Kepulan asap putih rokok keluar dari mulut birai tipis. Melayang di atas rambut ikal sebelum menyatu dengan udara dingin AC ruangan. Malam sudah menyelimuti langit, jam dinding menunjuk angka sepuluh-tiga puluh yang biasanya digunakan makhluk hidup mengistirahatkan diri kecuali jika mereka nokturnal.
Jungkook mungkin salah satu nokturnal baru, atau ia hanya sedang begadang karena terlalu banyak berpikir sampai bercabang-cabang.
Mata melirik ranjang dengan selimut berantakan, ada seseorang yang menghuni di atasnya. Eksistensi yang terlampau indah berbalut kaus kepunyaan Jungkook setelah dengan usaha yang keras menyeretnya keluar dari kamar milik Si pria lebih tua.
Jungkook tidak cukup percaya membiarkannya sendiri di kamar. Pria itu mungkin akan kembali memulai siaran langsung meski bagian belakangnya lecet berdarah. Jungkook tidak ingin hasil dari jerih payah mengobati luka sia-sia.
Pria itu kepayahan, merintih kesakitan diolesi salep pereda nyeri. Itu pun sempat mengomel dengan mulut pedas karena Jungkook mengancam untuk menyetubuhi jika tidak mau diobati.
Mana ada, ia menggeleng dan mendengus atas kekonyolannya beberapa jam lalu. Ia bukan tipe pria yang memaksa, bukan pula yang tidak bisa menahan diri. Selama hidupnya ia hanya melakukan seks dengan dua orang. Jihyo, gadis cantik di kampusnya dan satu lagi adalah Jimin tapi Jungkook adalah pria yang lembut.
Rokok diapit jari telunjuk dan tengah diturunkan. Jungkook mematikan apinya dan memilih untuk mendekati Jimin. Si manis yang tertidur terlungkup memeluk selimut yang lima belas menit lalu masih membungkus tubuhnya. Ia menepuk bokong kenyal dan gemuk dua kali, tipis-tipis menghindari ganggu tidur nyenyak.
Sudah lama ia akui jika Jimin memiliki tubuh yang bagus namun tetap saja tadi itu pelecehan karena Jimin tidak sadar.
"Jangan remas."
"Aku hanya memeriksa lukamu,"
Kelopak mata terbuka perlahan, Jungkook melihat sepasang kelereng cokelat tua yang memandanginya. Pergelangan tangannya ditarik pelan, tubuh mengikuti daya tariknya dan duduk di samping Jimin.
"Jungkook, dengar ..."
Ia mendengarkan, tenang saja. Jungkook tahu Jimin masih menyimpan kesal namun mencoba mengerti kekhawatiran Jungkook. Walau bagaimana pun jika seseorang bersikap baik padamu maka membalasnya dengan baik juga adalah yang coba Jungkook lakukan.
"Lain kali, jangan campuri pekerjaanku seperti semalam. It's just SM-play. Aku melakukannya, aku tahu konsekuensinya."
"Kau melakukan itu dengan mereka?"
Jungkook tak habis pikir. Ia mengesah mencoba mengerti jalan pikiran yang lebih tua.
"Mereka memberiku uang, aku melakukan yang mereka minta. It's a win-win."
"SM-play tidak menyakiti, Jimin."
Tubuh pria itu berbalik menghadapnya, ada telapak kaki yang sekarang menjejak di perut Jungkook mendorongnya kecil-kecil.
"Tahu apa bocah sepertimu tentang itu? Bercinta saja baru kemarin."
Bibir Jungkook merengut, harga dirinya lagi-lagi dibuat tidak terima. Ia menunduk dan menempatkan kedua tangannya di masing-masing sisi kepala Jimin.
"Aku mau mengembalikan uangmu." Alis yang berkerut setelah Jungkook mengatakan sepenggal kalimat. Ia melanjutkannya, "Besok uang itu sudah ada di tanganmu. Tidak perlu kau tahu dari mana uang yang ku kembalikan kepadamu."
"Aku tidak menerima itu."
Jungkook tidak menanggapi, ia sibuk memperhatikan kerutan di dahi Jimin yang semakin kentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Safe For Work | KookMin
FanfictionIa hanya Jungkook, gelandangan dari kampus Hybe yang hampir tak bisa mengikuti semester keempat. Maklum, ia bodoh juga tidak pintar merayu pengajar galak nya. Mau lulus cepat apa dayanya hanya mahasiswa biasa bukan supernova privilege dan bergelima...