23 - The Day

1K 49 0
                                    

"Are you fucking kidding me?!" suara Hunter di telepon membuat kuping pengang. "I'll be right there," dan sambungan terputus.

Gue mengganggu dia meeting, tapi ini darurat, gue butuh dia sekarang juga. Walaupun ada Lacy, gue tetap butuh dia di momen ini.

Gak sampai sepuluh menit kemudian, Lacy melapor kalau Hunter sudah sampai, sedang berjalan naik ke atas. Dia gak perlu buru-buru juga, sih, toh masih belum sempurna. Tapi kalau tiba-tiba drastic, ya, setidaknya dia sudah di sini.

"Hey," dia menyapa gue sebelum menengok ke Lacy, "oh, ada lo."

"Gak suka?" tanya Lacy santai.

"Enggak, setidaknya, Triana ada temennya tadi."

"Lo akan baik-baik saja, santai," Lacy pergi dan meninggalkan gue dengan Hunter.

"Lo sampai sini cepat," ucap gue setelah pintu ditutup.

"Gue gak mau ketinggalan..." dia menggantikan posisi Lacy sebelumnya, gue mengangguk.

1 jam 45 menit kemudian...

It fucking hurts! Walaupun ruangan ber-AC, gue tetap saja berkeringat gak ada habisnya. Lacy benar, harusnya gue memilih c-section saja. Dokter beserta asistennya terus-terusan menyuruh gue untuk terus mendorong. Tapi gila, ini seperti apa saja rasanya. Setelah akhirnya gue mendengar suara tangisan, akhirnya selesai, tapi dokter menyatakan sebaliknya.

"Belum?" tanya gue terengah-engah, capek ternyata...

"Anak anda kembar," balas si dokter "anda tidak tahu?" si dokter bertanya bingung.

"I prefer not to ask the doctor," balas gue.

"Siapa dokternya, sih?" tanya Hunter.

"Nyokap gue..." balas gue.

"Lo gila? Nyokap lo akan bunuh gue!" ucap Hunter panik.

"Sejauh ini belum, kan?" dia menggeleng.

"Kenapa harus nyokap lo?"

"Free," balas gue polos.

"If money was the problem, lo tahu gue bisa bantu."

"Gue gak mau uang lo, selama dia-mereka-masih di dalam gue, mereka tanggungan gue, setelah keluar, giliran lo," balas gue.

"Stupidly reasonable," gerutu Hunter.

"Sekarang, bantu gue menyelesaikan ini," dia mengangguk.

"I'm sorry I wasn't there for the appointment," ucap dia dengan nada sedikit menyesal.

"Gak pa-pa, lagian juga gak murah untuk membesarkan anak kembar."

"Kalian akan jadi orangtua yang baik," ucap si dokter memperhatikan kita, entah sarkastik atau pujian.

Jadi, gue punya anak kembar... Seharusnya gue sadar kenapa gue jadi 'terlalu' berat. Jelas saja karena ada 2, jelas saja. Gak sampai melahirkan gue tahu apa jenis kelamin mereka. Gue benar-benar menggunakan USG untuk mengecek sehat atau tidaknya kandungan gue, sisanya gue minta Nyokap untuk gak memberitahu gue, gue pengin jadi kejutan, dan gue memang terkejut. Bukan hanya apa kelamin mereka, tapi ternyata ada 2 juga. By the way, mereka cewek dan cowok, dan gue baru bisa lihat mereka setelah gue istirahat, sementara mereka dibersihkan. Capek gila, gue!

Nyokap dan Bokap tiba-tiba muncul di ruangan gue. Mereka ada di sini, wow, seharusnya, sih, memang begitu. Malahan, nyokap gue harusnya hadir ketika gue melahirkan. Tapi maklumlah, secepat-cepatnya mereka, sampai sini baru setelah 3 jam, yang berarti sekarang, pas sekali kalau dihitung-hitung. Mereka datang ketika gue sedang menyusui, jadi agak awkward gitu... Hunter sudah gue usir untuk makan atau apa saja terserah dia yang penting gak di dalam sini, bokap gue stay di posisinya sementara nyokap gue mendatangi gue.

"Suka kejutannya?" tanya nyokap gue.

"Gak nyangka banget..." balas gue tertawa pendek.

"Mereka mirip Hunter."

"Akunya gak ada?"

"Sedikit ada, mungkin sekarang belum kelihatan. Sudah mutusin nama belum?"

"Belum... Tapi pakai garis sambung di belakangnya."

"Richards-Johnson atau Johnson-Richards?"

"Belum dibicarakan."

"Sekarang dia ke mana?"

"Aku usir."

"Kalian gak berantem, kan?"

"Gak, kok, mungkin sebentar lagi dia balik," dan tepat saat itu gue mendengar pintu dibuka dan suara bokap gue menyapa Hunter... Kok, bisa kenal? Kan, mereka belum pernah bertemu... Atau mungkin pernah?

3 hari kemudian setelah gue recovery, gue bisa pulang. Gue juga sudah memutuskan nama untuk anak-anak gue, Claryne Anabeth Johnson dan Clavine Hunter Richards, kita bagi adil. Claryne mendapat nama tengah gue dan nama belakang Hunter, sementara Clavine kebalikannya.

Gue gak pernah mendapatkan yang namanya baby shower, gue pengin sebenarnya, tapi sayangnya, situasi tidak memungkinkan. Gue yang gak mau tersebar luas, ada sesuatu, gitu. Rasanya balik bisa tidur di kasur sendiri tuh enak, bebas, gak takut menggelinding jatuh ke bawah. Tapi sekarang bukan itu lagi masalahnya. Sekarang, bisa gak, gue membuat anak gue tidur dan gak menangis bangun tengah malam. Memang di sini kamar ada banyak, tapi belum ada baby cribs-nya, belum beli, kalaupun sudah, kapan memasangnya.

Seperti biasa kejutan selalu menanti gue, sampai di rumah, gue menemukan-sebenarnya, sih, ditunjukkan oleh Hunter, kalau ternyata 1 kamar sudah berubah jadi nursery, kapan jadinya? Perasaan gue selalu di rumah, kok, gue gak tahu ada orang yang merubah kamar? Berapa lama ini sudah jadi? Sepertinya, sih, sudah lama, sudah gak bau cat juga soalnya. I can't believe he thought about it...

"Suka?" tanya Hunter di sebelah gue.

"Kapan jadinya?"

"1 bulan lalu."

"Kok gue gak tahu?"

"Kalau tahu gak jadi kejutan, dong."

"Dasar."

"Suka, gak? Memang, sih, tempat tidurnya kurang 1, belum sempat beli. Tapi gampang lah nanti dibeli."

"Gampang, ya?"

"Iya lah... Datang saja ke toko terus beli, deh."

"Memang gampang, ya, jadi lo..."

"Jangan salah sangka, gue juga pernah kesusahan."

"Gak percaya gue, hidup lo, kan, senang terus, ini itu gampang, semuanya tanpa diminta langsung dapat."

"Gak semuanya," dia berjalan ke depan gue. Dari bahu gue, dia mengelus tangannya sampai di ujung jari gue, "it took years before I got you."

"Kadang juga, kan, butuh sesuatu yang berbeda, gak ada yang sempurna," gue balik badan dan jalan kembali ke ruang tengah tempat di mana gue menaruh bayi-bayi gue, Hunter mengikuti di belakang gue.

You, Me, and PrejudiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang