**catatan**
//kalimat yang bercetak miring adalah flashback//●○●○●○●○
Haechan, remaja laki-laki yang terlahir dalam keluarga sederhana. Terlahir sebagai anak kembar yang diinginkan oleh kebanyakan orang.
Namun, sebenarnya itu semua hanya persepsi orang saja yang hanya melihat sekilas. Buktinya hidup haechan tidak seindah apa yang di katakan orang.
Mempunyai saudara kembar nyatanya tidak membuatnya bahagia. Bukan nya kurang bersyukur, tetapi itulah yang sebenarnya.
Ara terlahir menjadi anak yang cerdas bahkan bisa dibilang jenius. Sedangkan haechan terlahir seperti anak pada umumnya.
Dibandingkan dengan orangnya memang tidak akan ada yang mau dan bahkan melukai perasaan. Apalagi dibandingkan dengan saudara kembar sendiri. Yang katanya kembar itu sama.
Kalian berfikir haechan menerima kekerasan fisik. Bukan, yang dia Terima bahkan lebih perih dari itu. Luka yang tak mungkin sembuh dengan sendirinya. Luka tak kasat mata tapi cukup menyiksa.
"Selamat pagi semua.. " Haechan dengan riang menyapa keluarganya yang sudah ada diruang makan. Jeno tersenyum manis dan menjawab sapaan adik nya. "Selamat pagi juga kakak kembar" Dan Ara yang menjawab sapaan tak kalah riangnya.
Yang lain hanya menjawab dengan anggukan tanpa mengalihkan perhatian. Haechan tersenyum getir, meski sudah terbiasa tetap saja ini sakit.
"Oh iya.. Adek sekarang mau ikut Olimpiade matematika lagi kan? Gimana? Udah belajar belum? Bisa kan memahami materinya? " Suara bunda membuka topik pembicaraan.
"Iya bunda, bunda tenang saja nanti ara bawa piala pulang kerumah,.. Hehe " Jawab ara dengan penuh kepercayaan diri.
Haechan mendengarnya ikut senang dan bangga dengan adiknya. "Haechan, saya dengar minggu depan kamu ada ujian. Saya harap kali ini hasilnya tidak mengecewakan. " Suara berat ayahnya yang mengintimidasi sanggup membuat haechan gugup dan hanya menjawabnya dengan anggukan kecil.
"Iya haechan, liat aja tuh ara. Selalu masuk 3 besar. Masak kamu kalah sama kembaranmu sih. Makanya jangan main terus. Belajar yang bener. " Kali ini bukan ayahnya. Itu suara abang nya Johnny.
Dari kata-katanya memang tidak ada yang aneh. Namun maksud dari kata itu yang sangat menyakitkan. Bagaikan kalimat itu membandingkan haechan dengan adik kembarnya. Dan menyudutkan haechan tanpa bertanya.
"Aku udah belajar kok.. " Bela haechan. "Haechan. Dengerin kalau orang yang lebih tua berbicara. Jangan jawab terus. " Sekarang bunda nya.
"Udah ah bund. Sarapan dulu. Nanti ara dan kakak telat kesekolah" Interupsi ara saat menjadi suasana hati sang kakak kbar mulai. Memburuk.
Selalu saja begini, tiada hari tanpa membandingkan. Haechan hanya ingin di lihat sebagai dirinya sendiri. Bukan orang lain. Haechan adalah haechan, Ara adlaah ara.
Mereka berbeda, mereka punya kelebihan dan kekurangan Masing-masing. Jika ara unggul dalam akademis ya unggul di non akademis juga sih. Maka dirinya lebih menoniol dalam hal non akademis.
Haechan suka basket dan bernyanyi. 2 hal yang membuatnya mampu melupakan masalahnya.
Sering dia memenangkan perlombaan dari dua hal itu. Tapi reaksi keluarga nya biasa saja, tanpa apresiasi atau pujian.
Haechan hanya ingin mendengar "kerja bagus haechan" Kalimat sederhana yang membuatnya tersenyum seharian.
Sejak saat itu haechan tidak pernah menunjukkan apapun. Walaupun dia juara 1 apada turnamen basket sekalipun. Dia menganggap sia-sia menunjukkan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Never Know | Haechan (END)
Fiksi RemajaTerimakasih telah membuat cerita indah. Tapi maaf. Semua itu hanya ekspektasi kalian.