❀ part 18 ❀

1.1K 95 25
                                    

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.

_Q.S An-Nahl ayat 78_

✧༺ ℍ𝕒𝕡𝕡𝕪 ℝ𝕖𝕒𝕕𝕚𝕟𝕘 ༻✧
❖❖❖


Tak terasa satu minggu telah berlalu. Kini, Zean telah sepenuhnya sehat dan akan kembali bersekolah, mengingat telah dua minggu lamanya ia alpa. Cowok itu mematut tubuhnya di depan cermin, mengambil sedikit gel rambut dan mengusapkannya di rambut. Setelah dirasa penampilannya perfect, cowok itu menyampirkan tas punggung di bahunya, lalu keluar dari kamar menuju ke lantai bawah.

"Sayang, kamu udah mau berangkat sekolah?" tanya Gita membuat cowok itu membalasnya dengan gumaman. Entahlah, Zean sedikit merasa aneh dengan wanita yang telah berjasa melahirkannya itu. Biasanya, ia pulang hanya menengok rumah selama beberapa jam, lalu pergi lagi entah ke mana sampai berbulan-bulan lamanya. Namun, berbeda untuk kali ini. Wanita itu sudah ada di rumah seminggu ini.

Bahagia? Sudah tentu. Anak mana yang tidak bahagia ketika berdekatan dengan ibunya, setelah sekian lama terpisah. Walaupun belum bisa akrab seperti anak dan orang tua pada umumnya, tetapi semenjak mendapatkan siraman rohani dari Humaira, setidaknya Zean tidak emosi dan membentak kasar Gita seperti sebelumnya.

"Ya udah, sarapan dulu, yuk. Mama barusan masak gulai ayam kesukaan kamu," ujarnya lembut membuat Zean tersenyum sinis.

"Zean anak Mama satu-satunya, tapi Mama seolah-olah punya anak lain dan nganggep anak itu adalah Zean. Lucu, ya. Baru kali ini Zean tau, ada orang tua yang nggak ngerti sama sekali tentang anaknya," sarkasnya membuat Gita terdiam mematung. Melihatnya, Zean tersenyum lalu berjalan menuju ke ruang makan dan duduk di sana.

"Maafin Mama, Nak. Nanti, Mama tanya sama Mbok Dayah apa aja makanan kesukaan kamu, ya. Biar nanti Mama masakin yang enak buat kamu."

"Sebenarnya Zean heran, ibu kandung Zean itu siapa, sih? Mama apa Mbok Dayah?" Zean berdiri dari duduknya, lalu mendekat kepada Gita dan mencium lembut puncak kepala sang ibu. Jantung Zean berdebar kencang. Baru kali ini ia mencium ibunya, dan momen ini tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya.

"Maafin Zean, Ma. Zean nggak bisa makan makanan berat untuk sarapan. Tapi Zean janji, nanti siang pasti Zean makan. Zean pergi dulu."

Ia akan mencoba berdamai dengan lukanya. Tak seharusnya ia bersikap durhaka kepada wanita yang telah mempertaruhkan hidup dan matinya hanya untuk melahirkannya, walaupun perbuatan sang mama yang seolah menutup mata dan telinga atas kehadirannya tak bisa dibenarkan.

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur. Masih banyak di luar sana yang tak seberuntung kamu. Aku yakin, mama kamu punya alasan yang membuatnya harus melakukan itu," ucap Humaira tempo hari saat ia mengatakan bahwa sang mama telah menelantarkannya sejak kecil.

Cowok itu memejamkan mata. Meskipun hanya satu detik, Zean ingin kejadian itu bertahan lebih lama lagi. Zean menjadi berandal, karena dia ingin diperhatikan oleh mamanya. Namun, sang empu sepertinya tidak paham dengan apa yang ia inginkan. Jadi, mau tidak mau, Zean yang harus memulainya terlebih dahulu. Zean adalah seorang anak dan ia ingin mendapatkan hak yang seharusnya diberikan oleh ibunya, layaknya anak-anak yang lain.

❖❖❖

Suara bel masuk, membuat para murid yang berada di luar kelas buru-buru masuk. Jeda waktu lima belas menit sebelum mata pelajaran pertama dimulai, biasanya digunakan oleh murid-murid untuk membaca doa, dilanjutkan wajib baca selama sepuluh menit. Berbeda dengan kelas XII-IPA 2, hanya sebagian kecil dari mereka yang membaca doa dan wajib baca. Kebanyakan waktu lima belas menit itu mereka gunakan untuk saling mengobrol satu sama lain, ataupun bermain ponsel.

HUMAIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang