***
Jiyong melepaskan jas juga dasinya sembari melangkah keluar dari UGD rumah sakit. Tidak lama setelahnya, seorang pria dengan jas dokter menghampirinya. Menghentikan langkah Jiyong sebelum pria itu kembali ke mobilnya. "Dokter Kim bilang, dia hanya kram karena datang bulan, jangan khawatir, dia boleh pulang setelah infusnya habis," kata pria yang menghampiri Jiyong tadi, Yongbae, temannya— yang hari ini datang untuk piket.
"Aku tidak khawatir, aku lelah," jawab Jiyong sembari menepuk-nepuk dadanya sendiri. Dadanya jadi berdebar-debar karena sempat panik. Ia kemudian memberikan handphonenya pada Yongbae, menunjukkan sebuah nomor telepon di sana. "Itu nomor telepon keluarganya, aku tidak ingin jadi walinya. Dia bahkan bukan kekasihku lagi kenapa aku yang ditelepon," gerutu Jiyong, yang beberapa jam lalu ditelepon pasien tadi.
Saat seminar tadi, seorang wanita meneleponnya. Meminta tolong pada Jiyong karena ia merasa sekarat. Suara wanita itu terdengar serak, terdengar sangat kesakitan. Ia merintih dalam teleponnya, meminta Jiyong datang untuk membantunya. Katanya ia tidak bisa memikirkan orang lain selain Jiyong saat itu. Khawatir seseorang mungkin mati dan ia akan jadi orang terakhir yang dihubungi, Jiyong lantas mendatangi rumah wanita itu.
Begitu tiba di rumah wanita itu, yang kode pintunya masih sama seperti beberapa tahun lalu, Jiyong menemukan wanita yang meneleponnya terkapar di lantai dan kelihatan hampir pingsan. Maka cepat-cepat ia angkat wanita itu, memasukannya ke dalam mobilnya kemudian menelepon Yongbae dan membawanya ke rumah sakit universitas. Begitu tiba di rumah sakit, seorang dokter lain yang menghampirinya. Berkata kalau Yongbae sedang menangani pasien lainnya dan ia yang akan mengobati wanita itu— Park Sooyoung.
"Karena dia tahu kau satu-satunya orang yang akan langsung datang?" tebak Yongbae sembari mengangkat bahunya. Tidak bermaksud mengejek Jiyong.
"Tentu saja aku datang," balas Jiyong. "Dia terdengar sangat kesakitan, bagaimana kalau dia benar-benar sekarat? Aku akan merasa bersalah kalau tidak menolong seseorang yang sekarat. Kalau sudah mencatat nomor telepon keluarganya, aku akan pulang," susulnya, meminta kembali handphonenya.
Yongbae memberikan handphone Jiyong, namun alih-alih mengizinkan Jiyong untuk pulang pria itu justru berkata kalau tunangan Jiyong juga ada di rumah sakit sekarang. Lisa juga ada di UGD. Lisa adalah pasien yang Yongbae tangani ketika Jiyong dan Sooyoung datang tadi.
"Lisa? Kenapa dia ada di sini? Tadi pagi dia baik-baik saja," kali ini Jiyong kelihatan terkejut. Raut tidak pedulinya tadi, berubah jadi khawatir. "Dimana dia sekarang?"
"Sama seperti Sooyoung, kram datang bulan, dan sekarang sedang tidur di UGD, boleh pulang setelah infusnya habis," tenang Yongbae, membuat Jiyong ikut merasa tenang. "Tapi, katanya dia sudah lama tidak datang bulan," susulnya, membuat Jiyong semakin penasaran.
"Kenapa begitu?"
"Aku bukan dokter kandungan, aku tidak tahu. Tapi bujuk dia untuk menemui dokter kandungan. Katanya ini kali pertamanya datang bulan sejak awal tahun. Berarti hampir satu tahun dia tidak datang bulan, bisa berbahaya kalau diabaikan," saran Yongbae. "Mau aku buatkan janji dengan dokter kandungan?"
"Siapa dokter kandungannya? Aku akan meneleponnya sendiri kalau dia libur hari ini," tanya Jiyong, tentu akan memakai lagi posisinya sebagai cucu pemilik universitas. Berlaga seolah ia adalah pasien VIP yang harus didahulukan.
Tiba-tiba saja, Jiyong jadi kelihatan sibuk.
"Dia bekerja hari ini, tapi masih ada pasien, tunggu sebentar, akan aku panggilkan. Kau tidak menemui Lisa dulu?" tahan Yongbae, memperhatikan kekhawatiran yang tergambar jelas di wajah pria itu.
"Ah iya, aku harus menemuinya dulu. Tolong panggilkan dokternya, secepatnya," pinta Jiyong yang kemudian kembali masuk ke UGD, bertanya pada perawat yang ia temui dimana ranjang Lisa sekarang.
Jiyong mendatangi Lisa. Gadis itu tengah duduk di ranjangnya ketika Jiyong datang, baru saja bicara pada seorang perawat dan langsung terkejut saat Jiyong datang. "Oppa! Kenapa kau ada di sini?" heran Lisa, sedang Jiyong ikut duduk di tepian ranjangnya. Jiyong memberitahu Lisa tengang Sooyoung, tentu saja tanpa menyinggung kalau Sooyoung adalah mantan pacarnya. "Ahh... Kebetulan sekali," komentar Lisa setelah mendengar ceritanya. Gadis itu sedikit pucat, tapi dimata Jiyong keadaannya tidak seburuk keadaan Sooyoung tadi. Lisa bisa tersenyum, bahkan terkekeh saat mendengar Jiyong terkejut karena temannya bilang kalau ia ada di UGD.
"Aku kira Dokter Dong yang meneleponmu, karena itu oppa datang," kata Lisa.
"Dia pasti akan meneleponku kalau aku belum ada di sini," balas Jiyong. "Kau ingin aku menelepon orangtuamu?" tanyanya.
"Oppa mau melakukannya?" tanya Lisa dan Jiyong menaikan alisnya. Heran kenapa Lisa bertanya begitu. "Kalau oppa mau menelepon mereka, bisa katakan juga kalau aku baik-baik saja dan oppa akan menemaniku di sini? Jadi mereka tidak perlu ke sini. Kalau oppa tidak mau mengatakannya, lebih baik jangan menelepon. Aku tidak ingin mereka datang," susulnya.
"Aku akan mengatakannya," angguk Jiyong. "Tunggu disini, aku akan menelepon orangtuamu," katanya yang kemudian berdiri, berencana untuk menelepon di luar.
"Telepon ayahku saja, dia lebih tenang daripada ibuku. Pastikan mereka tidak akan datang," pesan Lisa yang hanya Jiyong balas dengan anggukan singkat kemudian membawa handphonenya keluar dan menelepon di sana.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Jiyong datang dan mengatakan kalau orangtua Lisa menitipkan putri mereka padanya. Orangtua Lisa tidak akan datang menjenguk putrinya yang sakit. Tapi mereka tetap meminta Jiyong untuk mengabari lagi kondisi Lisa nanti malam. Kalau nanti malam Lisa kembali sakit, mereka akan langsung datang.
Tidak lama setelah Jiyong menelepon, dokter kandungan yang tadi Jiyong cari akhirnya datang. Lisa sedikit bingung, sebab perawat bilang, dokter kandungan itu baru bisa datang sekitar satu jam lagi. Lisa sudah berencana menunggunya, namun dokter itu datang lebih cepat dari perkiraan si perawat. Begitu dokter kandungannya datang, Lisa langsung diperiksa. Dan tentu saja ia meminta Jiyong pergi lebih dulu. Dia tidak ingin Jiyong melihatnya diperiksa.
"Tidak ada masalah serius," kata sang dokter pada Jiyong setelah selesai memeriksa Lisa. "Kekasihmu memang menerima suntikan untuk menunda datang bulannya. Dia juga pernah melakukan diet ketat. Sekarang dia tidak lagi menerima suntikan itu, tidak diet lagi, tapi tubuhnya masih perlu menyesuaikan diri. Aku akan memberinya beberapa vitamin, pastikan saja dia tidak terlalu stress, cukup makan, cukup olahraga dan tidur teratur," susulnya, membuat Jiyong merasa sedikit lebih tenang.
Selesai bicara dengan dokter kandungan tadi, Jiyong melangkah kembali ke dalam UGD. Ia hendak menghampiri Lisa tapi pasien lain yang dibawanya, sekarang sudah bangun dan kebetulan melihatnya. Sooyoung menahan langkah Jiyong, membuat pria itu mau tidak mau mendengarkan semua kata-kata Sooyoung lebih dulu.
Kira-kira sudah sepuluh menit Sooyoung bicara, mulai dari berterimakasih sampai meminta maaf karena setelah apa yang terjadi di masa lalu, ia masih merepotkan Jiyong. Pria itu mengangguk, menanggapinya dengan tenang. Menunjukan kalau ia membantu Sooyoung semata-mata karena rasa kemanusiaannya, bukan karena ia masih menyimpan perasaan padanya. Gadis seperti Sooyoung akan jadi besar kepala kalau Jiyong salah menunjukan ekspresi di depannya.
"Tuan Kwon," seorang perawat memanggilnya, menyelamatkan Jiyong dari pembicaraan membosankan itu. "Bagaimana dengan urusan administrasi Nona Park?" katanya dan di belakang perawat tadi, Jiyong melihat Yongbae melangkah dengan beberapa obat di tangannya— yang Jiyong yakini kalau itu obat untuk Lisa.
"Ah iya, selesai kan dengan ini," jawab Jiyong yang kemudian memberikan kartunya pada perawat tadi.
Perawat tadi sudah menerima kartu kredit yang Jiyong berikan, namun Park Sooyoung justru menahannya. Ia berkata pada perawat tadi kalau dirinya akan membayar sendiri tagihan rumah sakitnya. Jiyong sedikit canggung saat itu, apalagi saat perawat tadi mengatakan kalau pasien yang ia bicarakan adalah Lalisa Park, bukan Park Sooyoung.
"Aku juga akan membayar untuk-"
"Tidak," potong Sooyoung. "Kau tidak perlu melakukannya, aku akan membayar sendiri tagihan rumah sakitku," kata gadis itu, yang sudah terlanjur malu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasoline
Fanfiction"Malam ini tidak," katanya, menolak tawaran teman-temannya. "Aku tidak bisa lagi melakukannya," susulnya. "Aku dijodohkan, dan menerimanya. Dengan seorang mahasiswa baru di kampusku," alasannya.