kedamaian yang sirna

1.3K 117 18
                                    

(POV orang ketiga)

     Dewa keputusasaan telah musnah bersama dengan bintang putih dan para pasukannya. Dengan ajaibnya, perang yang berada di luar kemampuan manusia itu berhasil dimenangkan dengan jumlah korban yang lebih sedikit dibandingkan dengan pihak musuh. Semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah berkat para pahlawan yang berdiri di barisan terdepan dengan mempertaruhkan segenap jiwa dan raga mereka. Khususnya, komandan panglima perang Cale Henituse yang menjadi kunci dalam kemenangan tersebut.

     Sorak-sorai rakyat terus menggema semenjak proklamasi kemenangan dikumandangkan. Nama para pahlawan juga terus digaung-gaungkan dalam 2 tahun terakhir yang damai itu. Meskipun begitu, kisahnya tidak berhenti disana.


     Dinding hitam yang terbuat dari marmer adalah hal pertama yang dilihatnya setelah dia membuka mata.

     Cale Henituse yang terbangun dari tidur damainya, tersenyum puas sambil menatap ke luar jendela. Sebelum pada akhirnya, alat pemanggil sihir di atas mejanya berkedip berwarna merah.

“!!!”


     Dia pun mengerutkan keningnya.
Panggilan yang muncul di pagi buta seperti ini biasanya bukanlah sebuah kabar yang baik.


*****
(POV orang ketiga)

     Seorang anak berambut hitam dengan mata biru yang indah menatap langit dengan berseri-seri. Raon yang kini berumur 8 tahun bersenandung kecil sembari memperhatikan setiap helai daun yang berguguran.

     Mega di langit sore menambah kecantikan di hari itu. Anak tampan bermata biru itu kembali ke rumahnya dengan antusias.

“Ayah manusia…!”

“Ayo ke desa Haris!”

“Cuacanya bagus!”

     Raon terus berceloteh tanpa henti. Dia pun membenamkan dirinya di dalam pelukan Cale.

     Cale yang terkejut dengan permintaan tiba-tiba dari Raon itu langsung mengerutkan keningnya.

     Sebenarnya, dia sedang tidak ingin keluar dari villa bawah tanah itu. Cale sedang bersembunyi dari para bangsawan yang merongrongnya untuk segera menikah. Dia lelah dengan semua lamaran yang menghampiri dirinya.


“Baiklah. Dimana On dan Hong?”

“di luar. Mereka sedang berlatih, ayah manusia!”

     Walaupun perang telah lama berlalu, orang-orang di sekitar Cale tetap berlatih seperti biasanya. Tidak ada satu orang pun yang mengendurkan pelatihan hanya karena kemenangan berada di pihak mereka.

     Cale menggandeng tangan kecil milik Raon. Mereka berdua pergi menghampiri On dan Hong.

“Kak! Ayo pergi jalan-jalan!”

     Raon melambai-lambaikan tangannya.

“Asik!”

“Oh, itu bagus nya~!”

     Keduanya berlari menghampiri Cale dan Raon.

keberuntungan/kesialanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang