***
Malam ini di sebuah villa tertutup beberapa pria berkumpul, ditemani dengan rokok, alkohol, camilan juga wanita. Mereka duduk berempat di ruang tengah villa itu, tertawa sembari berbincang tentang pekerjaan sembari menerima pelayanan dari wanita-wanita sewaan mereka. Wanita-wanita yang dibayar untuk melayani mereka, mulai dari sekedar menuangkan minuman sampai membuka kaki mereka, semua dilakukan demi pundi-pundi uang yang dijanjikan.
Di tengah asiknya berbincang, seorang pria lain datang. Ia mengaku datang terlambat malam ini, alasannya karena ia punya pertemuan lagi sebelum datang. "Aku pikir kau tidak datang," sapa seorang pria yang sudah lama berada di sana, Kang Daesung, seorang pengajar dari Fakultas Teknik.
"Kami tidak mencarikanmu teman," susul pria lainnya, Choi Seunghyun, juga seorang pengajar tapi dari Fakultas Seni Rupa. "Kau punya seorang kenalan yang bisa dihubungi sekarang?" tanyanya, kali ini pada gadis yang duduk di sebelahnya, tengah memeluk manja lengannya.
Ia yang baru datang menggeleng, melepaskan jaketnya kemudian bergabung duduk di salah satu sofa single. Seorang wanita yang kebetulan ada di sebelahnya, disuruh pergi ke dapur, mengambil gelas dan menuangkan minuman untuknya. "Malam ini tidak," tolaknya, masih membicarakan tentang wanita sewaan yang tadi mereka bicarakan.
Ia adalah Kwon Jiyong, si pria yang terakhir datang. Si bungsu di keluarganya yang sekarang bekerja sebagai seorang pengajar di Fakultas Seni Rupa, tepatnya jurusan musik. Ia mengajar di universitas swasta ternama yang kebetulan dimiliki oleh keluarganya. Kakeknya yang dulu membeli tempat itu ketika hampir kampusnya hampir ditutup dan banyak mahasiswa terancam gagal lulus dengan ijazah mereka. Kakeknya juga lah yang pada akhirnya berhasil mengembangkan tempat itu jadi sebesar sekarang, dengan belasan fakultas dan hampir ratusan jurusan.
"Aku dijodohkan," ceritanya tanpa menunggu gelasnya datang.
"Orangtuamu melakukan itu?" tanya seorang lainnya, Dong Yongbae— seorang dokter di rumah sakit universitas.
"Tidak mungkin," Lee Seungri menggelengkan kepalanya, ia bekerja sebagai staff pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. "Ayah dan ibunya tidak mungkin melakukan itu, mereka orang-orang yang bebas," susulnya setelah menggeleng.
"Kenapa orangtua yang membiarkan putri mereka menikah dengan seorang pengelana, tiba-tiba menjodohkan putranya?" Seunghyun bertanya, meski ia tidak bermaksud begitu. "Kau menghamili seseorang? Heish! Sudah kubilang, pakai pengaman," komentarnya, sedang pria yang tengah dibicarakan hanya mengetuk-ngetukan kakinya ke lantai, menikmati obrolan itu. Menunggu waktu yang tepat untuk ia kembali bicara.
Akhirnya waktu itu datang, setelah beberapa tebakan tidak masuk akal tengang wanita yang mungkin ia tiduri kemudian hamil. "Kakekku yang melakukannya. Dia yang ingin menjodohkanku, kemudian mengancam... Kau tidak akan dapat warisan kalau tidak menurutiku, klise sekali, jadi aku menolak," cerita Jiyong. "Lalu alasannya berubah, aku harus menurutinya karena usianya tidak lama lagi, dan itu juga klise, dia masih bisa pergi main golf, umurnya masih panjang. Kemudian dia bilang— akan aku berikan apapun yang kau inginkan kalau kau mau menikah dengan gadis pilihanku— tidak ada alasan untuk menolak, jadi aku menerimanya, selesai," katanya, mengakhiri cerita itu kemudian berterimakasih atas minuman yang baru saja dituangkan untuknya.
"Tidak, tidak," Daesung menggeleng. "Itu belum selesai, siapa wanitanya?" tanyanya, menyinggung hal yang paling penting dalam pembicaraan itu.
"Mahasiswa baru yang akan mulai kuliah dua minggu lagi," jawabnya, tentu saja mengejutkan semua orang.
"Lima belas tahun lebih muda?!" seru mereka, hampir bersamaan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasoline
Fanfiction"Malam ini tidak," katanya, menolak tawaran teman-temannya. "Aku tidak bisa lagi melakukannya," susulnya. "Aku dijodohkan, dan menerimanya. Dengan seorang mahasiswa baru di kampusku," alasannya.