8.

1.3K 115 12
                                    

Kael melenguh saat sinar matahari menerobos celah-celah jendela dan menerangi ruang kamar Natta. Ia mengeratkan pelukkannya pada gadis yang masih tertidur nyenyak didekapannya. "Eungh, minggir anjing lo berat!" Gertak Natta meracau.

Kael membuka matanya menatap Natta dengan datar, bukannya menyingkir, ia semakin mengeratkan pelukkannya dan memberi kecupan bertubi-tubi pada pelipis Natta. "Bangsat." Geram Natta mencoba terlepas dari pelukan Kael.

Kael mencengkeram pinggang Natta, ia tak suka Natta berkata kasar padanya. "Coba ulangi." Bisik Kael tepat ditelinga Natta.

Tubuh Natta menegang, perlahan mata yang semula tertutup itu mulai terbuka sedikit demi sedikit. Natta menelan ludahnya susah payah, ia melirik ke atas tepat saat itu matanya bersitatap dengan mata tajam Kael. "G-gue anu, gue mau mandi dulu, udah telat ke sekolah." Ujar Natta salah tingkah.

Gadis itu bangkit dari tidurnya dan bersiap untuk melarikan diri, namun pergelangan tangannya ditarik oleh Kael hingga ia kehilangan keseimbangannya dan berakhir terjatuh diatas tubuh Kael. "Anjirr!" Pekik Natta terkejut, setelahnya ia membekap mulutnya takut, sungguh ia reflek berteriak seperti itu.

Natta mengerjab beberapa kali sebelum ia mencoba bangkit dari tubuh Kael, namun tak bisa karena Kael menahan pinggangnya. Kael melingkarkan kedua tangannya dipinggang Natta, ia mengamati setiap ekspreksi yang dikeluarkan gadisnya sedari tadi.

Natta yang merasa Kael sedari tadi menatapnya pun memalingkan wajahnya kesembarang arah, ia salting!!! "Lihat jam." Titah Kael tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Natta.

Natta mengeryit bingung, ia mengalihkan pandangannya pada jam yang sekarang menunjukkan pukul 05.12, kenapa? Tidak ada yang salah dengan jam itu. "Kenapa?" Tanya Natta pelan.

Kael tersenyum miring, ia menarik kepala Natta agar lebih dekat dengan wajahnya. "Sekolah belum buka, ngga usah buru-buru." Ujar Kael dengan suara seraknya.

Mata Natta membulat, ia sungguh malu. Ingin rasanya sekarang ia mengurung diri di kamar dan tak akan keluar selamanya. Kael tersenyum kecil melihat ekspreksi Natta yang menurutnya lucu. "Sial malu banget gue, bisa-bisanya gue ngga lihat jam dulu." Batin Natta berteriak.

Kael membalikkan tubuh mereka hingga sekarang Natta berada dibawah kungkungannya. "Jangan bunuh diri sehabis gue tinggal." Ucap Kael dengan suara berbisik, setelahnya ia mengecup kening gadisnya dan berlalu dari sana.

"SIALAN! KAEL SIALAN JANGAN DIINGETIN BEGO." Teriak Natta mencak-mencak, ia melempar bantalnya ke arah pintu yang sudah tertutup.

***

Natta menatap dirinya dipantulan kaca, ia mencengkeran erat tali tasnya. Ekspreksi wajahnya terlihat masih kesal dengan hidung kembang kempis menahan kekesalannya. Tak lama ia menggigit jari telunjuknya cemas. "Apa gue ngga masuk aja ya?" Gumamnya pelan, ia saat ini sudah siap untuk berangkat ke sekolah namun ia tak kunjung turun ke bawah dan berangkat sekolah. Ia tak mempunyai muka untuk sekedar berpapasan dengan Kael.

"Sial! Sial! Sial!" Umpatnya frustasi, bahkan ia mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi.

Natta melirik ke arah kaca lagi, ia membenarkan rambutnya kembali sembari menggerutu. "Sialan! Rambut gue jadi rusak kan, gara-gara abang sialan." Gerutunya.

Brak! Brak! Brak!

Natta menoleh ke arah pintu kamarnya. Ia mengatur nafasnya dan mencoba memaksakan senyum baik-baik saja. "Lo ngga beneran bunuh diri gegara malu kan Na?" Teriak Kael yang membuat senyum paksa Natta luntur.

Ia melangkah lebar menuju pintu, ia membuka kasar pintu itu. Setelahnya terpampang wajah datar milik abangnya yang mengesalkan, rasanya ia ingin memukul wajah tembok itu. "Ngapain lo?" Ketus Natta menatap Kael sinis.

Kael menaikkan sebelah alisnya tanpa menjawab, ia menarik tangan Natta lembut. "Sekolah." Ucap Kael singkat.

Di dalam mobil mereka sama-sama terdiam, Natta yang menatap ke luar jendela sembari menopang dagu dan Kael yang fokus mengendarai mobil dengan sebelah tangannya yang terus menggenggam tangan Natta.

Natta menghela nafasnya, ia melirik tautan tangan mereka sebal. Gadis itu mencoba menarik tangannya pelan, namun bukannya melepaskan, Kael justru menggenggam erat tangannya. "Sakit bang! Lepasin!" Kesalnya menatap Kael nyalang.

"DIEM! MAKANYA NGGA USAH NGELAWAN!" Bentak Kael, ia bahkan memukul bel stir hingga berbunyi.

Natta terdiam menunduk, ia malah semakin memberontak mencoba melepaskan tautan tangan mereka, ia kesal dibentak-bentak seperti itu walaupun sebelumnya Kael lebih sering membentaknya.

Kael menghentikan mobilnya dipinggir jalan, dia menghadap ke arah Natta sepenuhnya. "Diem gue bilang." Tekan Kael sembari menarik Natta mendekat.

"Lepas! Lepas! Lepas! Lepasin gue sialan." Teriak Natta dengan suara bergetar.

Kael mengendurkan tangannya dari tangan Natta, ia mengelus lembut tangan gadis itu. "Jangan berontak, gue ngga suka." Ujar Kael pelan. Mereka melanjutkan perjalanan menuju sekolah dengan keheningan yang menyelimuti keduanya.

Sampainya disekolah, Natta mendengus lirih, ia sangat kesal saat Kael mengikutinya dibelakangnya. Kael menarik pelan tangan Natta saat gadis itu hendak masuk ke kelasnya. "Inget! Jangan deketin Johan lagi, kalo lo nekat, gue bunuh Johan." Tekan Kael menatap Natta tajam.

"Ngga janji." Jawab Natta pelan.

Kael mengepalkan sebelah tangannya, ia tak suka gadisnya melawannya apalagi bersangkutan dengan laki-laki itu, Johan. "Ngga masalah, ada baiknya langsung gue bunuh biar lo ngga bisa deket-deket tu cowo lagi." Kekeh Kael sembari tersenyum miring.

Natta menatap Kael nyalang, ia menghempaskan tangan Kael yang masih berkait dengan tangannya. "Kalo sampe itu terjadi, gue bakal benci lo bang." Ucap Natta pelan.

Tubuh Kael membatu, ia tak bisa kalau dibenci oleh gadisnya. Membayangkan saja sudah membuatnya emosi apalagi terjadi, hah semuanya gara-gara Johan, hanya karena laki-laki itu gadisnya bahkan rela membencinya. Berbeda dengan hatinya yang memanas, Kael justru terkekeh pelan.

"Kebencian lo ngga ngaruh buat gue, intinya lo itu punya gue, milik Shakael! Inget itu!" Ucap Kael, setelahnya Kael melenggang pergi dengan tangan terkepal dan dada bergemuruh menahan emosi.

***

"ARGH SIALAN!" Teriak Kael sembari menendang kursi ditaman hingga kursi itu terbalik.

Varen terduduk santai dikursi taman yang lain, bahkan pria itu dengan santainya mengunyah makanan ringan sembari menonton Kael yang sedang mengamuk. "Percuma lo balik tu kursi ngga bakal bisa buat Elfi suka sama lo." Ujar Varen menatap Kael yang masih mencak-mencak.

Kael mendelik, ia mengatur emosinya yang masih akan meluap. "Jangan sebut nama itu." Ketus Kael.

"Ck, kenapa? Atau jangan-jangan lo barusan cemburu sama Elfi, terus lo ngambek gitu ceritanya?" Ucap serta tanya Varen, pria itu tertawa terbahak-bahak saat melihat prubahan dari wajah Kael.

Kael mendengus, ia mendudukan dirinya disebelah Varen. "Berhenti anggep gue suka tu cewe." Tekan Kael, ia jengah saat adiknya eh gadisnya dan sahabatnya menganggapnya menyukai Elfi, padahal ia menyuruh Natta untuk menjauhi Elfi bukan semata-mata karena ia takut Natta melukai Elfi. Tapi ia tak suka ketika Natta berurusan dengan Elfi pasti Johan akan datang, ia hanya ekhm cemburu.

Kenapa dengan otak orang-orang disekitarnya ini? Kenapa mereka malah menganggapnya menyukai Elfi? Padahal ia sedang cemburu, apa kadar kepekaan manusia-manusia disekolah ini kurang?

"Lah faktanya kan emang gitu, kalo lo ngga suka Elfi ngapain lo selama ini bela-belain tuh cewe dari adek lo? Aneh lo." Cibir Varen menatap Kael julid.

"Gue ngga belain!" Bentak Kael kesal.

"Eleh, kalo bukan Elfi terus siapa cewe yang lo suka? Cuma Elfi yang lo bela-belain sampe lo bentakin adek lo sendiri." Jengah Varen ngeyel.

Kael menatap Varen nyalang, kenapa pria ini memaksanya mengakui apa yang memang tidak sesuai dengan kalimatnya? "Dia bukan adek gue." Cerca Kael ketus.

ShakaelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang