[ 3 ]

370 40 1
                                    


Menjuarai ajang taekwondo tiga kali berturut-berturut adalah hal yang cukup biasa baginya. Menurut penuturan Saboeumnim-nya, meskipun tidak banyak yang melakukannya, tapi beberapa orang bisa saja melakukan hal itu. Jadi, itu bukan suatu keistimewaan ataupun pencapaian membanggakan yang membuatnya lolos kriteria menjadi incaran GM Grup. Lantas, apa alasannya?

"Kamu yakin?" Tanya Dara yang saat itu sedang melipat baju.

Jisoo mengangguk, duduk di samping ibunya. "Cuman sampai akhir masa sekolah semester itu. Kalau dihitung-hitung, totalnya cuman tiga bulan."

Dara nampak diam. Beberapa menit ia berpikir akan penjelasan panjang yang Jisoo katakan tadi.

"Kamu gak masalah...?"

Jisoo mengangguk lagi. Ia sudah memikirkan itu cukup matang dari ia berpisah dengan Wendy tadi. Dua jam baginya waktu yang cukup untuknya merenung di dalam kamar dan berujung ia mau melakukan tawaran dari Wendy. Sisa, ia perlu meminta persetujuan dari ibunya.

"Eomma serahkan semuanya sama kamu. Ini hidup kamu. Tapi, jangan anggap Eomma mengijinkanmu karena hutang appamu ya. Eomma mengijinkanmu karena kamu yang terlihat sangat menginginkan hal itu." Dara menaruh baju terakhir yang dilipatnya di tunpukan teratas. Wanita itu lalu berbalik dan menghadap Jisoo. "Lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Mungkin sudah saatnya kamu berusaha." Dara mengangkat tangannya, lalu jemarinya yang lembut itu kini mengusap kecil pipo Jisoo. "Percayalah, eomma yakin, kamu bisa melaluinya."

Jisoo lalu mengambil tangan Dara, dan balas mengelus punggung tangan wanita tua itu. "Kalau begitu, aku mungkin akan pergi besok pagi." Ia mengalihkan pandangannya ke arah sebuah kamar. "Minjeong bagaimana?"

Meskipun hanya terpaut satu tahun dengan Minjeong, Jisoo dengan adiknya itu, sama sekali tidak akrab. Adik kecilnya yang sudah remaja, terlihat sangat tidak menyukainya. Menurut cerita teman-temannya dahulu, hal itu wajar saja terjadi dalam hubungan persaudaraan. Padahal, dulu, mereka bisa dibilang cukup dekat dan Minjeong sering meminta bantuan Jisoo. Tapi, adiknya itu nampak berubah semenjak SMA. Jisoo pun memaklumi hingga ia sadar, hubungan mereka dalam dua tahun terakhur, malah makin renggang. Mereka bersama hanya saat di meja makan dan juga acara-acara keluarga. Sisanya, hanya perasaan canggung yang mulai menguasai.

"Nanti eomma yang bilang."

"Aku... perlu pamit? Eomma tahu kan kalau..." Jisoo menarik napasnya. Selalu terasa berat dalam dadanya ketika membicarakan hubungannya dengan Minjeong. "Aku takut dengan aku pergi, kami akan semakin jauh."

Dara menggeleng. Tangannya kini meraih puncak kepala Jisoo dan mengusapnya untuk menepiskan keresahannya. "Terserah kamu. Kalau kamu mau, pamit malam ini. Tapi, kalau kamu bingung, nanti Eomma yang bilang padanya. Dia pasti mengerti."

Jisoo mengangguk. Ia segera berdiri dan berjalan menuju kamar Minjeong. Tanpa ketukan, ia langsung masuk ke kamar yang penuh dengan hiasan kartun kesukaan Minjeong. Jisoo berdeham untuk membuat adiknya yang sedang duduk di meja belajar, berbalik. Minjeong seketika menoleh dan mendapati kakaknya sedang berdiri di daun pintu kamarnya. Minjeong menghela, berbalik lagi dan mengerjakan apa yang dikerjakannya tadi, sebelum berujar, "Ada apa?"

"Aku, aku mau pamit. Besok, aku harus ke Seoul. Ada tawaran pekerjaan di sana." Ucap Jisoo.

Tangan Minjeong terhenti saat sedang menuliskan jawaban pekerjaan rumahnya. Gadis itu menautkan keningnya. Baginya, ini terlalu mendadak. Hari ini sudah cukup membuatnya kesal dengan kedatangan para penagih hutang tadi. Kemudian, kejutan apa lagi ini? Kakaknya yang pengangguran itu, yang hobinya hanya bermain dengan anak kecil di sekitar rumahnya, tiba-tiba mendapat pekerjaan?

DERN [ JENSOO ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang