Zidan

106 11 0
                                    

~ Ketika sudah tidak bisa menyalahkan orang lain atas penderitaan yang didapat, menyalahkan diri sendiri adalah jalan ninjanya ~

"Sya udah, cukup!"

"Gue bener-bener minta maaf van." Gevan menghela nafasnya, sudah hampir sepuluh menit Fisya memohon maaf kepadanya. Namun permintaan maaf itu tak akan merubah apapun.

"Malam itu kita gak sadar Sya, udah lah!" ujar Gevan sedikit frustasi dengan tingkah Fisya.

"Tapi kalo malem itu gue gak dateng ke rumah lo bawa alkohol, itu semua gak akan terjadi."

"Sya cukup!" bentak Gevan membuat gadis itu terkejut, air matanya mengalir membasahi pipinya.

"Semua udah terjadi, nasi udah jadi bubur. Mau lo minta maaf sampe tahun depan juga, semua nya gak bakal bisa kembali seperti awal!" ujar Gevan.

"Van maaf, ini semua salah gue, karena gue pernikahan kalian batal," ucap Fisya lagi membuat Gevan mengeram kesal.

"Sya udah gak usah dibahas! Dan pernikahan gue, pernikahan gue hanya tertunda bukan batal!" ujar Gevan. Lelaki itu masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa pernikahan nya batal.

Dia sangat kesal dengan tingkah Fisya.

"Gue bener-bener minta maaf Van." Gevan akhirnya memilih untuk mengangguk saja. Lelah untuk menghadapi sahabat kekasihnya itu.

"Van maaf gue..."

"Sya dari pada lo minta maaf ke gue terus-terusan, mending lo bantu gue nyari keberadaan Yana sekarang!" selak Gevan.

"Gue juga gak tau Yana ada di mana," jawab gadis itu dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya. Gevan mengacak rambutnya sendiri.

"Yana tinggal sama mbak Sintia, lo tau gak tempat tinggal mbak Sintia di mana?" Fisya terdiam sesaat.

"Lo tau Sya? Bukan nya waktu gue sama Yana ngurus pertunangan, lo dateng ke rumah mbak Sintia?" tanya Gevan dengan tatapan menyelidik nya. Fisya sontak menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue gak tau Van, gue gak ikut! Wa... Waktu itu kan gue ikut bantuin pertunangan kalian!"

"Enggak deh, seinget gue lo gak ikut bantuin. Lo gak ada waktu itu."

"Ih gue ada, ah tau lah, pokok nya gue gak ikut ke rumah mbak Sintia!" Gevan menghela nafasnya kesal.

Dia merasa Fisya waktu itu ikut datang ke rumah Sintia, karena saat itu Fisya tidak ada saat dirinya dan Arieanna mempersiapkan pertunangan.

"Van, gue mohon lo jangan jauhin gue ya. Gue mohon banget sama lo. Gue udah bener-bener gak punya siapa-siapa lagi sekarang, bahkan keluarga Yana juga udah gak mau nerima gue," ucap Fisya dengan gemetaran.

Gevan menoleh menatap gadis itu. "Kenapa saat di rumah Yana, lo gak mau bantu gue jelasin tentang malam itu ke Yana?"

Fisya membasahi bibirnya. "Gue... Gue kan dilempar gelas sama Yana, Van."

"Tapi kan lo bisa ngomong ke dia! Lo sahabat nya Sya, lo yang lebih dahulu mengenalnya, kenapa lo gak bantu gue saat itu!"

"Gue malu Gevan! Gue malu!"

"Buat nampakin muka gue di depan dia aja gue malu banget! Gue merasa bersalah, gue gak tau gimana cara gue ngomong lagi ke dia setelah malam itu," lanjut Fisya dengan sesegukan.

Gevan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Gue gak bisa hidup kayak gini Sya, dia segalanya buat gue."

"Gue kangen banget sama dia Sya, gue rindu banget sama dia, gue hancur banget sekarang." Fisya menatap tubuh Gevan yang perlahan bergetar. Gadis itu mendekati Gevan, ia ingin memeluk lelaki itu. Namun Gevan langsung menjauhkan dirinya dari Fisya.

ARIEANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang