Prolog

1K 75 0
                                    

Tangannya mencengkeram.

Ia mendengar suara itu. Suara yang sama yang selalu ingin ia dengar setiap harinya. Namun, ia terhenti untuk mendengar suara itu mengeluarkan perkataannya.

Kata demi kata terurai di sana. Melewati indera pendengarannya dan menghujam tajam menuju hatinya. Mendengar suara itu merupakan salah satu hal terbaik dalam hidupnya, tapi memproses setiap katanya merupakan salah satu hal terburuk dalam hidupnya.

Sekarang, ia mulai menyalahkan takdir.

Tangannya masih mencengkeram. Namun, tak ada niatan di sana untuk memberikan gaya terhadap benda yang digenggamnya itu. Ada dorongan ia ingin mendobrak pintu tinggi yang membatasi mereka. Meneriakkan segala penolakan akan kata-kata yang didengarnya tadi. Menyalahkan semua hal di dunia ini, kecuali si penutur.

Tapi, ia melepasnya.

Tangannya mulai merenggang berkat satu kata sederhana. Lantas, mengapa kata sederhana memberikannya perasaan senang sekaligus sedih?

Tungkainya, perlahan berpindah, mundur.

Ia pun pergi.

Dengan perasaan terburuk. Dengan perasaan yang lebih buruk. Dengan apapun itu yang menyakitinya saat ini.

.

.

.

"Aku mendoakannya setiap malam... hingga aku lupa untuk mendoakan diriku sendiri..."

DERN [ JENSOO ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang