***
Karena Jiyong mengakui perasaannya, juga karena Lisa tidak keberatan dengan perasaan itu, tanggal pertunangan mereka akhirnya diputuskan. Mereka akan bertunangan saat liburan semester nanti. Di awal tahun depan yang akan datang kurang dari dua bulan lagi. Bahkan kakek Jiyong berkata, kalau pernikahannya bisa dilakukan saat liburan semester selanjutnya. Jiyong menyukai keputusan itu, sedang Lisa tidak punya alasan untuk tidak menyukainya.
Hari ini sepulang kuliah, di pukul sepuluh, Lisa dijemput oleh sebuah mobil, milik kakek Jiyong. Supir yang mengemudikan mobil itu menepikan kendaraannya, lantas turun untuk membukakan pintu bagi tamu tuannya. "Kakek, apa aku perlu mengajak Jiyong oppa?" tanya Lisa, sebelum ia bergerak naik. Lisa sudah tahu kalau dirinya akan di jemput sang kakek hari ini. Pria paruh baya itu mengiriminya pesan saat ia masih di kelas tadi.
"Tidak," tolak sang kakek. "Tidak menyenangkan kalau belanja dengannya, kita pergi berdua saja," ajak sang kakek yang langsung Lisa setujui karena ajakan belanja barusan.
"Padahal Jiyong oppa tidak menyentuh handphonenya lagi kalau sedang bersamaku," santai Lisa.
Kini mereka duduk di kursi belakang, Lisa bersama kakek Jiyong. Sedang sang supir mulai mengemudikan mobil itu menuju pusat perbelanjaan tujuan mereka. Setelah pertemuan keluarga minggu lalu yang memutuskan tanggal pernikahannya, sang kakek mengajak Lisa untuk bertemu lagi. Hanya Lisa.
"Oh ya?" sang kakek terkejut, kemudian mengingat-ingat pertemuan minggu lalu. Ya, di pertemuan itu Jiyong tidak menyentuh handphonenya. Pria itu sibuk menikmati minumannya, sibuk menikmati makan malamnya, sibuk mendengarkan obrolan antusias orangtuanya dan sesekali ikut berbincang. "Bagaimana kau melakukannya? Kau membuat perjanjian dengannya?" tanya sang kakek.
"Aku tidak melakukan apapun... Dia hanya menyukaiku?" jawab santai gadis itu, yang sekarang menaikan bahunya karena ia benar-benar tidak tahu apa yang sudah diperbuatnya. "Atau karena aku pernah menangis di depannya? Waktu itu aku sedang kesal karena masalah lain, aku ingin memberitahunya tapi dia sibuk jadi aku menangis di depannya. Setelah itu dia tidak mengabaikanku lagi," cerita Lisa, mengingat-ingat kejadian di kebun binatang tempo hari.
"Atau karena aku membuatnya kesal? Dia datang ke rumahku, aku mempersilahkannya masuk, dia mengajakku makan malam tapi aku sedang sibuk dengan seorang temanku ditelepon. Lalu dia memintaku berhenti menelepon dan aku bilang— kenapa? Oppa juga selalu menelepon di depanku, tidak bisakah kau menunggu?— mungkin karena itu?" oceh Lisa sementara lawan bicaranya hanya mendengarkan dengan ekspresi antusias. Lisa senang saat membicarakan Jiyong dengan kakek pria itu, sebab kakek Jiyong tidak akan membela cucunya. Tidak seperti ibunya yang selalu bilang— turuti apapun yang Jiyong katakan, dia akan jadi suamimu!
"Dia jadi sedikit lembut setelah bertemu denganmu, bukan begitu?" komentar sang kakek.
"Entahlah, aku tidak tahu bagaimana sikapnya sebelumnya," acuh Lisa. "Tapi Jiyong oppa pria yang baik. Dia bahkan datang ke rumah mantan kekasihnya saat wanita itu meneleponnya."
"Jiyong?! Dia masih berhubungan dengan mantan kekasihnya? Yang berselingkuh dengan Seunghyun?" kini sang kakek terkejut. Begitu juga dengan Lisa.
"Profesor Choi?!" Lisa sama kagetnya. "Pria yang jadi orang ketiga itu Profesor Choi?! Tapi mereka berdua masih sering makan bersama," heran Lisa, mengingat-ingat betapa seringnya ia melihat Jiyong berjalan bersama Seunghyun ke dan dari kantin.
Keduanya dibuat terkejut oleh Kwon Jiyong dan itu alasan kini ia dibicarakan— seharian. Mereka terkekeh, menertawakan Jiyong dan apa yang pria itu lakukan. Sampai ketika mereka berbelanja di sebuah toko sepatu dan Lisa tengah mencoba sebuah sepatu, sang kakek berkata. "Menikah atau pergi ke kuil, aku bisa membantumu untuk tidak pergi ke sana," katanya. "Kau yakin ingin menikah dengan cucuku? Tanpa paksaan?" tanyanya kemudian.
"Aku tidak punya tujuan lain selain kedua tempat itu, kakek," senyum Lisa. "Aku tidak bisa bilang kalau aku sangat menginginkan pernikahan ini. Tapi aku akan melakukannya. Akan lebih baik kalau aku mencintai Jiyong oppa, tapi aku menyukainya, dia tampan, dia memperlakukanku dengan baik, dia sopan, dia tidak memaksaku melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dia punya uang dan yang paling penting, dia berhasil membuat ibuku jadi sedikit lebih tenang, orangtuaku menyukainya, kakekku menyukainya, keluarganya baik padaku dan kakeknya luar biasa menyenangkan," katanya yang kemudian bertanya bagaimana penampilannya dengan sepatu yang tengah dicobanya.
"Ah... Kau menyukai cucuku? Aku pikir hanya dia yang menyukaimu. Tapi kenapa kau tidak mencintainya? Apa yang kurang darinya?"
"Dia orang yang sangat sibuk," kata Lisa. "Aku pernah punya pacar yang sangat sibuk dan itu sangat menyiksaku. Aku sangat mencintainya, tapi aku harus bersaing dengan kesibukannya dan tidak pernah menang. Aku tidak melihat pacarku pada Jiyong oppa, mereka sangat berbeda. Tapi... Tanpa sadar aku jadi sering membatasi diri. Seperti, terserah kalau dia sibuk, aku juga sibuk— sesuatu seperti itu. Aku tidak ingin terlalu menyukainya sampai tidak bisa hidup tenang tanpa kabar darinya. Kakek mau tahu siapa mantan pacarku itu? Jiyong oppa sedikit salah paham tentang siapa dia," cerita Lisa yang akhirnya dibelikan beberapa sepatu baru. "Yang itu mantan pacarku," cerita Lisa, menunjuk foto Kim Jinwoo yang jadi model untuk beberapa produk tas di toko sebelah. "Tapi Jiyong oppa kira mantan pacarku Song Mino dan dia jadi sedikit sensitif karena Song Mino itu mahasiswa bimbingannya," cerita Lisa yang juga menunjuk foto Mino di sebelah milik Jinwoo.
"Kau tidak memberitahunya yang sebenarnya?"
"Tidak," geleng Lisa. "Menyenangkan melihat Jiyong oppa cemburu. Mino mengunjungiku kalau Jiyong oppa belum pulang. Jadi kami mengobrol di lorong, lalu Jiyong oppa datang dan dia cemberut saat melihatku. Itu lucu."
Sampai matahari hampir terbenam, Lisa bermain bersama kakek Jiyong. Mereka pergi berbelanja, makan siang bersama, berbelanja lagi, beristirahat di kedai es krim, menonton film, melakukan hal-hal yang tidak bisa Lisa lakukan sendirian. "Kakek," tegur Lisa di perjalanan pulang mereka. "Kakek tidak bertanya bagaimana keadaan Jiyong oppa sekarang? Kakek menyuruhku membantunya, bukan begitu?" tanya Lisa, sebab seharian ini sang kakek tidak menyinggung tentang Jiyong dan kecanduannya.
"Dia pasti sudah lebih baik," jawab sang kakek. Tenang, seperti bagaimana cucunya biasa bersikap. "Dia kelihatan begitu, wajahnya terlihat berseri-seri, mungkin karena sedang jatuh cinta?" susulnya, membuat Lisa tersenyum malu-malu karenanya.
***
Aku belum siap ngetik adegan selanjutnya.... Baru bayangin aja dah sakit hati duluan :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasoline
Fanfic"Malam ini tidak," katanya, menolak tawaran teman-temannya. "Aku tidak bisa lagi melakukannya," susulnya. "Aku dijodohkan, dan menerimanya. Dengan seorang mahasiswa baru di kampusku," alasannya.