[ PERHATIAN! ]
Cerita ini bersifat fiktif. Mohon bersikap bijak sebagai pembaca! Dan apabila menemukan kesamaan pada nama tokoh, tempat, dan sebagainya, itu sepenuhnya unsur ketidaksengajaan.
Jangan lupa untuk vote, komen, dan follow akun Author agar Author semakin semangat dalam berkarya! Thank you! ♡
• • •
“Apa yang harus kulakukan?” --Aurush.
• • •
Perkelahian sengit kian tengah terjadi di antara Myesha dan Aurush. Bukan hanya sekadar latihan, tetapi gadis itu benar-benar menyerang Aurush dengan sekuat tenaga. Ia kembali kehilangan kendali, bahkan ia tampak tak mengenali Aurush.
Pria itu pun terpaksa melawannya demi mencari kesempatan untuk menenangkan Myesha. Namun, kali ini perubahan sikap gadis itu terlalu fatal, sampai-sampai Aurush kesulitan untuk memojokkannya.
“Tubuh Myesha benar-benar diambil alih oleh kekuatannya. Dia sekarang terlalu sulit untuk kutenangkan,” lirih Aurush sembari berjongkok dengan tangan kanan di depan, dan tangan kirinya ia taruh di paha kiri. “Lalu, apa yang harus kulakukan?” tanyanya.
“Kenapa? Apa kau sudah mulai menyerah melawanku?” Nada suara Myesha tampak berbeda, ia juga sedikit kasar dalam bertindak. “Lemah! Dasar manusia lemah!” lanjutnya meremehkan Aurush.
Aurush terdiam, tak memedulikan ucapan gadis itu dan hanya menatapnya sembari memikirkan sesuatu. Kalau aku menggunakan kekuatanku, itu bisa membahayakan dirinya. Aku tidak mau melukainya. Aku harus mencari cara lain agar bisa menempelkan segel penenang lagi padanya, batinnya berusaha mencari jalan keluar, tampaknya aku harus mengikatnya terlebih dahulu.
Aurush berdiri tegak, menatap tajam gadis di depannya itu. “Nigrum Draco Catena!” ucapnya sembari melebarkan telapak tangan kanan ke arah Myesha. Kemudian, muncullah rantai yang sama, yang pernah ia gunakan sebelumnya. “Binding Sigillum!” Rantai itu kian terkekang erat di tubuh Myesha.
“Akgh, lepaskan!” brontak Myesha, ia terus mengamuk, berusaha melepaskan rantai itu. Namun seperti biasa, rantai itu akan semakin erat setiap kali Myesha bergerak.
“Kemarilah!” tukas Aurush seraya mengepalkan tangannya, menarik paksa Myesha agar gadis itu mendekatinya dan tak lagi bisa berkutik untuk melawan.
“ARGHHH ....” Myesha terus mengamuk sejadi-jadinya.
“Sedatio sigilli!”
Segel itu malah terpental, sebab Myesha menghindarinya.
“Sedatio sigilli!” Aurush kembali mencoba sekali lagi, tetapi gadis itu mampu kembali menghindar, bahkan seakan tahu gerak-gerik Aurush, “akan kucoba sekali lagi.” Ia pun kembali melakukan hal yang sama, dan hasil yang didapat pun juga sama.
“Sial,” gerutu Aurush, “tampaknya aku harus mendekatinya secara langsung.” Ia lanyas berjalan perlahan mendekati Myesha sembari mengeluarkan kertas segel itu dan menyelipkannya antara jari tengah dan jari telunjuk.
“Sedatio sigilli!”
Lagi-lagi gagal. Untuk keempat kalinya, kertas segel itu terpental. Lalu dalam hitungan detik, suara raungan terdengar jelas dari mulut Myesha. Aurush segera menghindar, ia meneliti dengan saksama, membuat persepsi akan apa yang akan terjadi.
“Gadis itu semakin di luar kendali,” tukas Aurush, lalu berjongkok dan berkata, “Terrae aeternae cohibitiones!”
Tubuh Myesha kian tertahan oleh cengkeraman Aurush melalui tanah dan juga sebuah segel yang muncul dengan sendirinya.
Lalu tak lama setelah itu, Aurush terpaksa mengeluarkan kekuatannya, demi menyadarkan gadis itu. “Electric Shot!” serunya, lantas menghantam gadis itu dengan kilatan petir hingga Myesha pingsan.
• • •
“ARGHHH ....”
Anak remaja itu kian mengamuk dengan dahsyat, menghancurkan banyak hal di sekitarnya. Kedua bola matanya memerah, dan kuku tajam tampak muncul dengan sendirinya. Anak itu ... kian dikuasai oleh kekuatan, serta amarahnya terhadap suatu hal. Bukan hanya itu, nada suaranya pun terdengar lebih besar, ketimbang suara aslinya.
“Ya, benar begitu ... Dengan cara ini, kekuatanmu akan segera tumbuh dengan cepat. Dan saat itu tiba, kekuatan itu akan menjadi milikku,” tukas seorang pria paruh baya yang sedari tadi menatap anak itu dari kejauhan, tanpa bergeming dan bertindak. “Rasanya aku sudah tidak sabar lagi untuk menjadi lebih kuat,” lanjutnya yang diakhiri gelak tawa jahat, lalu menatap tajam ke arah depan--kembali menyaksikan keganasan anak itu.
•
Aurush terbangun dari tidurnya dengan napas yang menderu. Ia memegangi dadanya, dan menarik napas berulang kali. Lalu menatap ke arah barat, memastikan apakah Myesha masih terlelap di tempatnya atau tidak.
“Syukurlah, hanya mimpi,” lirihnya merasa lega setelah mengontrol napas dan detak jantungnya, serta melihat keberadaan gadis itu, lalu membenarkan posisinya. Dan di menit berikutnya, ia pun bangkit dan berjalan mendekati Myesha. Ia menatap wajah cantik gadis itu dari dekat, lantas berkata, “Aku akan berusaha agar Myesha tak mengalami hal yang sama, sehingga deja vu itu benar-benar tidak ada lagi.” []
•
•
•
Kegelapan tampak menjalar dengan sendirinya. Keadaan dunia tampak tak baik-baik saja, racun dan hama perlahan menyebar luas dengan cepat.
Eksistensi karma terus tumbuh seiring bertambahnya masa, melahap semua komponen dengan ganas. Wujudnya seakan membabi buta, bahkan sisa-sisa peninggalannya memberi bekas yang cukup mengerikan.
Mereka perlahan melemahkan kebenaran, bahkan berani meremehkan para pendahulu yang lebih tahu segalanya. Kekuasaan telah menggelapkan mata, menutup hati suci para makhluk hidup yang ada.
Haruskah manipulasi terus berjalan, sampai dunia benar-benar musnah?
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] Deja Vu
Fantasy[Jangan lupa vote dan komen, serta follow akun penulis sebelum membaca! Cerita ini hanyalah fiktif. Mohon bersikap bijaklah sebagai pembaca!] 🏆 Salah Satu Pemenang dalam Event NuNobe yang diadakan oleh Elzuha Aieunoia Publisher °°°<>°°° [Novel Deja...