9. Saturday pt.2

3 0 0
                                    

"Eh, Victor, pagi-pagi datang kesini mau apa?" Sapa papa Terissa ramah

Melihat bapak-bapak paruh baya menyeruput kopi sambil membaca koran di depan halaman itu membuat kupu kupu bertebangan di perut Victor

"Iya om. Mau jalan sama Terissa. Terissa nya belum siap-siap ya om?" Tanya Victor basa-basi

"Iya belum nih...
Maaa!!! Panggilin Terissa tolong, ini Victor nya udah datang" Ucap Papa Victor dengan suara keras

"Sini sini duduk, sambil nunggu Terissa" Tawar Papa Victor

"Oh iya om..."

"Here we go..." Batin Victor

"Kamu kerja dimana sekarang?"

"Di dinas pendidikan om. Bagian informatika dan teknologi nya. Ya istilahnya, ngurusin internet sama komputer nya lah om"

"Sebulan berapa?"

"Gaji om? Ahaha... Kecil sih om...
Cuma 5000 sebulan"

"Ahahaha, iya kecil sih, tapi lumayan juga.
Jadi kamu sama Terissa?....."

Dengan pertanyaan yang menggantung, Victor berusaha menebak apa maksudnya.

"Hubungan kami???
Ya... Kami pacaran om. Udah dari pas baru lulus SMA. Maaf ya om selama ini diem-diem aja"

"Iya, Terissa udah cerita.
Jadi gimana? Kami mau serius sama dia?"

Papa Terissa menutup korannya dan membetulkan posisi duduknya.

Glek!
"Iya om... Saya mau serius. Tapi ga untuk menikah dalam waktu dekat.
Saya benar-benar sayang sama Terissa.

Jadi jangan jodohin Terissa ya om..."

"Aaa.....
Dijidohin?"

"Iya?
Kan Terissa mau di jodohin sama mamanya?
Atau Om juga gatau?"

"Aaa...
Engga om gatau. Tapi harusnya kalau mau ngejodohin Terissa, mamanya selalu bilang ke om.
Tapi tiap kali coba dijodohin, Terissa selalu nolak keras. Jadi ga mungkin kalo Terissa bakal dijodohin mamanya"

Terissa yang menguping dari dalam rumah langsung tepok jidat
"Yah... Malah dia bahas soal itu...
Tapi emang aku juga sih yang ga ngomong ke dia buat jangan bahas itu"

Awalnya sama-sama bingung. Tapi akhirnya papanya Terissa paham ide nakal anak gadisnya itu...

"Ya sudah. Ga usah dipikirin. Intinya kalo kamu serius sama dia, ya kerja yang bener, bener2 dipersiapin semuanya. Jangan kelamaan loh, kalian bentar lagi 30 tahun loh"

"Siap om. Saya bakal serius sama Terissa."

"Udah dapat restu Karina juga?"

"Lah?"
Untuk sesaat pertanyaan itu berhasil membuat Terissa dan Victor memasang wajah bingung sekaligus kaget.

"Ya Karina itu kan sahabat deketnya Terissa. Om tau segimana sayang dan segimana mau berjuangnya Karina untuk sahabat-sahabatnya. Makanya kalo Karina ngerestuin kalian, pasti langgeng kalian.
Ada yang bilang restu sahabat itu mujarab soalnya"

"Ahahaha....
Oh soal itu...
Om tau, dulu yang bikin kami jadian siapa? Karina om. Dia yang suruh saya nembak Terissa dan ngasih tantangan ke Terissa untuk nerima saya. Akhirnya saya dan Terissa jadian, dan eh lah dalah, bisa langgeng sampe skrg....

Karina emang selalu ngelarang saya buat nikahin Terissa kalo saya ga serius dan ga bener2 sayang sama Terissa. Dia tau kalau pernikahan tanpa rasa cinta akan berakhir menyakitkan untuk keduanya.
Tapi dia belum tau sih kalau saya udah mau serius sama Terissa.

Nanti aja saya kasih surprise, kalo dia balik ke Lampung."

"Ya udah kalau gitu" ucap papa Terissa sambil tersenyum lega

Mama dan Terissa yang mendengar dari ruang tamu pun ikut bahagia mendengarnya.

Terissa pun keluar menghampiri papa dan pacarnya itu, ica-icanya baru selesai siap-siap.

"Udah yuk berangkat, aku dah siap."

"Oh ya, ya udah berangkat lah. Hati-hati ya...."

Sewaktu salim, Victor pamit "Duluan ya om"

"Loh kok om? Papa dong"

Victor tersenyum bangga, sementara Terissa malu-malu kucing sambil mukul-mukul papanya lembut.

.

Di Mall

"Cie, udah dibolehin panggil papa juga" ledek Terissa

"Ih apasih ....

Tapi jujur, ngeliat interaksi kalian, aku mikir kayak, ini beneran keluarga yang berantakan itu?"

"Ahahaha, bisa aja.
Ya karena itu aku sayang banget sama keluarga ku. Dan aku ngerasa kalo kita semua tuh saling sayang sebenernya.
Tapi karena mungkin, memang ada *benang merah kekerasan di keluarga kami, makanya jadi kayak gitu."

"Aaaaa....
Paham paham....
Jadi kapan kita stay cation nya?"
Tanya Victor dengan wajahnya yang seketika terlihat sangat tampan

"Heh?!?!
Mau ngapain lu?" Tanya Terissa panik sambil menyilangkan tangan di depan badannya

"AHAHAHAH, seolah-olah gw bajingan gitu ya wkwk
Engga engga, aman kok aman. Ke tempat bokap. Gw mau kenalin lu ke dia."

"Nginep di?"

"Ya hotel. Kan tadi gw dah bilang stay cation kita" ucap Victor dengan senyum nakalnya

"Iiih, beneran gw lapor Karina nih" Gusar Terissa sambil memukul-mukul pacarnya itu

"Aahaha, aduan...
Ya beda kamar lah. Beda lantai kalo mau.
Oh, atau di rumah Mbah gw aja biar aman tuh kalo lu ga percaya. Tapi jauh dari rumah bokap gw. Mending di hotel sih kata gw. Tapi kalo lu takut ya gapapa, di rumah Mbah gw aja"

"Ya udah gapapa di hotel aja...."

.
.
.

"Ohoho... Ini pacarmu...
Iya bapak setuju. Kapan mau nikah?"

"Gatau pak, masih kumpul-kumpul dana, masih banyak yang harus dipersiapin. Karena nikah itu seumur hidup, aku gamau kejadian berulang"

"Ya selagi kamu ga jelalatan ya aman lah ahaha...
Ya sudah, nanti kalo butuh apa-apa, kabarin bapak aja ya"

"Bapak bisa di pelaminan bareng ibuk?"

"Wah, kayaknya Ndak bisa le'. Kalaupun bapak yang di pelaminan, harus sama ibuk yang disini"

"Berarti ga masalah kalo ibuk di pelaminan sama Pa'de"

"Iya ndak apa apa"

.
.
.

*Penjelasan sederhana
=> Jujur aku gatau apa-apa soal masalah kesehatan mental.
Tapi, aku tau sedikit soal "Benang merah". Itu hubungan sebab-akibat yang akhirnya berlangsung lama.

Dalam kasus ini, Mama Terissa kan orang Batak yang dari kampung. Papanya juga orang Ambon blasteran(dominan Ambon tapi kayak ada campuran suku lain). Sama-sama keras kan wataknya?
Dan layaknya orang tua pada umumnya, orangtua Terissa disini bukan orang yang berpendidikan tinggi, sampai S2-S3. Istilahnya, mereka bertahan hidup dengan gaya hidup "Orang pasar" yang keras.
Begitupun dengan cara mereka mendidik anak-anak mereka. Mereka sayang, tapi cara sayang nya kadang omongannya kasar, ringan tangan secara reflek. Ya gitu...

Dan bisa jadi ada benang merah antara orang tua Terissa dengan kakek nenek nya Terissa. Bisa jadi mereka juga dididik keras dengan sistem pemacul.
Tapi dengan dididik keras itu, mereka bisa bertahan hidup sampai sekarang. Dan mereka berpikir, cara yang kasar dan keras bisa jadi cara yang ampuh untuk mendidik anak-anaknya. Tanpa sadar, zaman telah berganti. Dan itu termasuk pola asuh yang salah.

.
.
.

Kalau ada yang salah komen aja ga guys... Jangan lupa vote nya💙

Friend To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang