Adrian mengantar Yuta ke sekolah. Dia masuk atas nama keluarga Siera. Orang itu cukup berpengaruh di kota ini. Dan, termasuk donatur beberapa siswa berprestasi yang kurang mampu.
Sayang sekali karena hari ini perempuan itu harus datang ke meeting penting, dia tidak bisa mendampingi Yuta.
"Paman, perempuan yang jadi bosmu itu sangat baik. Aku yakin dia suka kamu."
Adrian ingin sekali mengempap Yuta hingga masuk tanah. Beraninya dia bicara sembarangan!
"Mulai detik ini, kamu jangan pernah bicara sembarangan lagi."
"Apanya yang sembarangan, aku cuma jujur."
Adrian berhenti di sebuah ruangan. Dia menarik Yuta untuk masuk. Mereka bertemu dengan kepala sekolah dan juga wali kelas. Setelah berbicara singkat mengenai aturan dan juga kondisi sekolah, Yuta diajak untuk masuk ke kelas segera bersama wali kelasnya.
"Aku akan tinggalkan kamu di sini. Jangan macam-macam. Berani kamu buat ulah, aku sendiri yang akan menangani kamu!" Adrian berbisik pada Yuta. Pria itu berharap di sekolah elite ini tidak akan ada perundungan. Jika itu terjadi, bukan Yuta yang dalam bahaya, tapi seisi sekolah ini.
"Aku bisa jaga diri." Yuta meyakinkan. Kemudian bergegas mengikuti gurunya. Dia masuk kelas angkatan pertama tahun ini.
Yuta berjalan di belakang gurunya, Adrian memperhatikan cukup lama. Anak itu dari dulu memang tidak pernah emosi untuk hal kecil, seharusnya di sekolah ini tidak akan ada yang bisa membuatnya marah.
Semua akan baik-baik saja. Adrian bergegas pergi, mengabaikan perasaan khawatirnya. Dia harus bekerja pada Siera yang sudah mengusahakan ini untuknya.
Yuta tiba di kelas. Gurunya meminta dia masuk, pada saat itu juga anak-anak yang berada di kelas terfokus padanya.
Setelah memperkenalkan diri, Yuta dapat tempat duduk di sisi sebelah kiri paling belakang.
Baru menempelkan bokong, gadis di sebelahnya mengajak kenalan. Juga, siswi di belakangnya yang berbisik kalau mereka bisa ke kantin sama-sama nanti saat jam istirahat.
Ada apa dengan gadis-gadis itu? Mereka membuat Yuta bingung harus menghadapinya. Lagi pula, mau bagaimanapun mereka bertingkah Yuta hanya ingin mencari Athena.
*
Jam istirahat. Kelas sebelas sedang membicarakan soal kedatangan murid baru yang tampan. Dengar-dengar dari mereka yang satu kelas, anak itu punya mata kecoklatan yang tampak bersinar. Kulitnya sedikit pucat, tetapi dia memiliki bibir yang merah hingga wajahnya terlihat berseri.
Linie memainkan anak rambutnya. Dia juga dengan teman satu kelompoknya penasaran dengan siswa baru tersebut.
Athena belum dengar siapa namanya. Dia yang dikucilkan oleh saudara sendiri dan juga teman-teman sekelas, sehingga tidak pernah ikut dalam obrolan mereka.
"Thena!" Linie memanggilnya persis seperti budak. "Aku disuruh Mister Fahmi untuk mengumpulkan tugas, kamu tahu aku lapar dan kakiku juga sakit. Sana, kamu yang taruh ke ruangannya!"
"Kamu punya kaki, Linie. Mister Fahmi juga pasti akan tanya kenapa bukan kamu yang kumpulkan sendiri."
Linie melempar bukunya. "Bilang kalau kakiku sakit! Sampai kamu tidak becus melakukannya aku buat kamu menyesal!"
Maria baru kembali dari toilet, melihat Linie yang kurang ajar, dia ambil buku itu bergegas kemudian menaruh secara kasar di mejanya.
"Dasar pemalas! Kamu tidak punya hak untuk memperlakukan orang semau kamu!"
Linie hanya bergidik. Dia ajak reman-temannya untuk meninggalkan kelas. Gadis itu yakin Athena akan paham apa yang harus dia lakukan.
Athena mengambil buku milik Linie. Terpaksa dia harus mengantarkan buku milik saudara tirinya itu ke ruang guru.
"Kamu harusnya bisa melawan, Na."
Athena mengangkat bahu. Ya, memang dia harusnya melawan. Namun, pagi ini saja Athena tidak diberi uang saku dan juga sarapan oleh Lusi hanya karena dia lalai menyiapkan kaus kaki Linie. Kalau dia mengadu lagi pada ibunya soal penolakan Athena di sekolah, bisa jadi hukuman akan ditambah.
"Aku takut pada ibuku, Maria."
Maria mendesah. "Kalau kamu punya tempat lagi, lebih baik pergi dari rumah ibumu."
"Aku tidak punya tempat lagi." Athena menyimpulkan senyum. Maria hanya memperhatikan dia yang sibuk ke kantor untuk memberikan tugas Linie pada guru.
*
Yuta sudah digembleng Adrian untuk mempelajari cara bergaul. Saat jam istirahat, dia ikut teman yang lain ke kantin, walaupun mereka tidak saling bicara.
Di depan sebuah etalase yang menyediakan berbagai macam roti, Yuta berdiri cukup lama. Dia bingung harus makan yang mana karena belum tahu rasanya. Gadis di sudut lain memperhatikan, melihat Yuta yang begitu tampan dia tertarik untuk mendekati.
"Hai?" Secepat kilat gadis yang tidak lain adalah Linie sudah berada di dekat Yuta. "Kamu anak baru itu?"
Yuta memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia kenal wajah gadis di dekatnya ini. Sosok e menurut Yuta sangat menyebalkan karena dia mudah marah dan memaki orang. Terutama Athena.
Omong-omong soal Athena, di mana dia? Kenapa tidak ikut ke sini?
"Aku Linie. Kamu?"
Yuta hanya melihat tangannya yang terulur tanpa berniat menyambut. "Yuta." Dia berkata singkat. Setelahnya segera memesan roti, pergi dari sana.
Sela dan Amanda mengguncang Linie. "Ya ampun, dia ganteng banget."
Amanda mengiyakan apa yang Sela katakan. "Aku dengar juga dia dari keluarga Siera Ahmad yang pengusaha terkenal itu."
Linie membulat matanya. Berarti, bukan cuma tampan. Dia juga orang kaya?
Hemh, bagaimana kalau Linie sendiri mendekati dia?
Sementara itu, Yuta yang tidak nyaman dengan begitu banyak orang yang mendekatinya berusaha mencari tempat sepi untuk bisa lebih tenang. Lagi pula, tujuannya ke sini untuk mencari Athena kenapa malah dia tidak ada?
Di belakang perpustakaan ada sebuah bangku, seorang gadis duduk di sana bolak-balik minum air dari botol minum yang dipegangnya.
"Athena?"
Tersedak Athena mendengar suara yang dia kenal, tetapi nyaris mustahil kalau sosok itu yang memanggil. Sembari mengelap mulut, gadis itu mengangkat pandangan.
"Yuta?" Bola matanya nyaris melompat keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keturunan Naga Api
FantasyAthena melihat sisik pada punggung Yuta, sejak saat itu mereka tidak bisa dipisahkan