7. Kilatan

1.1K 104 6
                                    

Sepertinya hidup haechan sudah seperti apa kata orang. Jadi bungsu kesayangan keluarga. Bagaimana tidak beberapa waktu terakhir semenjak dirinya pulang dari rumah sakit semua keluarga nya memperlakukan nya bak seorang raja.
Apapun keinginannya pasti dikabulkan oleh keluarga nya.

Haechan senang dengan semua itu, tapi Haechan mulai merasa ada yg aneh dengan hidupnya yg tenang damai seperti ini. Ini bukan tenang sebelum badai kan? Pikirnya.

Dia menepis pikirannya, "jangan memikirkan hal buruk yg belum terjadi" Ucapnya pada dirinya sendiri. Dia tidak ingin kembali menjadi haechan dengan segala pemikiran buruknya. Haechan memutuskan untuk menikmati statusnya sebagai bungsu kesayangan untuk saat ini.

Tunggu, untuk saat ini? Ah.. Maksudnya untuk seterusnya. Semoga saja. Ya harus bisa.

Ketukan pintu kamarnya membuyarkan lamunan haechan. "Haechan~ sudah selesai belum siap siapnya.? Ayo sarapan dulu sebelum berangkat sekolah" Suara yg sedikit berteriak dari balik pintu itu adalah bunda. Wanita paruh baya yg masih terlihat cantik itu membuka pintu kamar anak nya dikala dirinya tidak mendapat jawaban.

Haechan kaget saat akan membuka pintu, pintu itu sudah terbuka dulu oleh bundanya. "Astaga haechan.. Bunda kira kamu masih tidur" Ucap sang bunda sambil mengusak Rambut haechan yg sudah tertata rapi.

Sedikit tersentak, lalu menyingkirkan tangan bundanya dengan lembut "bunda ku sayang, ini sudah aku tata rapi kenapa bunda rusak lagi sih ah.... " Gerutu haechan dengan badannya yg berbalik ke depan kaca guna merapikan rambutnya kembali.

Bunda terkekeh mendengar protes putra bungsu nya itu. "Kamu udah ganteng, ga usah lama lama depan kaca. Ayo cepet sarapan. Nanti kamu telat kesekolah" Mendengar itu haechan langsung bergegas berlari kecil menyusul Bunda yg sudah berjalan terlebih dahulu ke ruang makan.

"Selamat pagi ayah dan kakak" Sambut haechan ceria. Kedua orang yg disapa menyambutnya dengan senyuman manis melihat tingkah bungsu mereka yg seperti nya hatinya sedang cerah secerah senyumannya. "Mas jeno mana? Belum bangun? Emang ga kuliah? " Cerocos haechan dengan mulut penuh makanan. "Makan dulu baru bicara. Nanti tersedak haechan... " Kakak menegurnya. Yg ditegur malah hanya cengengesan menampilkan gigi rapinya.

"Mas udah berangkat tadi pagi, masih ada yg harus diurus katanya di kampus" Haechan mengangguk paham. "Yaudah sekarang berangkat ayah yang antar kamu" Haechan yg baru selesai minum menoleh kearah ayahnya. "Yah~ haechan bawa motor sendiri aja ya? " Pintanya dengan wajah yg dibuat semanis mungkin.

"Gak boleh sayang.. Kamu belum sembuh benar. Kalau nanti hujan gimana? Klau kamu jatuh gimana? " Sela bundanya sembari. Membereskan meja. Makan.

"Ih bunda... Haechan kan sudah SMA.. Haechan juga sudah sehat kok... Boleh ya yah? Bun? " Mendengar permintaan haechan. Sang ayah tersenyum dan mengusak rambut nya pelan. " Boleh . Tapi nanti harus hati hati. Kalau hujan berteduh dulu jangan asal trobos aja. Kalau merasa ga enak sama badan kamu. Kamu berhenti dulu tenfon ayah atau kakak. Pulang sekolah langsung pulang kerumah tanpa mampir kemanapun" Nasehat ayahnya yg tanpa ragu haechan setujui.

Haechan berpamitan dan melangkah riang menaiki sepeda motor kesayangan nya. Sudah terhitung ham 3 bulan dia tidak menyentuh nya sama sekali semenjak kejadian dipantai itu orang tuanya sangat protektif kepadanya. Dan.. Akhirnya.. Hari ini dia berhasil mendapatkan ijin orang tua nya untuk menaiki kesayangannya.

Haechan menaiki sepeda motornya pelan dan santai. Menikmati setiap momen dan melihat lingkungan sekitar. Saat itu dia melihat momen sepasang kaka adik yg bergandeng tangan berjalan sembari melompat kecil menyusi trotoar. Dibelakangnya sepertinya Bunda mereka mengikuti dari belakang. Pemandangan itu sangat imut dan lucu, yg tiba tiba mengingatkannya sesuatu.

Seperti mendapatkan deja vu, haechan terus berhenti dj pingir jalan memperhatikan kedua anak itu sembarj mengingat kejadian apa yg membuatnya merasakan dejavu ini.

Saat haechan tengah memperhatikan tiba-tiba anak yg lebih kecil mungkin dia adiknya jatuh karna tersandung kakinya sendiri. Sang Bunda yg dibelakang nya berlari ke si adik membantunya bangkit lagi. Sang kakak hanya diam memperhatikan itu tanpa tau melakukan apa.

"Kan Bunda sudah bilang, jangan lari jika sedang bersama adikmu. Lihat!! Gara gara kamu adikmu terluka! " Sepertinya Sang Bunda emosi ke pada anak tertuanya.

Haechan sedikit tersentak, matanya sedikit bergetar, detak jantung tiba-tiba berdetak sangat cepat dan tidak karuan. Nafasnya memburu seperti dia masuk ke dalam mimpi buruk yang paling menakutkan selama hidupnya.

"Abang.. " Sayup suara terdengar di telinganya. Suara anak kecil seperti memanggilnya. Muncul kilatan seperti mimpi tapi terasa sangat nyata. Anak kecil perempuan berlari mengejarnya sambil memanggilnya dengan sebutan abang.

"Abang? Siapa? Aku kan anak bungsu" Pikirnya. "Kan sudah bunda bilang. Jaga adiknya. Jangan main terus kamu. Dasar anak nakal" Lagi.. Suara lain muncul di telinganya. Suara itu seperti suara bunda nya.

Haechan semakin tak karuan. Keringat dingin sebesar biji jagung mulai muncul di dahinya. Matanya semakin bergetar dan nafasnya semakin memburu. Wajahnya sekarang sudah pucat pasi.

Haechan semakin hilang kendali atas dirinya. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri yg panik entah karena apa dia tidak tau itu.

Semakin mencoba untuk mengendalikan diri semakin bergetar tubuhnya. Tubuhnya ambruk terduduk bersamaan robohnya sepeda motor nya.

"Hey nak.. Kau tidak apa apa? " Itu suara orang sekitar yang khawatir melihat keadaan haechan. Haechan menatap orang itu. Melihat gerakan bibir orang orang yg bertanya khawatir keadaannya. Suara suara itu meremang, seakan mengambang di udara.

"Haechan..! " Terdengar suara yg sepertinya mengenalnya. "Ah,.. Mas jeno" Pikirnya. Haechan tersenyum melihat kakanya yg berlari menerobos kerumunan orang yg mengelilinginya. Jeno khwatir melihat haechan yg pucat pasi.

Sebelum jeno mencapainya haechan sudah terlebih dahulu ambruk dan memejamkan matanya. Jeno semakin kalut, dia meminta bantuan untuk mengangkat tubuh adiknya kedalam mobilnya. "Apa yg terjadi haechan... " Gumam Jeno yg mengemudikan mobil sembari gelisah dan khawatir melihat haechan di kursi belakang.

TBC

Hehe~ aku balik lagi~😁

Maaf karena terlalu lama~

Selamat membaca~

They Never Know | Haechan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang