Dongeng sebelum tidur

731 91 2
                                    

(pov orang ketiga)

Lingkaran sihir teleportasi menyala. Dua orang pria yang berambut merah dan hitam keluar dari lingkaran teleportasi tersebut.

“Oh tuan Cale, Master Choi Han, selamat sore...”

“Selamat sore...”

‘?’

“Selamat sore, tuan..”

“Ya, selamat sore... ”

Para pelayan dan prajurit yang lewat membungkuk hormat saat menyapa kehadiran  Cale dan Choi Han. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Ada suasana yang tidak asing bagi Cale.

‘Ada yang aneh.’

Cale mengernyit fokus pada tatapan mereka. Dia mengenali arti tatapan-tatapan itu.

“Choi Han!”

“Iya, Cale-nim?”

“Apa aku terlihat menyedihkan?”

“...”

“Mengapa mereka menatapku seolah aku patut dikasihani?”

Cale kini mengernyitkan keningnya dalam-dalam setelah mengenali arti tatapan yang ditujukan untuknya itu.

Seingatnya, terakhir kali dia mendapatkan tatapan demikian adalah saat dia terbangun dari komanya setelah membunuh bintang putih. Seharusnya, tidak lagi ada alasan baginya untuk mendapatkan tatapan kasihan semacam itu.

Choi Han dengan bingung memperhatikan sekeliling. Para pelayan dan prajurit jelas memperhatikan mereka dengan tatapan iba. Atau lebih tepatnya, memperhatikan Cale dengan tatapan iba itu.

“Hatiku sungguh sakit..”

“Mengapa tuan Cale selalu menderita?”

“Aku harap dia bahagia..”

Bisik-bisik yang tidak dimengerti oleh Choi Han mengiringi setiap langkah mereka. Ini situasi yang tidak asing bagi Choi Han karena Cale memang selalu mendapatkan tatapan demikian. Namun, kali ini penyebabnya tidak dia ketahui.

‘Sebenarnya ada apa?’

Mereka terus berjalan sampai mengenali sekelompok orang di kejauhan.

Semua anggota keluarga Henituse terlihat berada di taman sekarang.

Duke Deruth, Duchess Violan dan Basen tampak sedang meminum teh. Sedangkan anak-anak termasuk Lily, sedang bermain tidak jauh dari sana.

Mata Lily ditutup dengan menggunakan selembar kain hitam. Sementara yang lain, menepuk-nepukan tangan mereka secara bergantian sebagai petunjuk untuk Lily. Lily melangkah ke sumber suara tepukan sambil meraba-raba.

“Bibi, kau payah sekali.”

Raon mengejek lily yang kesulitan menangkap mereka. Mendengar suara Raon, Lily tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia berlari ke arah Raon, mencoba untuk menangkapnya.

“.....”

Lily hanya menangkap udara kosong  di sana. Dia gagal menangkap Raon.

“Huft, hampir saja.”

Raon menghela napas lega.

“Kau!”

Lily menyadari sesuatu, suara Raon berasal dari atas tubuhnya. Dia langsung membuka kain penutup matanya dan menemukan Raon mengambang di atas sana.

“Sudah kuduga, kau curang! Bagaimana bisa aku menangkap kau di atas sana, Hah?”

“Aku tidak curang. Ini keahlianku. Kau pikir musuhmu akan mengalah?!”

keberuntungan/kesialanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang