Sudah sekitar lima batang rokok telah aku habiskan di ruang tamu depan seorang diri. Aku lihat kopi tadi pagi masih tersisa setengah gelas. Kopi itu dingin karena aku dimakan, mungkin setelah ini aku akan minum beberapa seruput lagi.
Kopi itu sudah pasti tak berasap, namun tetap nikmat meresap.
Tidak ada yang aku pikirkan selama kira-kira 30 menit yang lalu.
Aku hanya diam saja entah mengarah kemana hayalanku. Tapi yang pasti aku selalu menarik nafas disetiap ujung lamunan.Astaghfirullah...
Senja yang kurang bersahabat, diluar sedikit mendung. Aku hawatir jika hujan turun, listrik mati dan harus kembali bergelap-gelapan seperti beberapa hari yang lalu.
Semoga saja tidak turun hujan.
Suasana rumah seperti biasa, sepi, sunyi dan pencahayaan lampu di ruangan remang-remang. Entah mengapa aku selalu takut jika melihat ke arah dalam ruangan. Suasananya terlalu membuat waswas untuk orang yang belum pernah memasukinya.
Itu alasan mengapa aku lebih suka diam di ruang tamu depan daripada didalam rumah.
Bahkan beberapa hari ini aku selalu tidur di bangku ruang tamu setelah terasa lelah melamun.
Terdengar lucu dan berlebihan, namun itulah faktanya.
Aku takut tidur di kamar sejak kejadian beberapa hari yang lalu.Sudah beberapa minggu aku menempati tempat ini.
Kontrakan tua yang sudah lama tidak ditempati, dan baru di seakan oleh pemiliknya.Dua alasan mengapa aku harus memilih tinggal disini.
Lokasinya dekat dengan tempatku bekerja, dan harganya jauh lebih murah dibandingkan kontrakan yang lain di sekitaran.
Bangunannya megah dan mewah pada masanya, namun tetap saja terlihat ganjil jika dipandang dari kejauhan.
Mungkin itulah alasan mengapa tidak ada orang yang mau tinggal disini.
Kecuali aku.
Bukan karena pemberani, tapi karena dua alasan tadi.
Beberapa hari yang lalu, listrik mati tengah malam.
Sialnya, malam itu aku belum bisa tertidur. Hingga mau tidak mau aku harus keluar kamar menuju depan rumah untuk menenangkan pikiran.Karena tidak mungkin jika aku harus terus menunggu listrik menyala di dalam kamar yang tidak ada setitik cahayapun.
Aku harus kedepan rumah melewati ruangan tengah yang sama sekali gelap.
Perjuangan, benar-benar perjuangan.Kesialan berikutnya, aku jatuh diruang tengah.
Ada yang mendorongku dari belakang.
Aku terhuyung kedepan, dan disemua sisi tetap gelap.
Aku yakin ada orang lain selain aku dirumah ini. Tapi siapa?Aku coba bangkit tanpa berani bersuara.
Kesialan berikutnya, ada yang menahan kaki kiriku. Sangat jelas terasa, itu genggaman tangan manusia, tapi mungkin ukurannya lebih besar.
Genggamannya semakin kuat, dan perlahan menarik kakiku ke belakang.
Astaghfirullah,...
Malam itu aku merasakan ketakutan hingga ke ubun-ubun.
Kakiku mulai ditarik perlahan, aku tak bisa menahannya,
Spontan aku coba lepaskan genggaman itu dari kakiku.Aku merasakan, tangan itu aneh,
Lebih besar dari ukuran tangan manusia, dan anehnya lembut tidak bertulang. Tangan itu benar-benar tidak bertulang. Namun genggamannya sangat kuat.Semakin lama semakin kuat menarik kakiku ke belakang dan kesialan berikutnya, badanku terjatuh.
Panik, hawatir, takut, bercampur jadi satu.
Badanku mulai ditarik. Mulutku terkunci. Berteriakpun percuma, semua percuma. Aku pasrah ditengah gelap.
Sejurus kemudian listrik menyala, dan tidak ada siapa-siapa. Namun kakiku masih terangkat.
Secepat mungkin aku bangkit dan keluar menuju halaman rumah.
Nafasku tak beraturan malam itu. Aku lihat ke arah rumah, tidak ada siapa-siapa.
Astaghfirullah....
Aku coba menenangkan pikiran di ruang tamu depan, aku coba nyatakan sebatang rokok pertamaku malam itu.
Anehnya,
Ada puntung rokok di asbak yang masih mengeluarkan asap.
Aku yakin, rokok itu bukan aku yang menyalakan, karena rokok pertamaku malam itu baru saja aku nyalakan dan masih di bibirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
"SHADOW" Dia selalu disini
Randomkemanapun kamu, dimanapun kamu, dia bersamamu, jangan berteriak di kesepian.