Matanya menatap langit langit kamar, jemarinya bertaut diatas dada dengan sedikit gerak gelisah, bola mata itu berotasi sedikit kalut, nafas pun terhela berat berulang kali.
"Kenapa kamu gak menceritakan semuanya ke Bintang? Gimana pun juga dia calon istrimu, selain menghindari salah paham, selama ini kamu selalu nyimpan itu sendirian"
Perkataan ustad terus terngiang di kepalanya. Seminggu sudah sejak keributan hari itu, ia sedikit banyak berpangku pada nasihat nasihat ustad karna sudah kepalang buntu. Bumi tak tau kenapa semuanya menjadi demikian rumit, ia lama kelamaan merasa bersalah pada Bintang atas itu.
Sosok Bintang pun tak lagi ia temui sejak malam tersebut, hanya sesekali melihatnya di masjid itupun tanpa interaksi bahkan tatap, ia mengerti Bintang mungkin juga tak tau harus bersikap seperti apa.
Tok tok tok
"Assalamualaikum a'Bumi.. punten.. ayo ke masjid"
...
Bumi tak tau sejak kapan jantungnya berdebar sangat kencang saat ia berada di keramaian, belakangan ia bahkan berniat tak datang ke masjid. Ia keringat dingin, bahkan juga sesak. Ia merasa seperti orang orang sedang mengintimidasinya lewat tatapan mereka. Tiap kali ia mengambil saf di depan rasanya canggung, bisik bisik orang orang kadang ia salah artikan, bumi begitu mengalami masalah kepercayaan sejak seminggu ini.
"Kamu gak di depan Bumi?"
"Nggak kang, mangga.."
Bumi semakin mundur, hatinya mengganjal, bahkan untuk berhadapan dengan Tuhan ia malu. Pria itu masih menunduk tak percaya diri. Kepercayaan dirinya yang coba ia bangun bertahun tahun kemarin, runtuh kembali.
Adzan sudah berkumandang sejak tadi, sholat jemaah telah dilaksanakan, satu persatu orang orang meninggalkan masjid usai bersalam salaman, Bumi duduk di pojok dekat rak Al-Qur'an sambil sesekali membalas salam mereka. Ia masih tak berniat beranjak dari sana.
Hatinya sejak tadi meracau, Bumi baru berani menunduk dalam dengan tangan mengadah saat semua orang telah pergi dari sana. Tangisnya pecah begitu saja.
Lirihnya terdengar berisi ampunan, kadang kala tak jelas karna tangisnya enggan memberi waktu untuk bicara, pria itu mengiba maaf kepada yang kuasa, ia lemah dan terluka lagi dan lagi.
Tangisnya memang begitu lirih, namun seseorang dibalik tirai pembatas masih dapat mendengarnya dengan jelas.
...
Bumi tertegun saat sosok yang ia kenal ada di tangga masjid, meski ragu ia menghmpirinya meski tetap membuat jarak cukup jauh.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.."
Jawab sosok itu lirih, nampak wajahnya tak menentu saat mereka berbagi tatap sejenak, tapi kemudian Bumi tersenyum hangat.
"Gak balik ke asrama?"
"Kamu sendiri?"
Kekehnya terdengar.
"Ok saya jawab pertanyaan kamu dulu, iya belum.."
Ada decak jengah dari bibir wanita itu,
"Ya.. ini aku juga mau balik"
Bumi mengangguk dan memakai sandalnya, tapi kemudian ia belum berniat beranjak, begitupun Bintang.
Haning melingkupi mereka beberapa saat, hanya karna tak tau percakapan seperti apa yang bisa menjadi basa basi. Bintang memainkan ujung sajadah yang di pegangnya dengan pandagan menunduk, sejujurnya ia ingin memberikan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
📌 UNPERFECT
FanfictionKisah Bintang dan Bumi, Dua manusia dengan masa lalu mereka