Kejadian tadi benar-benar menyebalkan. Sangat. Dia bahkan tidak menyangka akan melewatkan waktu makan siangnya yang hancur. Dan dia bahkan belum memakan makanan buatan Ibunya sebelum benda itu berakhir mengenaskan.
Rose menghembuskan nafas kasar. Berjalan menuju tempat sampah--karna kebetulan dia berada di loteng dan ada sebuah tempat berteduh disana. Entah disengaja oleh kampus atau buatan mahasiswa fakultas sialan ini. Dia terpaksa menumpahkan isinya kedalam benda abu-abu itu dan menghapus air matanya. Terlihat sangat sedih, ketika Ibunya sudah repot curi-curi waktu untuk membuatkannya bekal makan siang dan membawakan ke apartemennya pagi-pagi sekali.
Lalu saat menutup tempat sampah dengan keras, dia mendengar seseorang berdecak sebal. Membuatnya buru-buru melihat ke sumber suara dan ternyata ada sepasang kaki dibalik balok-balok bangku yang ditumpuk seperti dinding.
Dan rupanya seorang laki-laki. Dia sudah berdiri sehingga wajahnya kelihatan. Dari perawakannya, sepertinya mereka seumuran. Rose mengerut bingung.
"Kau siapa?" Rose bertanya polos. "Dan kenapa kau tiduran di samping tempat sampah? Gembel?"
Yah, terkadang penyakit mulutnya yang terbiasa memaki akhirnya kambuh lagi. Tapi memang benar, orang ini tampan tapi kenapa tidur disini? Apa tidak ada tempat yang lebih baik, begitu?
"Terserahku, sih. Kau Park Chaerin, kan?"
Rose memicing.
"Yah. Kau sendiri siapa?""Kau tidak mengenalku? Minggu lalu kau menyemprotkan air ke wajahku dari dalam mobil. Dan seingatku, kau belum minta maaf." Rose mendadak meringis mendengarnya dan sedikit menundukkan kepalanya singkat dengan canggung. Sadar kalau orang itu menyipit heran kearahnya, dia terkekeh bodoh.
"Maaf, kalau begitu. Silahkan lanjutkan tidurmu, aku akan pergi."
"Tidak bisa lagi." Orang itu mengambil salah satu balok, atau mungkin dua. Satunya diberikan pada Rose dan mengodenya supaya duduk. Awalnya Rose mau menolak, tapi disini memang tempat cocok untuk bersantai. Terima kasih untuk Kim Jisoo yang sebelumnya menyuruhnya kesini.
"Duduklah, aku tidak akan menghajarmu seperti kebanyakan orang."
Rose menunjukkan senyum tidak enak dan kemudian merapatkan bokongnya. Tiba-tiba kepikiran soal kekesalannya sebelum ini, dan pemuda itu menyadarinya.
"Kenapa? Kau ada masalah?""Hah?"
"Orang yang datang kemari kebanyakan adalah mencari ketenangan." Meski nadanya terkesan cuek, Rose yakin pemuda ini berharap dia mau terbuka dan menceritakan masalahnya siang ini.
"Tidak juga. Hanya masalah kecil dengan satu dua orang dibawah sana."
Laki-laki itu cuma mengangguk paham. Tidak berniat bertanya lebih jauh karna toh--mereka barusan bercengkrama. Dulu dia ingat kalau gadis ini juga datang dengan wajah sembab. Menangis seperti anak kecil dan ketika dia menghampirinya untuk diajak bicara, malah ditinggalkan. Lalu mereka bertemu di parkiran dan Park Chaerin terlihat sangat sengaja memepetkan mobilnya ke genangan air hingga memuncratinya yang sedang berdiri bercengkrama dengan teman-temannya di trotoar.
"Aku Kim Mingyu. Wakil Ketua BEM." Katanya. Mengulurkan tangan dan tersenyum ramah, lalu Rose menahan sekitar dua detik sebelum membalas jabatannya.
"Park Chaerin."
"Iya, aku tahu. Seluruh kampus mengenalmu, kok."
Rose hanya tersenyum kecut ketika mengetahui maksud Kim Mingyu. Tentu saja. Buruknya, semua orang mengenal kakak kembarnya seperti sampah.
"Oh, ya. Kau sendiri ada masalah apa? Katamu kan orang kemari untuk mencari ketenangan."
"Aku suka saja. Disini lebih bagus. Tidak segila dibawah sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hour
RandomWarning: cover sementara Sejak orangtua mereka bercerai, Rose dan kakak laki-lakinya mengikuti sang ayah meninggalkan Korea. Sementara saudari kembarnya menetap dengan sang Ibu. Karna kecelakaan mengakibatkan Chaerin koma, Rose bersikeras pulang ke...