(4)

298 74 16
                                    

Rose menarik nafas dalam dan menghembuskannya begitu Ia keluar dari pesawat malam ini. ditemani koper dan mungkin terlihat aneh ketika Ia membawa mantel tebal padahal ini malam pertengahan musim panas. Rambut pirang lurus panjangnya tergerai--dengan bagian kiri yang sengaja di selipkan kebelakang telinga dan bagian atas yang ditutup bucket hat tosca.

Ia cuma berjalan melewati palang dan berniat keluar karna tahu tidak akan ada yang menjemputnya kali ini. Kan dia belum menghubungi nomor Ibunya yang dia pakai menelfon kemarin dan selain itu--dia tidak punya kontak kerabat dekat. Hanya saja dia berhenti. Menurunkan topinya dan mendengus tak percaya ketika melihat seseorang berdiri tak jauh darinya.

Itu benar Yeonwoo? Ibu kandungnya?

Rose membatu. Dadanya juga berdegub disertai gairah dalam perutnya untuk segera berlari kesana dan memeluk Ibunya yang tidak berubah banyak dari penampilan fisiknya. Dan diseberang--di jarak sekitar 10 meter, Yeonwoo sudah menutup mulutnya dan menangis. Berlari kearah Rose yang masih tercengang di tempatnya dan menubruk putrinya itu dengan pelukan rindu yang lumayan erat.

Rose masih tidak bereaksi apapun selain kaget dan mencoba merebut kembali nafasnya yang hilang beberapa saat yang lalu.

"Eo-eomma?"

Matanya juga berkaca-kaca. Lama sekali rasanya dia tidak memakai panggilan itu. Biasanya dia memanggil Serin dengan sebutan 'Mum', dan rasanya benar-benar berbeda ketika memanggil Ibu kandung sendiri.

"Chaeyoung. Hiks, kau--" Park Yeonwoo menangkup wajah Rose yang jelas lebih tinggi darinya. Dan kalau di perhatikan wajahnya sangat persis mirip Chaerin. Kecuali rambut. Yah. Rose blonde, dia harus ingat itu.
"Sayang, Ibu rindu sekali."

Rose mendongak untuk mencegah air matanya turun. Sumpah, dia rindu. Sangat. Anak mana yang tidak merindukan Ibu kandungnya sendiri ketika sudah tidak berjumpa bertahun-tahun? Tapi benar kata Chanyeol dan ayahnya. Dia tidak boleh terlarut dengan situasi. Disini bukan tempat yang cocok untuk menetap lama-lama, karna kehidupannya ada di New York sekarang.

"Darimana Ibu tahu aku disini?"

Yeonwoo mengusap air matanya. Dan saat itulah Rose memperhatikan kalau ini pertama kalinya dia melihat Ibunya menangis. Apa benar Ibunya merindukannya? Sampai dia rela menangis haru di tempat umum seperti sekarang?

"Ayahmu. Tadi dia menelfon dan bilang kau akan kemari. Ibu senang sekali mendengarnya, Sayang. Akhirnya kau bisa berkumpul lagi dengan kami--"

Rose menarik nafas.
"Maaf, sepertinya ibu salah tangkap." Katanya miris. Meskipun tidak enak mengatakan hal seperti itu pada orangtuanya sendiri, tapi dia memang harus menjelaskan tujuannya kemari. Yang bisa dibilang lumayan sulit mendapat izin dari seisi rumah, terlebih Chanyeol. Tapi melihat wajah senyum bingung dari Ibunya, dia jadi tidak tega. "Sebenarnya aku kemari cuma ingin menjenguk Chaerin. Yang kalau Hyung memberi izin, aku tinggal cuma seminggu."

Yeonwoo kelihatan kaget mendengarnya. Meski begitu, dia mencoba tersenyum dan mengangguk mengerti.
"Setidaknya kau masih bersedia menemui Ibu dan Chaerin. Sehari saja sudah sangat berharga, Sayang."

Rose hanya tersenyum dipaksakan. Mengalihkan pandangannya ke sekeliling untuk menghindari kontak mata dengan Ibunya yang sedang meneliti fisiknya. Yah. Dia pasti kaget dengan perubahannya.

"Ayo, Sayang. Kita pulang." Rose menahan dirinya sendiri ketika Yeonwoo menjemput lengannya. Membuat wanita itu kebingungan dan menatap Rose dengan pandangan bertanya.

"Ada apa?"

"Aku tidak bisa pulang dengan Ibu." Katanya lelah. Membuat wajah Park Yeonwoo makin tak mengerti.
"Ayah sudah meminta Paman Cho mencarikanku tempat tinggal dan aku akan tinggal di apartemen selama disini. Aku tidak bisa tinggal serumah dengan Ibu. Kalau ayah dan kakakku tahu, mereka akan membawaku pulang. Itu syarat aku bisa dapat izin kemari."

Blue HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang