6.

715 207 79
                                    


"Teh..bintang.. teh.. bintang, bangun teh.."

Bintang menggeliat kecil saat lengan atasnya di tepuk pelan berulang kali, suara rendah itu juga mengusik nyenyaknya.

"Aih bintang bangun atuh udah ditungguin kamu"

Ia berbalik membelakangi Qila meski percuma. Entah ada hal penting apa hingga tidur malamnya yang akhir akhir ini tak tenang pun harus diusik.

"Kenapasi?"

"Bangun, duduk dulu.. kamu ditungguin"

"Sama siapa?"

Gumamnya dengan mata terpejam

"Om Harid"

Mata sayu itu melebar perlahan, menatap Qila yang wajahnya tak kalah tegang.

"Papa?"








...

Tak pernah ia setakut ini untuk berhadapan dengan pria yang selama ini memperlakukannya bak ratu, tak pernah juga terfikirkan akan mendapat tatapan setajam itu.

Ia bahkan tak berjarak terlalu jauh dari Qila meski kedua orang tuanya ada disana, duduk di kursi bersama ustad dan.. Bumi.

Mereka saling canggung beberapa saat, sebelum pria itu bicara dengan nada rendah,

"Ustad, mas Harid, mba.. saya permisi"

Sosoknya enggan menoleh sama sekali saat mereka saling berhadapan, Bintang entah mengapa bertambah kalut.

"Papa mau cepet aja, papa cuman mau bilang ke kamu-"

"Pah.. biarin Bintang duduk dulu.."

"Kamu pikir aku punya waktu banyak ngurusin anak macem dia?"

Semua orang tertegun,
Mereka tak melupakan siapa sosok Harid, pria yang paling mengistimewakan anak dan istrinya, tak akan pernah sampai hati bicara demikian, namun buktinya kekecewaan bisa merubah segalanya.

Bintang tak sadar sudah mundur beberapa langkah kala menghadapi pria itu, benar benar bukan ayah yang selama ini ia lihat.

"Nenek nyuruh kamu keluar dari kartu keluarga papa-"

Namun sosoknya bak masih tak sampai hati, masih menyimpan cinta dibalik mata, masih menaruh harapan banyak pada putri satu satunya.

Kemudian hening begitu menyiksa.

"Kamu sekarang mikir seberapa besar kebodohan yang kamu buat? Udah tau sekarang?!"

Sang istri menenangkannya, meski percuma saja, api amarah itu tak akan mudah padam.

"Nak.."

Ani menahan semua kekecewaanya dibalik mata sembab yang bahkan menutupi semua kebahagiaan yang terlihat disana selama ini,

Ia tegar dan tegas, kuat dan netral.

"Mama sama papa gak mungkin biarin kamu gitu aja kan? Kemauan nenek itu, maksudnya.. sebelum kamu melahirkan, ada baiknya kamu menikah.."

Bintang tak akan pernah melupakan betapa keras jeritan hatinya malam itu, betapa ia merasa terbuang dan sendirian.

"Tapi-"

"Tapi pacar kamu ga mau tanggung jawab kan?! Itu urusan kamu! Kalau kamu masih mau di keluarga ini, masih mau ditanggung biaya hidup dan melahirkan anak kamu itu, pikirin gimana caranya Supaya keluarga ini gak malu untuk kedua kali! Kalau nggak.. baiknya gugurkan saja!"

Darahnya bersesir kuat, jantungnya berdegup amat kencang, tangannya gemetaran,

"Astaghfirullahalazim.."

📌 UNPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang