Ran, maaf. (1/2)

763 74 25
                                    

Miss me hon?















__________

Vote dan komentnya sayang:3

__________














"Owh... fuck! Nghhh..."

"Mmhhh..."

"Yeah... suck me like that babe~"

"Oh fuc-"


BRAK!

BRAK!

Gerakan kedua insan itu terhenti, pria dengan wajah dingin itu mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.

"Sial" umpatnya sambil menyeringai, ia kembali memperhatikan bocah tampan yang sedang melakukan oral pada kenjantanannya.

"Kayaknya ada yang gak cemburu sama kegiatan kita" ujar sambil mengacak pelan rambut bocah tampan yang tampak cemberut itu.

"Kenapa sih bang [m/n] enggak ngelepasin dia?" Tanyanya sambil memeluk tubuh [m/n] yang sedang membenahi pakaiannya dari  belakang.

Mendengar pertanyaan naif yang dilontarkan dari bibir bocah yang selama ini menjadi penyalur nafsunya, [m/n] hanya menghela napas pelan.

"Lo ga paham" jawab [m/n] lembut dengan senyum lembut ia berbalik dan mengecup dahi bocah itu.

"Kalo gitu bunuh aja. Buat apa nahan orang yang ga mau nerima bang [m/n] apa adanya!" Ucap bocah itu kesal.

Mendengar perkataan bocah itu senyum lembut [m/n] mendadak luntur, matanya dengan dingin menatap bocah didepannya yang mulai berbicara tentang betapa buruk kekasihnya yang sampai sekarang belum menerimanya.

"-gampangkan? Kayak biasa yang abang lakuin dan gak bakal ada orang yang sadar kalo dia udah mati!" Ungkap bocah itu dengan wajah berseri-seri senang, ia menatap wajah [m/n] datar tanpa ekspresi apapun dan mendadak terdiam.

Jantungnya berdebar cepat dan tubuhnya bergetar ketika menyadari apa yang telah ia ucapkan.

Bodoh.

"Bang gu-"

"Ya lo bener-" Ujar [m/n] memotong perkataan bocah itu yang kini terpaku bingung.

[M/n] menunduk memandang bocah yang lebih pendek darinya itu dengan tatapan mata yang sendu, jari jemarinya menyentuh wajah pemuda itu dengan pelan membuat bocah itu tanpa sadar menutup mata dan mulai menikmati sentuhan pemuda tampan itu.

Jemari [M/n] berhenti pada leher yang memiliki beberapa ruam merah dan ungu yang mulai memudar.

"Tapi, itu bukan urusan lo!" Sentak [m/n] mencekik bocah yang tidak siap itu dengan kedua tangannya membuat bocah malang itu mundur kebelakang hingga tubuhnya membentur tembok.

Matanya mencerminkan rasa sakit sekaligus rasa takut yang luar biasa menatap kearah [m/n] yang sedari awal memasang wajah dingin.

Tangan bocah itu berusaha mencakar dan memukul sekuat mungkin berusaha melepaskan tangan [m/n] yang semakin erat mencekiknya.

 STALKER ||Haitani Rindou×[MaleReader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang