1. He's wrong

129 14 1
                                    

"Nona, musikmu terlalu keras!"

Rana meringis mendapati sebelah tetangganya yang terganggu sebab ia menyalakan musik dengan suara yang amat keras. Ia memang sengaja mengeraskan musik tersebut agar otaknya kembali tak terganggu dengan suara suara laknat yang mengusiknya. Sudah kesekian kali Rana menghembuskan nafas beratnya yang terasa lelah. Pikirannya terus berkelit kemana mana, tali tali tak kasat mata itu terus mengubahnya menjadi overthinking.

Hari ini Minggu pagi yang cerah, banyak beberapa orang yang menghabiskan akhir pekan dengan keluarga mereka. Terkecuali dengan dirinya, sehari ini ia habiskan hanya dengan terbaring lemah diatas ranjang. Seharusnya Rana tau, menunggu pria itu sama saja dengan Rana benar benar wanita tidak tahu diri yang menunggu pria itu datang. Bagaimanapun juga, rana tidak berhak untuk mengemis cinta pada pria yang sudah beristri.

Gadis itu kemudian berlalu pergi kearah dapur, mengganjal perutnya dengan sereal yang ia beli kemarin. Ah, bahkan ia sendiri tidak memikirkan stok makanan yang sudah hampir habis.

Rana menghela nafas, "Apa aku harus memakan ini kesekian kali?" gumamnya pada diri sendiri. Tanggal tua belum datang, mengapa budget bulanannya sudah menipis?

Dengan langkah gontai gadis itu masuk kembali kedalam kamarnya, meraih ponselnya yang tergeletak diatas ranjang. Kemudian menghubungi seseorang.

"Halo?" sapa di sebrang sana.

"Kau dimana?"

"Aku? tentu saja aku sedang di cafe, mengapa? kau merindukanku?"

Rana berdecak, perempuan itu selalu saja menggodanya. "Tidak sudi sekali aku merindukanmu!"

"Galak sekali.. memangnya ada apa?"

"Tidak ada."

"Ha--"

Gadis itu langsung dengan segera memutuskan panggilan tersebut. Hari ini suasana hatinya sedang kacau. Lantas tanpa banyak bicara Rana berlalu mengganti pakaiannya, meraih tas selempang nya kemudian pergi keluar dari apartemen. Setidaknya dengan mengunjungi cafe tempatnya kerja paruh waktu bisa menghilangkan kejenuhannya.

Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya gadis itu turun dari bus. Tidak cukup jauh untuk di tempuh. Lumayan, setidaknya gadis itu tidak akan selalu menguras dompetnya hanya dengan menaiki bus atau taksi. Hanya dengan berjalan kaki saja ia mampu, namun karena hari ini ia sedikit malas maka menaiki bus adalah solusinya.

"Rana? sedang apa kau disini?" tanya seorang karyawan cafe yang ia kenal. Namanya Younjung, teman kerjanya sekaligus teman kuliah.

Rana langsung mencari tempat kosong untuk ia tongkrongi. Lalu setelah itu mengeluarkan laptopnya untuk mengerjakan kembali skripsinya yang tertunda. Seolah mengabaikan atensi Younjung, dengan sengaja gadis itu memukul lengannya.

"AWW! YA, APA YANG KAU LAKUKAN?" jeritnya dengan merintih kesakitan. Pukulan gadis itu tidak main main sakitnya. Bahkan ini lebih sakit daripada pukulan ibunya.

"Justru itu aku tanya padamu, bodoh!"

Rana mendengus kemudian memperlihatkan ribuan kata yang tertulis dalam layar 15 inchi tersebut, "Apalagi?" lalu memandang gadis itu dengan mata memincing jengah.

"Ehehe, kalau begitu maafkan aku nona Yoon Rana." seraya mengambil kursi untuk duduk dihadapannya. Rana sendiri menggelengkan kepalanya, untung saja gadis itu temannya yang paling dekat jika tidak maka Rana tidak segan segan untuk melaporkan gadis itu dengan laporan kekerasan dalam rumah tangga. eh?

"Skripsi itu bisa kau selesaikan di rumah, mengapa harus di cafe? ingin cari gratisan heh?" seraya menyeringai jahil. Oh, tidak! rasanya gadis Yoon itu ingin sekali mencekik lehernya lalu memotongnya untuk diberikan kepada buaya lapar.

Secret Lover ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang