Untuk Angkasa
Bahkan sang bintang pun tak akan pernah bisa menggantikan kamu sang bulan yang selalu ada disetiap malamku...
Walaupun awan menutupimu tapi hadirmu selalu terasa setiap kali aku membutuhkanmu...
Angkasa terima kasih karena sudah berse...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Belum direvisi)
Karena paksaan Shanaya, Angkasa dengan wajah datarnya mengikuti Syafrina dibelakangnya.
"Bukan kesitu!" Suara bass angkasa membuat Syafrina sedikit terkejut dan dengan cepat menoleh kebelakang. Dari tadi ia sibuk melamun karena kembali bertemu dengan laki-laki itu dan sekarang laki-laki itu ada di hadapannya.
"Ah salah ya?" Syafrina menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan senyum tipis.
"Lo lurus aja, kelasnya samping aula," setelah mengucapkan itu Angkasa berbalik hendak meninggalkan Syafrina tapi gadis itu menahan pergelangan tangannya.
Syafrina menarik nafasnya dalam kemudian dengan cepat menghembuskannya. Ia kini menatap mata dingin Angkasa. Ia masih ingat dulu tatapan Angkasa kepadanya bukan tatapan dingin seperti ini. Dulu ia bisa melihat tatapan berbinar dari mata Angkasa ketika bersamanya.
"Maaf" gadis itu melepas genggamannya pada tangan Angkasa." Gue tahu gue salah, gak seharusnya gue percaya sama omongan Kak Jovan Wak..."
"Gue gak mau bahas masa lalu," potong angkasa kemudian berbalik melangkah pergi.
Syafrina hanya menatap sendu punggung Angkasa yang mulai menjauh. Ia benar-benar merindukan Angkasa. Bahkan, tadi ia ingin sekali memeluk laki-laki itu dan menumpahkan semua tangisnya didada angkasa.
Jika ditanya apakah ia masih mencintai angkasa? Jawabannya iya. Selama ini ia mencoba menahan keinginannya untuk memberi kabar laki-laki itu. Ia merasa tak enak karena dulu ia lah yang meninggalkan Angkasa. Ia yang membuat hubungannya dengan Angkasa menjadi seperti ini. Seandainya dulu ia lebih percaya dengan Angkasa mungkin ia akan menjadi perempuan yang sangat bahagia sekarang.
Syafrina memejamkan matanya hingga satu tetes air mata membasahi pipinya kenangan satu tahun lalu kini terputar kembali dipikirannya.
"Ini apa? Jawab Gue angkasaaa!!!" Teriakan itu menggema di apartemen milik Aksara. Angkasa hanya menatap datar foto yang tadi dilempar Syafrina ke dada laki-laki itu. Sedangkan geng Aodra yang tadi sedang berdiskusi mengenai kejadian yang menimpa Angkasa hanya diam menyaksikan keributan yang terjadi.
"Gue gak nyangka,Ka." Suara yang tadi penuh amarah kini mulai memelan. Gadis itu mulai terisak dengan kepala menunduk.
Tadi sepulang dari ia mengantarkan mamanya ke salon. Jovan, menemuinya dan memberi beberapa foto yang membuatnya benar-benar syok saat itu juga. Ia sempat ingin tak percaya. Tapi, raut wajah Jovan saat itu benar-benar membuatnya mau tak mau harus percaya.
"Kenapa Lo tega lakuin ini? Apa karna Dhea pacar kak Jovan? Lo pingin ngacurin kak Jovan dengan ngelakuin hal kotor kayak gitu ke Dhea? Iya Ka?"
Angkasa hanya diam menunduk. Ia sama sekali tak berani membuka suara saat itu. Geng Aodra yang lain juga sama saja. Mereka hanya menyaksikan tanpa ingin menenangkan Syafrina, gadis satu-satunya yang bisa keluar masuk apartemen mereka.
Syafrina menarik rambutnya frustasi. " Kenapa si ka? Kenapa?" Ia benar-benar terisak sekarang. Bahkan, Syafrina sudah terduduk lemas dilantai.
"Sya," panggil Angkasa pelan. Laki-laki itu ikut duduk dilantai mensejajarkan dirinya dengan Syafrina."Lo harus percaya sama gue, Sya. Gue gak pernah lakuin hal sekotor itu."
Bukannya menjadi tenang, kini tangisan Syafrina semakin pecah. Membayangkan bagaimana Angkasa meniduri Dhea membuatnya tak bisa berpikir positif Sekarang.
"Gue benci sama lo ka?" Syafrina berdiri kemudian berlari keluar dari apartemen Aksara.
Angkasa mengepalkan tangannya kuat. Pandangannya terarah menatap foto dirinya dan Dhea tanpa busana yang hanya tertutupi oleh selimut yang tadi dibawa Syafrina. Ia sama sekali tak ingat apa pun yang terjadi malam itu.
"Argh," angkasa menarik rambutnya frustasi sebelum akhirnya memutuskan untuk mengejar Syafrina.
Setelah menempuh kurang lebih 10 menitan akhirnya angkasa sampai depan rumah gadis itu. Satpam yang bekerja disitu memberi tahu Angkasa bahwa Syafrina sama sekali tidak ingin bertemu dengannya.
"Sya!!!! Gue mohon percaya sama gue Sya!!!!" Teriak Angkasa dari balik gerbang besi rumah Syafrina.
"Sya gue gak pernah ngelakuin itu Sya!! Gue sayang sama lo gue cinta sama lo, Sya!!! Please gue mohon percaya sama gue,"
"Kalo lo gak mau keluar gue juga gak akan pergi dari sini, gue bakal nunggu Lo sampai Lo mau keluar, lo dengerkan Sya!!???"
Saat itu Syafrina hanya bisa menangis dibalik pintu balkon kamarnya.
Satu jam berlalu angkasa masih setia berdiri didepan rumah Syafrina. Ia tidak peduli dengan pusing yang melanda kepalanya karet sinar matahari yang begitu menyengat siang itu. Dari pagi angkasa juga belum makan. Jadi bisa dipastikan sebentar lagi ia akan tumbang.
Angkasa menyenderkan badannya pada gerbang. Tangannya memijat pelipisnya yang kini mulai merasakan pusing. Hingga setelah itu kesadarannya mulai menghilang.
"Syafrina!"panggilan itu membuat Syafrina tersadar dari lamunannya dan dengan cepat mengusap air matanya. Ia berbalik dan menoleh kearah wanita yang kini menatapnya dengan senyuman. "Kamu Syafrina kan?"
"Iya Bu,"
"Nama ibu Henny yang bakal ngajar kelas IPS setelah istirahat, ibu disuruh kepala sekolah untuk nganter kamu. Ayo ikut ibu!" Syafrina hanya mengangguk patuh kemudian mengikuti Bu Henny dibelakangnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tbc
J
adi di bab ini cuma ngebahas masalalu Angkasa sama Syafrina. Emang si belum sepenuhnya hanya inti kenapa mereka bisa pisah.