(6)💶

245 44 1
                                    

Rose sudah terbiasa dengan rambut pirangnya sejak empat tahun yang lalu. Itu satu-satunya hal yang membuatnya percaya diri untuk berbaur dengan teman-teman Westernnya.

Korea memang memiliki tingkat perundungan yang terbilang tinggi. Jelas di Amerika tidak ketinggalan hal seperti itu juga, terutama kawasannya sendiri. New York. Tapi di kampusnya, setiap mahasiswa terlalu disibukkan untuk bersaing di bidang akademik ketimbang sok jago menindas orang. Dengan kata lain, kampusnya menyandang gelar kampus yang bersih dari namanya perundungan. Inilah yang membuat Rose tidak perlu mengurusi hal lain selain belajar, dan pada akhirnya dia bersama 4 orang seangkatannya di lompat-semesterkan dan lulus dua tahun lebih cepat. Tapi dia bukan membicarakan perihal kampus, melainkan rambut.

Dia sempat beberapa kali menelan liur mendengar gunting yang dipegang hairstylist langganan Jisoo bernama Hyeri itu mulai memotong rambutnya sedikit demi sedikit dan mulai berjatuhan kebawah kaki kursi yang dia duduki.

Dipojok sana--di bangku tunggu--Jisoo duduk dan mengabadikan momen itu dengan ponselnya. Dirinya bersumpah ini kali pertama melihat Park Chaeyoung potong rambut. Dimana ketika kecil, dia terkenal sekali dengan rambut coklat panjangnya yang bergelombang alami. Tapi demi melancarkan rencananya untuk menggantikan Chaerin ke kampus mereka, mau tak mau dia harus mengubah penampilannya. Tampaknya tidak ada yang terlalu berbeda selain rambut. Hanya itu.

Dia sudah mendeskripsikan bagaimana penampilan Chaerin ke kampus. Jelas dengan rambut hitam mengkilap melewati bahu dan lurus dengan sedikit tiny bangs.

Sekitar satu setengah jam, Jisoo sudah mengatupkan kepalanya karna diserang bosan yang berlanjut ke kantuk. Tersentak ketika namanya di panggil dan Ia menatap orang itu.

Kaget, pastinya. Menganga melihat Rose dari ujung kaki sampai ujung rambut barunya saat ini. Gadis itu mungkin tampak tidak enak karna beberapa pelanggan di salon itu melihat kearahnya.

"Bagaimana?"

Jisoo berdiri.
"Ya Tuhan, aku sekarang tidak bisa membedakanmu dengan Chaerin! Woah!"

Rose mengulum senyumnya. Malu, bisa dibilang. Dan wajah cerahnya langsung berganti rengutan.
"Ngomong-ngomong, ayo kita makan. Aku lapar."

Gadis Kim tertawa di tempatnya. Well, mau semirip apapun mereka--sikap keduanya jelas akan membedakan siapa dengan siapa. Jisoo menyambar tasnya di bangku sebelum Rose menariknya keluar darisana. Jujur, dia memang sedikit lapar juga. Menunggu memang melelahkan.



....




Awalnya Rose grogi menginjakkan kaki disana. Tempat mewah berjuluk kampus dan terdiri dari tiga bangunan besar yang menganut lapangan besar yang terbagi empat bagian. Setiap gedung terdiri 5 lantai dan berbeda dengan kampusnya--disini lebih modern dari setiap detail bangunannya. Penampakan kampusnya sendiri lebih mirip kastil Eropa yang didalamnya sama saja seperti kampus lainnya. Yang membedakan cuma bagian luar saja.

Rose keluar dari mobil Jisoo dan berdiri sambil menarik nafas menunggu gadis Kim keluar juga dari mobilnya. Sejauh ini tidak ada yang memperhatikan mereka. Mungkin kalian bertanya mengapa keduanya harus diperhatikan. Ini soal Rose. Dia selalu menarik dressnya turun menutupi pahanya meskipun ujung-ujungnya tetap naik juga karna sudah modelnya.

"Kenapa, Chaeng?"

"This dress--aku tidak suka!" Erangnya. Mencoba menurunkan ujung pakaiannya berkali-kali dan Jisoo malas tertawa kecil.
"Calm down, Lady. Setidaknya warnanya tidak pink."

"Ya ampun, aku bahkan lebih suka warna pink. Asal itu pastel." Balas gadis Park lagi dengan sebal.

"Baiklah, aku tidak akan komen lagi. Tapi benar kataku, kau cocok dengan dress itu. Sudahlah, berhenti mengelinjang seperti itu. Ayo!" Dan tanpa pikir panjang menarik Rose yang kesulitan berjalan tanpa menarik dressnya turun. Demi apapun, pakaian ini membuatnya tidak percaya diri. Jisoo harus tahu kalau tipe pakaian yang dia pakai benar-benar harus nyaman. Sementara ini? Rose tidak mau mengejek fashion kakak kembarnya, tapi ini benar-benar bukan gayanya. Biasanya dia memakai dress hanya ketika ada urusan yang terbilang formal. Itupun, dia sebisa mungkin memilih yang tidak terlalu banyak mengekspos bagian tubuhnya karna Mark--mantan kekasihnya, dan kedua kakaknya tidak segan menegurnya.

Blue HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang