3. Open

8 2 0
                                    

"Dah, balik lah gw... ntar dicariin mak gw"
Ucap Karina

Setelah terpisah karena pendidikan, "Youth team" yang merupakan sekumpulan anak-anak remaja 1 gereja, yang kini telah beranjak dewasa. Youth Team selalu kumpul bareng di Lampung tiap liburan. Entah di rumah Ray, Edgar, Victor, ataupun di rest area gereja.
Dan kali ini mereka kumpul di rumah Ray.

"Yodah, bubar bubar"
Usir Ray

Semua pun bergegas pulang.
Karina naik mobil bareng Derana. Tadinya mau bertiga bareng Terissa, eh ternyata Terissa naik motor bareng Victor.

"Trus yang bawa motor siapa ini? Ga mungkin Terissa kan bre?"
Tanya Ray ke Victor

"Ya gw lah."
Jawab Victor

Victor pun ambilin helm Terissa dan mulai memutar balik arah motor.
Kemudian Victor merasa ada yang salah dengan teman-temannya ini.

Saat kepala motor sudah siap diputar, tiba-tiba Victor terdiam.
Semua pun bertanya-tanya, tapi juga ikut terdiam.

"Kok lorang ga nyuruh gw makein helm nya Terissa?"
Tanya Victor

Yang sontak membuat teman-temannya sedikit tertawa begitu tahu alasan ia tiba-tiba diam.

"Ya capek, udah berapa kali dibilangin, itu ceweknya diperhatiin, dipakein helm nya, atau apa lah, perhatian-perhatian kecil, lu selalu ngeyel. Ya udahlah, toh itu hidup lu, hubungan lu, hak lu. Yodah..."
Ucap Edgar

Edgar itu tipe anak yang selalu diem, tapi sekalinya ngomong langsung kena ke hati. Istilah zaman sekarang nya mah savage gitu.

Dan ya, Victor terdiam.
Ingin berdalih, tapi kehilangan kata.

"Lagian elu, kirain ada yang ketinggalan. Ternyata..."
Ledek Ray

Victor pun lanjut memutar motor nya, lalu Terissa pun naik ke motor.

Semuanya pun pulang ke rumah masing-masing.

.

"Tor, entar jangan langsung pulang dulu ya!!"
Ucap Terissa sewaktu di motor dengan nada sedikit meninggi

"Kenapa???"
Tanya Victor dengan nada sedikit meninggi juga

Terissa tidak menjawab. Ia hanya memeluk pinggang Victor lebih erat dan merebahkan kepalanya di bahu lebar milik Victor.

Victor mengerti, ada sesuatu yang mengganggu Terissa.
Victor pun mengarahkan laju motornya ke Taman Gajah. Taman yang biasa dipakai Ray dan Edgar untuk hanya sekedar date santai dengan doi mereka.

"Thank you ya"
Ucap Terissa

"Tapi gw ga bawa duit, miskin gue. Ga bisa beli jajan..."
Jawab Victor dengan jujurnya

"Pffftt... apasih...
Gw cuma pengen napas bentar."
Jawab Terissa dengan sedikit terkekeh

Victor memilih diam dan menunggu sampai Terissa bercerita. Karena kalau ia bertanya lebih dulu, ia takut tangis Terissa akan pecah.

"Capek gw di rumah...
Sebenernya yang ngasih ide kumpul tadi tuh gw. Mumpung pada di sini kan, sekalian aja"

"Di rumah tuh sumpek.
Nyokap bokap marah-marah terus. Nilai matkul gw turun dikit dibentak, dicaci, dianggep beban. Belum lagi abang gw bukannya bantu gw, atau ngelindungin gw, malah ikutan marahin gw.
Males gw pulang, pasti nanti kena marah lagi. Gapapa deh gw dibentak, dimarahin, asal jangan pake kata-kata kasar dan nyakitin bisa ga sih? Sakit hati gw dengernya."

"Gw juga maunya langsung kerja. Diorang yang maksa gw kuliah, dengan dalih cuma gw satu-satunya harapan ortu gw buat jadi kebanggaan dan jadi sarjana. Ya kalo gitu harusnya mereka jadi support system gw dong bukannya tekanan buat gw."

"Capek gw tor....."

Terissa mengatur napas nya agar tidak menangis.

Kemudian menatap Victor dan tersenyum.

"Makanya itu, gw makasih banget sama lu. Seenggaknya, lu jadi tempat nyaman gw untuk istirahat sebelum lari lagi.

Dan gw minta, kalo nanti lu ga nyaman atau ga suka lagi sama gw, putusin gw baik-baik ya. Biar ga terlalu nyesek haha"

Victor hanya bisa menatap balik pacarnya itu, dengan ekspresi datar namun menyiratkan rasa iba yang begitu besar.

Kemudian satu pertanyaan terucap dari mulut Victor tanpa ia 'sadari'.
"Lu pernah kepikiran buat mati?"

"Sering"
Jawab spontan Terissa

"Kenapa belum mati?"

"Mereka larang gw mati. Tapi bikin hidup gw kek gini."

Victor mengalihkan pandangannya ke langit dan menghembuskan napas panjang.

"Lu hebat.
Bagi gw, mereka yang orangtuanya ga cerai tapi keluarganya ribut mulu, mereka jauh lebih hebat.
Karena, mereka yang orangtuanya bercerai, rasa sakit traumanya akan berhenti terulang begitu orangtuanya pisah. Tergantung bagaimana mereka mengatasi rasa trauma itu.

Sedangkan yang orangtuanya ga pisah tapi ribut terus, mereka akan terus mengalami itu sampai ia memutuskan keluar dari rumah itu. Entah kuliah, kerja, atau kabur. Tapi saat mereka pulang ke "rumah" pun, mereka akan mendengar pertengkaran itu lagi."

"Makanya gw salut sama lu.
Lu hebat.
Lu hebat bisa bisa bertahan."
Lanjut Victor

Mata Terissa berkaca-kaca, tinggal menunggu 1 kebaikan hati Victor lagi dan dia akan terisak.

Victor menurunkan pandangannya.
Dengan ragu Victor menawarkan bantuan.

"Ya... kalo lu perlu keluar kayak gini, ya simple date kayak gini... atau... sekedar teleponan untuk ngeluarin unek-unek lu...
Lu boleh telepon gw. Gw usahain selalu ada buat lu kalo lu lagi ga enak gini."

Dan ya, Terissa mulai menangis tersedu-sedu.

Victor panik, dia takut kalo dia salah ngomong dan malah nyakitin perasaan Terissa.
Terissa udah bilang kalo Victor ga salah, dia nangis terharu karena punya pacar atau seenggaknya sahabat kayak Victor.
Sebenernya Karina juga buka open sharing kayak gini, dan Karina malah lebih intens.

Tapi, karena statusnya Victor ini pacarnya Terissa, jadi lebih bikin hati Terissa terenyuh. Selama ini Victor yang dia kenal itu Victor yang asik, lawak, tapi bisa bijak.
Dia gatau kalo Victor ternyata juga punya sisi cowok tsundere yang perhatian.

.

Mereka menghabiskan waktu dengan duduk bersama, membicarakan berbagai macam hal, mulai dari hal ringan sampai deep talk. Tak terasa, langit telah menampilkan view Blue Hour yang begitu indah dan temperatur udara mulai menurun.

"Dah mo magrib weh, balik yok. Apa kata orang kalo gw bawa anak gadis orang sampe lewat maghrib."
Canda Victor

"Ga bisa nginep tempat lu aja tah?"

"HEH?!?!
Makin kesini kok makin kesana?"
Tanya Victor

Terissa terkekeh kecil, kemudian menggeleng singkat. Terissa heran, kenapa cowoknya ini selalu punya cara bikin dia ketawa.

Mereka pun akhirnya beneran pulang.
Dengan gentle nya Victor mengantar Terissa sampai ke pintu gerbang. Kemudian pamit.

Terlihat dari sela-sela gerbang, mama Terissa keluar dari dalam rumah.
Victor hanya bisa berharap bahwa Terissa bisa menikmati sisa hari ini dengan tenang dan penuh kehangatan.

Friend To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang