bahkan mengirimkannya pesan yang terkesan mendesak. "Anda tidak bercanda? Bagaimana saya bisa tahu kalau ini bukan penipuan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
DERN [ JENSOO ]
RomanceKim Jennie adalah cucu dari seorang konglomerat kaya raya yang akan mencalonkan diri sebagai presiden. Sejujurnya, ia tidak peduli dengan hal tersebut. Namun, berada dalam radius yang terdampak akan pencalonan tersebut, membuat Jennie ikut terseret...