18. Langgeng?

33 4 0
                                    

Dulu....
Mungkin aku sebuah rindu yang begitu riuh menuntut temu.
Ingin bisa cepat menggulir waktu agar perih tak menyayat kalbu.

Kini....
Akun mungkin sebuah pelita
Yang cahayanya tak mampu menerangi gulita.
Redup dan tak lagi sempurna.

Cahayanya mulai memudar.
Warnanya terlihat samar.
Dan kilaunya tak lagi terpancar.
Menyisakan camar seperti luka memar.

Apapun yang terjadi Talita harus kuat menjalani ini semua.

"Allah bisa saja menguji dengan cara yang paling Aku cintai, allah juga bisa mengikuti dengan cara yang paling tidak aku sukai. Tapi aku yakin bahwa Allah tidak akan pernah menempatkan dalam situasi yang tidak bisa aku atasi. Aku percaya kepada Allah bahwa setiap kemauan pasti akan selalu ada jalan, tawakal kepada Allah dan biarkan semuanya terjadi." Talita meletakkan Al-quran didalam lemari, kemudian masuk kedalam kamar. Matanya tertuju pada foto dirinya bersama kedua orangtuanya, Abang, Adik perempuan, Nenek, Almarhum Kakek dan tak lupa si Ayam jago yang ada dipangkuan Kakek.

"Hai Talita kecil." Talita tersenyum ketika melihat fotonya dengan rambut ikal sebahu. "Kamu dulu pingin cepat besar Kan? Pingin ngerasain pergi bebas kemanapun tanpa perlu pengawasan orang tua, pengin ngelakuin ini dan itu, pingin coba ini dan itu.

"Tapi nyatanya menjadi dewasa tidak menyenangkan seperti yang kau bayangkan dulu, ada begitu banyak masalah yang datang silih berganti. Dan kamu harus menyelesaikannya sendiri. Dan yang lebih sulit lagi, kamu harus tetap tegar walau hatimu sedang hancur.

"Tapi jangan khawatir! Akan ku buat khayalan menyenangkanmu menjadi kenyataan. Akan ku buat dunia Talita dewasa menjadi seperti apa yang pernah Talita kecil pikirkan. Tenang saja, hari itu pasti akan tiba."

Talita mematikan lampu kamar dan langsung membaringkan tubuhnya.

Realitanya semakin dewasa semakin sadar bahwa menjaga diri dalam ketaatan Allah jauh lebih sulit dari yang pernah kita bayangkan. Sering sekali menyesal akan dosa yang pernah kita lakukan. Tapi anehnya tak jarang pula kita melakukannya lagi dan lagi. Dari sini kita bisa simpulkan bahwa manusia begitu lemah hati dan imannya.

Namun seberapa jauh kita pergi Allah tidak pernah meninggalkan kita sendiri. Allah selalu menunggu kita untuk kembali pulang dan bertaubat kepada-Nya, Allah pun juga mengerti bahwa kita lemah jauh dari-Nya, dan Allah juga mengerti bahwa kita selalu membutuhkan-Nya.

***

"Kok kamu gak duduk di samping aku?" Tanya Syifa.

Fatimah langsung menyuruh Talita pindah hannya dengan gerakan mata. Talita menurut agar masalahnya tidak semakin panjang, mereka membahas bagaimana cara Syifa mau memaafkan Fatimah, walau Fatimah tidak sepenuhnya salah, namun Ia mencoba mengalah agar hubungan pertemanan mereka bisa berlanjut.

"Maaf, habisnya aku gak ada temen ngobrol. Kenapa terlambat?"

"Kesiangan"

"Kok bisa?" Tanya Talita yang tidak percaya, pasalnya Syifa orang yang selalu tepat waktu. Alasan Syifa membuat Talita sedikit tidak percaya.

"Karna telponan sama Yusuf sampai jam 03.00"

Talita menatap Syifa tak percaya. "Apa aja yang kalian bahas?"

"Masa depan."

"Pacaran sampai bahas masa depan, eh ternyata masa depannya malah nikah sama orang lain." Sindir Talita.

Syifa hannya menganggap sindiran Talita sebatas angin lalu. Ia langsung duduk di tempat dimana dan diikuti Talita yang duduk di samping.
"Ucapin sesuatu gitu."

"Contohnya?" Tanya Talita yang tak mengerti

"Semoga langgeng."  Ucap Syifa sambil menampilkan senyum terbaik yang pernah Ia buat.

"Langgeng? Maksudnya langgeng dalam melanggar perintah Allah?"

Seketika senyum Syifa langsung memudar. Ia menatap Talita sambil berdumel, sedangkan Talita tertawa tak henti.

***

Talita memintanya untuk pergi ke kantin bersama, tetapi Syifa menolak karena mendadak merada tidak enak badan. Akhirnya Talita pergi dengan Fatimah.

Saat sedang asik makan sambil bersenda gurau di salah satu meja kantin, ada sepasang mata yang tidak sengaja memperhatikan mereka. Dialah Althaf, tanpa sadar Althaf tersenyum ke Arah dua sahabat itu. Dalam hati tak lupa mengucap syukur, akhirnya permasalahan mereka terselesaikan juga.

Althaf juga mulai menyukai Talita yang tidak begitu mempedulikannya lagi, seolah Talita sudah capek karena selalu ditolak terus.

Talita sendiri pun  sadar bahwa selama ini Ia meremehkan Fatimah yang jelas-jelas begitu peduli padanya. Talita berjanji bahwa ini akan menjadi akhir dari masalah mereka, setelah Syifa mendapatkan kembali kepercayaannya dan mau memaafkan Fatimah semuanya pasti akan baik-baik saja.

Sama seperti Fatimah yang menginginkan persahabatan ini berlanjut sampai ke surga nanti, Talita pun juga memiliki keinginan yang sama, dia tidak akan melepaskan sahabat yang sangat mencintainya, sahabat yang mampu memberikan warna pada dunia gelap Talita.

"Jadi kamu beneran mau bantu supaya Syifa mau maafin aku?" Tanya Fatimah. Sepertinya pembahasan mereka akan berlanjut serius.

Talita mengangguk dengan penuh antusias, dia juga harus berjuang agar persahabatan mereka tetap utuh.

"Caranya?"

"Sampai sekarang aku belum punya ide. Tapi aku akan berusaha menjelaskan semuanya kalau yang dia pikirkan tentang kamu hanyalah kesalah pahaman."

Talita menggenggam tangan Fatimah. "Percaya sama aku! Semuanya pasti akan baik-baik aja."

Fatimah mengangguk sambil tersenyum, walau ragu Fatimah juga harus yakin dengan usaha Talita.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Minggu, 16 Oktober 2022

Cinta Gak Harus Pacaran✔️ [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang