❀ part 23 ❀

1.6K 135 230
                                    

Barang siapa dihinakan Allah, tidak  seorang pun yang akan memuliakannya.

_Q.S Al-Hajj ayat 18_

✧༺ ℍ𝕒𝕡𝕡𝕪 ℝ𝕖𝕒𝕕𝕚𝕟𝕘 ༻✧
❖❖❖

Cuaca siang ini yang panas terik, membuat sebagian orang yang tengah melakukan ibadah puasa merasa imannya goyah. Apalagi melihat air yang mengalir dari kran, membuat siapa pun tergoda untuk menyeruputnya. Di dalam perpustakaan, Zean tengah tergolek tak berdaya di atas meja. Puasa pertamanya terasa menyiksa baginya. Ia pikir, puasa tak terlalu berat untuknya. Ternyata, godaannya seberat ini.

Ia meletakkan kepalanya di atas meja. Mulutnya sedikit terbuka dengan napas tak beraturan. Rambutnya acak-acakan, dengan keringat mengucur deras di dahinya. Dua kancing teratas seragamnya telah terbuka, memperlihatkan kaos tipis berwarna putih yang mencetak dada bidangnya. Entah di mana dasi itu ia lemparkan.

Soal-soal di depannya itu tak lagi menarik perhatiannya. Bahkan, Humaira yang sedari tadi fokus mengerjakan soal miliknya pun tak biasanya ia anggurkan. Dalam pikiran Zean saat ini hanyalah air. Meneguk segelas air putih dingin sepertinya sangat menyegarkan.

"Zean, waktunya tinggal lima belas menit lagi. Soal-soal ini boleh aku yang kerjakan?" tanya Humaira membuat Zean mengangkat kepalanya. Ia menggeleng, lalu kembali merebahkan kepalanya di atas meja, sembari mengerjakan dua puluh soal itu dalam waktu singkat. Entah jawabannya benar atau tidak, karena saat ini otaknya tak bisa berpikir jernih.

Ia heran, kenapa Humaira tampak biasa saja? Padahal cuacanya sedang panas, listrik mati sehingga AC di perpustakaan tak menyala. Sedikit malu, memang. Tapi setidaknya ia harus bisa membuat Humaira terkesan dengan perjuangannya untuk menemani gadis itu berpuasa.

Melihat kondisi Zean seperti itu, refleks tangan Humaira perlahan mendekat ke arah rambut Zean. Ada rasa ingin membelai rambut itu, seperti yang dilakukan oleh Ummi Aulia ketika Abi sakit. Mungkin tindakan itu dapat sedikit menenangkan. Namun, baru jari telunjuknya menyentuh sehelai rambut lebat itu, ia menarik kembali tangannya. Teringat bahwa yang akan ia lakukan itu salah. Tak seharusnya ia bertindak seperti itu. Ummi dan Abinya melakukan hal itu karena mereka telah sah dalam ikatan suci pernikahan, sedangkan mereka?

"Nanti sore, mau ikut aku nggak?" tanya Humaira membuat wajah Zean mendangak. Cowok itu menatap Humaira dengan pandangan berbinar, membuat seulas senyum terlukis indah di bibir gadis itu.

"Sebagai hadiah puasa pertama kamu," lanjutnya sehingga tubuh yang tadinya lemas, menjadi semangat 45. Ia hanya berusaha memberi semangat pada orang yang pertama kali menjalankan ibadah puasa. Seperti yang dulu dilakukan oleh Aulia kepadanya saat umurnya empat tahun. Dengan semangat, Humaira kecil dulu menyantap makanan sahur. Namun, ketika Zuhur tiba, ia merengek karena lapar. Aulia mengajaknya bermain di wahana permainan anak-anak, hingga sore tiba.

"Serius? Ke mana?"

"Nanti kamu tau," jawabnya kembali fokus mengerjakan lima soal tersisa. Sedangkan Zean menopang dagu menggunakan kedua tangannya dan menatap tersenyum ke arah gadis di depannya.

"Oh, ya, tangan kamu kenapa?" Humaira melirik sekejap punggung tangan kiri Zean yang masih di perban, lalu kembali fokus mencoret-coret kertas, memasukkan rumus dan formula serta menghitungnya.

"Udah gue bilang, gue cosplay jadi Ultramen Ribut melawan gergasi ganas." Jawaban Zean yang nyeleneh membuat gadis berjilbab itu mendengkus. Ia melirik sinis Zean yang tertawa melihat kekesalannya. Sejenak, Zean melupakan dahaga yang sedari tadi mendera kerongkongannya. Benar dugaannya semalam, wajah Humaira yang tengah kesal sangat menggemaskan, bahkan lebih dari apa yang ia bayangkan. Alisnya yang lebat menukik tajam, pipinya menggembung, dan bibirnya yang mengerucut, membuatnya gemas ingin menciumnya ... eh!

HUMAIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang