[ 7 ]

299 38 3
                                    

.

Kalau ada waktu, Jisoo mau memperjelas jam kerjanya. Seingatnya, Wendy hanya menyuruhnya untuk mengawasi Jennie di sekolahnya.

Lalu, kenapa wanita itu selalu mendatanginya setiap pulang sekolah? Dan, gaun untuk siapa yang dipegang wanita itu? Gaun itu terlihat seperti bukan untuk dirinya sendiri.

"Kau kemana saja? Kenapa baru pulang jam segini?" Tanya Wendy sambil menunjuk jamnya.

Baru Jisoo akan menjawab, tapi wanita itu cepat menyelanya."Ada perjamuan. Penting dan tiba-tiba." Info wanita itu, tergopoh-gopoh menghampiri Jisoo yang setia dengan tatapan herannya.

"Lalu?"

Wendy kemudian mengulurkan gaun itu ke arah Jisoo. "Ikut aku dan pakai ini."

"Kok?" Jisoo menerima dengan sebingung-bingungnya. Ia lalu mengejar Wendy yang terlebih dahulu berjalan menuju lift. "Hei, hei. Kenapa aku harus menurutimu?"

"Ini mendadak." Wendy menekan tombol lift. Ia pun menoleh. "Nyonya ingin melihatmu."

Ketua GM Grup? Ingin menemuinya?

"Untuk apa?" Tanyanya lagi. Sungguh, ini membuat jantungnya berdegup setengah mampus.

Mereka lalu masuk lift. Jisoo masih dengan kebingungannya dan kesusahannya memegang gaun itu agar ujung bawahnya tidak menyentuh lantai dan kusut, terus merecoki Wendy dengan pertanyaan yang sama. Jisoo tidak akan berhenti sebelum Wendy menjawabnya. Ia bertekad kali ini.

"Ikuti saja aku. Nanti kujawab setelah kau mengganti pakaianmu."

Mau tak mau, Jisoo menuruti Wendy. Ia tidak sempat lagi untuk mandi karena Wendy hanya memberikannya waktu sepuluh menit. Jadi, gadis itu hanya mencuci wajahnya sebentar, kemudian mengganti pakaiannya dengan apa yang dibawa Wendy.

"Kita mesti ke salon." Wendy terus memandang ponselnya sementara ia merasa Jisoo sudah keluar dari kamarnya dan sudah berganti gaun. "Kau perlu berdandan. Tipis-tipis juga cukup. Minimal bedak dan lipstik."

Jisoo masih tidak mengerti. Wendy lalu meletakkan ponselnya ke dalam saku celananya dan langsung menarik Jisoo. Gadis itu pasrah saja dan menurut Wendy akan membawanya kemana.

"Nyonya ingin menemuimu. Sepertinya dia punya urgensi penting terhadapmu. Aku juga tidak mengerti itu apa." Wendy menyetir mobilnya dengan ngebut. Jisoo jadi harus memegang pegangan atas mobil agar ia stabil di atas tempat duduknya. "Kalau misalkan beliau bertanya, jawab saja sejujurnya. Dari awal, beliau mengetahui keberadaanmu untuk apa dan karena apa."

"Kau... akan menemaniku?" Tanya Jisoo ragu. Ia bukan tidak tahu akan menjawab apa semisal nenek Jennie itu menanyainya. Ia hanya takut mulutnya mendadak kelu saat berhadapan dengan atasannya itu. Jisoo benar-benar akan sangat berterimakasih jika Wendy menjawab 'ya'.

"Tidak." Sahut wanita itu, singkat. Ia menginjak gas lebih dalam. "Tapi aku akan berada di sekitarmu."

Jawaban itu tentu membuat dirinya cukup lega. Tapi, jantungnya berdegup kencang lagi saat ia tersadarkan kalau ia akan bertemu dengan ketua GM Grup. Wanita tua itu cukup terkenal. Dan, suatu kehormatan bagi Jisoo jika ia punya kesempatan untuk bertemu dengan wanita itu.

"Tapi, nona ikut."

Jisoo sontak saja menoleh. Ia refleks mengigit bibirnya dalam. "Aku harus berkata apa jika ia melihatku? Kau tahu kan, kami sekelas?" Hal itu  lebih kepada Jennie yang sudah setengah jalan untuk membenci dirinya. Jadi, gadis itu pasti akan mengenalinya walau di tengah keramaian.

DERN [ JENSOO ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang