14.

692 177 42
                                    



Langkah kakinya sedikit tergesa, meski laju brankar di depan sana tidak cepat, ia tak ingin kehilangan pandangan sedikitpun pada wanita itu. Nafasnya sesak karna menahan sesuatu yang hampir meledak keluar, matanya yang sembab itu kembali berkaca kaca.

Bumi berdiri di depan pintu ruang rawat kala beberapa perawat memindahkan Bintang ke atas katil dan membenahi infusnya, kemudian ia tak menunggu waktu lama untuk menghampiri sang istri dengan jantung yang masih berdegup kencang.

"Mama..? Mama..?"

Racau Bintang yang masih setengah sadar. Tangannya mengudara mencari sosok yang sedari tadi ia panggil.

"Mama disini sayang.."

Wanita itu menangis kencang saat sang ibu memeluknya erat, racaunya bak anak kecil.

"Maaf..Bintang minta maaf mama.. maaf mama.."

Bumi mengalihkan wajah dengan senyum tipis kala suasana haru itu merebak ke segala ruangan, membuat siapa saja yang ada disana ikut berkaca-kaca.

"Anak mama hebat bangeet.. hebat.. udah jadi ibu ya.. Hm?"

Isaknya bertambah kuat, mengundang tawa kecil kedua orang tua disana. Bumi masih memberi waktu bagi mereka. Pria itu melipir sedikit jauh dari katil agar keluarga itu dapat berbagi peluk.

"Ini suaminya, yang dari tadi gak berenti nangis.. gak dipeluk juga?"

Mama menyingkir dan menepuk pundak Bumi, tawa hangat mereka kembali menggema. Bumi tak pernah merasa sedamai ini usai situasi serius baru saja terjadi, ia tak pernah seberani ini untuk mendekap Bintang dihadapan orang lain sejak mereka menikah.

Dikecupnya kening wanita itu saat tangis Bintang kembali terdengar.

"Hebat.. makasih ya, kamu hebat.."

Kata itu diakhiri kecupan di pipi yang membuat Bumi sedikit gelagapan, kedua orang tua disana geleng geleng dengan tawa maklum mereka. Kemudian setelahnya muncul alibi untuk pergi mengurus administrasi demi memberi ruang bagi kedua suami istri bahagia itu.

"Terima kasih Bintang.. terima kasih banyak..."

Bumi mengambil celah di curuk leher sang istri, lalu ada deru nafas yang berat menandakan ada tangis yang tertahan. Bintang tau, saat peluk itu menguat bumi sudah diam diam menangis, sudah tak bisa lagi menahan emosinya yang menggebu.

"Aku yang harusnya berterima kasih.."

Bumi hanya mengindahkannya. Menarik sebelah tangan Bintang lalu menempelkan punggung tangan itu di pipinya. Ia lagi lagi terisak. Bintang tau ada banyak hal yang disimpan sang suami dibalik matanya yang sembab. Ia hanya bisa memberi senyum terbaik juga belaian hangat sebagai tanda jika kata kata sudah tak mampu menjelaskan apapun.

"Kamu yang hebat.. Bapak Bumi hebat"

Bumi hendak menciut lagi dengan pujian itu, tapi Bintang buru buru menahan wajahnya.

"Jangan nunduk lagi dong..."

Senyumnya mengembang kala bintang kembali mengambil langkah lebih dulu untuk mendekat dan mengecup bibirnya dengan hangat, pria itu geleng geleng dengan wajah memerah, ia bahkan tak bisa balas menatap sang istri saat kening mereka bersatu mesra.

Saat pintu ruangan terbuka, mereka sedikit tergesa meski masih ada tirai yang membatasi katil, Bumi salah tingkah saat menyambut perawat yang masuk bersama box bayi berisi buah hati mereka yang masih merah, syukur terucap tak henti henti kala ia dengar sebuah rengek kecil yang seolah menyambut gelar baru keduanya..

Bapak.. dan Ibu..

"Halo selamat siang ibu bapak... Izin bawa dedeknya ya.. setengah jam lagi sudah bisa disusui"

📌 UNPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang