16 - The Point Is..?

1.1K 65 0
                                    

Lust. Itulah yang gue percaya sedang terjadi sekarang. Setiap ada waktu kosong dan kebetulan gue sedang sendirian, pikiran gue selalu terbawa ke sana. Setidaknya gue masih bisa mengontrol diri dan gak gue keluarkan sama sekali. Sudah tiga bulan ini gue mendekati Laila, dan banyak juga info kantor yang gue dapat dari dia. Tapi saat ini, dia memberitahu satu informasi yang gue sendiri gak percaya.

"So, ada info baru apa, nih?" karena kita sudah terbiasa mengobrol dan hanya ada satu kursi, yaitu yang dia dudukin, jadi gue duduk di pinggiran meja kerjanya.

"He got a date last night."

"Yeah?"

"Tapi gak selesai."

"Kok, tahu?"

"Karena itu pekerjaan gue."

"Pura-pura mengingatkan ada pekerjaan mendadak?"

"Ya. Tipikal banget, ya."

"Merasa kecakepan dia."

"Tapi dia memang iya, kan... Gak merasa doing," dia buka makannya di meja, seperti biasa kita sharing.

"Iya, sih..."

"Menurut lo dia punya pacar, gak?" dia menyender di kursinya sambil menghela napas.

"Jangan bilang lo mulai naksir dia, deh."

"Bukan. Setiap cewek yang kencan sama dia, berakhir ditinggal sama dia sebelum selesai."

"Masa, sih?"

"Kalau gue tebak dia mau menghindari yang setelahnya."

"Gak percaya," gue menggeleng dan tertawa pendek.

"Sama. Tapi terbukti, kalau misalkan dia gak punya pacar, artinya hatinya sudah dicolong orang."

"Uh, maksud lo?" penuh sama paraphrase banget kata-kata Laila sebelumnya.

"He's in love with someone out of his reach," bayangan Hunter jatuh cinta sama satu cewek gak bisa terbayang, sepertinya bukan dia banget.

"Siapa?"

"Gue juga gak tahu. Mungkin seseorang dari masa lalunya? Temen SMP? SMA? Kuliah? Gak ada yang tahu, dia tertutup di bagian kehidupan cintanya."

"Pacar, gue tebak dia punya pacar," gue berdiri dari mejanya. "Gue lupa gue ada janji sama temen. Besok jangan lupa lanjutin."

"Lacy?"

"Ya."

"Kapan-kapan kenalkan gue ke dia, dong! Sepertinya dari cerita lo, dia seru."

"Okay. Thanks for the information, Laila. Lo adalah sekretaris terbaik."

"Thanks for the sarcasm," dan kita berdua tertawa.

Hanya untuk kelihatan gue gak bohong, gue keluar kantor betulan, gue juga butuh berpikir. Hunter punya love intrest dari masa lalunya yang gak bisa dia raih, bukannya gue mau ke-ge-er-an atau apapun, tapi siapa lagi cewek yang dari masa lalunya sekarang masih ada? Tapi kalau iya, keren sekali dia bisa menahan perasaan seperti itu, apalagi untuk gue. Gue harus tahu, bagaimana kalau selama ini gue gak bisa punya jodoh karena dia?

Gue gak bisa melakukan konfrontasi di jam kantor, jadi gue harus menunggu sampai jam pulang, setelah semua pulang, termasuk Laila. Sampai gak ada saksi mata sama sekali, walaupun akan ada kamera, tapi, kan, mereka-siapapun yang ada di balik itu-gak bisa dengar percakapannya. Laila pulang terakhir, setelah gue lihat dia masuk lift, gue langsung menjalankan rencana gue.

"Hunter!"

"Hmm?" dia mengangkat kepala dari layar komputernya.

"Tell me something."

You, Me, and PrejudiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang