Menyukai seseorang, mungkin Jimin sudah muak akan hal itu. Melabuhkan hati kepada manusia, memberi rasa percaya, menyayangi lebih dari diri sendiri. Jimin sudah pernah melakukannya dan ia tidak ingin melakukannya lagi.
Mungkin karena itu ia berada di dalam kamar luas bernuansa biru dan hitam. Mengelus seekor anjing bernama Yeontan. Menikmati es kopi amerikano dengan roti bakar selai stroberi. Bersandar pada kepala ranjang yang jadi alas bergerumul dalam keringat.
Park Jimin menarik anjing kecil pomeranian ke atas perutnya. Mengelus bulu panjang anjing itu.
"Kau suka anjing?"
"Aku tidak benci." Jimin melirik pemilik anjing, lelaki tinggi dengan handuk terlilit di pinggang. Tubuh atasnya tidak tertutup apa pun dan Jimin bisa melihat bekas cupang yang ia tinggalkan di dada kiri. Ia tersenyum, menatap setiap langkah dari Kim Taehyung mendekatinya.
"Mandi?" telapak tangan menyentuh betis, dingin dari suhu tubuh Taehyung membuat Jimin bergidik. "Aku antar kau pulang setelah makan siang."
"Mandi saja. Aku tidak mau terlambat pulang."
Pomeranian di angkat, Jimin menyerahkannya pada Taehyung. Ia berdiri dengan selimut yang masih menutupi tubuhnya. Mendengus begitu menyadari beberapa kondom tergeletak di lantai.
"Apa kau tidak berniat membersihkannya?"
"Mungkin kau bisa menelan apa yang ada di dalamnya sebelum aku buang."
Pintu kamar mandi ditutup. Jimin tidak ingin mendengar bualan. Ia melepas selimut yang menutupi tubuh telanjang. Menyalakan air shower dan mandi dengan cepat.
Ia keluar setelah selesai. Mengambil apa pun dari lemari pakaian Taehyung, pemiliknya acuh saja memerhatikan. Ketika Jimin selesai dan berbalik, ia dikejutkan dengan tubuh tinggi berada di depan.
"Kau yakin Jungkook tidak akan membunuhku?" Taehyung menyentuh rambut Jimin yang basah. Bau dari sabun dan sampo miliknya membuat lembut.
"Ia mungkin akan mengulitimu hidup-hidup." Jimin terkekeh, "Bukankah sudah kukatakan, tidak baik menyentuh milik temanmu."
"Salahkan aku karena kau adalah candu."
***
Hari yang berjalan lambat, Jimin menyiapkan makan siang ketika Jungkook pulang setelah kelas paginya usai. Dua lengan akan memeluk, wajah akan tenggelam diceruk leher. Jungkook akan menggelayut padanya jika harinya buruk.
"Aku sedang masak."
"Aku tahu. Bisakah kita duduk, bisa kucium bibirmu?"
Jemari lentik mengusap rambut Jungkook, halus menyentuh hingga kulit kepala. Jimin tepuk lembut kepala yang bersandar di bajunya. "Ada apa sayangku?"
"Aku ingin bekerja paruh waktu." katanya, wajahnya serius tapi Jimin tahu ada keraguan di matanya. Ia mengecup kening berkeringat lantas ujung hidungnya diberi kecup kecil.
"Uang yang kuberikan padamu sudah cukup, sayangku."
"Itu terlalu membebanimu. Aku ingin uang yang bisa kuhasilkan sendiri, setidaknya bisa membeli yang aku butuhkan di luar uang kuliahku. Jika aku terus bergantung padamu, itu menakutiku. Bagaimana jika aku hanya jadi benalu? Kau hanya akan mendapatkan kesulitan di masa depan."
Jimin tersenyum, tidak menyangka jika pemuda seperti Jungkook memikirkan masa depan dengannya. Itu bahkan sangat abu-abu, tidak pasti dan kemungkinannya begitu kecil. "Mari pikirkan itu nanti, sekarang bantu aku menyiapkan piring dan pencuci mulut. Kita makan siang dulu lalu aku akan memanjakanmu. Ingin sedikit memanaskan hari, hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Safe For Work | KookMin
Fiksi PenggemarIa hanya Jungkook, gelandangan dari kampus Hybe yang hampir tak bisa mengikuti semester keempat. Maklum, ia bodoh juga tidak pintar merayu pengajar galak nya. Mau lulus cepat apa dayanya hanya mahasiswa biasa bukan supernova privilege dan bergelima...